MENCIPTAKAN TOLERANSI DI INDONESIA
Bhineka Tunggal Ika artinya
berbeda-beda tapi tetap satu, ini menggambarkan bahwa Bangsa Indonesia beraneka
ragam baik suku, adat istiadat, maupun agamanya. Keanekaragaman itu bukanlah
sesuatu yang harus dipermasalahkan. Dari keanekaragaman itu seharusnya kita
memiliki tujuan dan cita-cita perjuangan yang sama, yaitu
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual, tentram dan damai berdasarkan Pancasila.
Meskipun mayoritas masyarakat
Indonesia memeluk Agama Islam (85%), bukan berarti Negara Indonesia adalah Negara
Islam.
Kita tahu bahwa Islam
adalah agama yang toleran terhadap agama/ kepercayaan lain. Dalam Islam, terdapat
konsep "فمن شاء فاليؤمن ومن شاء
فليكفر" melalui konsep ini, Islam memproklamirkan
kebebasan untuk memeluk agama. Dalam pandangan Islam, setiap orang wajib
dihormati kebebasanya dalam menentukan jalan hidupnya. Islam
adalah agama yang rahmatan lil alamin. Umat Islam yang sangat menginginkan
hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT dan berpegang dengan ajaran Islam,
hubungan secara vertikal kepada Allah senantiasa harus dibina tetapi karena
manusia mahluk sosial maka dia juga harus membina hidup bermasyarakat.
Hidup rukun dan bertoleransi tidak
berarti bahwa agama yang satu dan agama yang
lainnya dicampuradukkan. Islam mengajarkan toleransi (tasamuh) kepada non muslim dalam hal mu’amalah, industri, sosial, dan kemasyarakatan. Namun dalam soal aqidah dan ibadah adalah harga mati dalam arti tidak boleh ada kompromi dengan agama lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan.
lainnya dicampuradukkan. Islam mengajarkan toleransi (tasamuh) kepada non muslim dalam hal mu’amalah, industri, sosial, dan kemasyarakatan. Namun dalam soal aqidah dan ibadah adalah harga mati dalam arti tidak boleh ada kompromi dengan agama lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan.
Indikator-indikator sikap toleransi
adalah adanya penerimaan terhadap kelompok lain untuk hidup bersama,
terciptanya ruang dialog antar umat beragama, dan saling menghargai terhadap
aktifitas keberagamaan pemeluk agama lain. Berdialog atau bertukar pikiran
bertujuan agar dari hari kehari kehidupan ala multiagama di negara ini menjadi
sesuatu yang biasa dan tidak menjadi alasan terjadi pertikaian antara umat
beragama. Dialog bukan apologi sehingga orang berusaha
mempertahankan kepercayaan karena merasa terancam atau mengalahkan yang lain
untuk mencapai kesepakatan penuh (agama universal). Dialog agama, pada
hakikatnya adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung jawab,
yang didasari oleh saling pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan
bangsa, baik material maupun spiritual.
Dialog agama
diharapkan akan membawa umat beragama pada konsep “agree in disagreement (setuju
dalam perbedaan)” dan “hidup bersama” dengan didasari corak pemikiran teologi
pluralitas. Berusaha membangun pemahaman sesuai dengan yang dikehendaki oleh
suatu agama tertentu dan menghindari pemahaman yang bersifat subjektif. Ikut
membangun pemahaman agama orang lain dan
bukan hanya memahami agama kita sendiri.
Secara akademik,
memahami agama orang lain dapat dilakukan salah satunya, melalui ilmu
perbandingan agama. Melalui disiplin ini pula, para penganut agama yang berbeda
dapat terjalin saling pengertian, saling menghormati dan saling menjunjung
tinggi nilai-nilai moral dan universal yang ada pada masing-masing agama.
Sebab, kedua nilai itu merupakan "esensi kemanusiaan" yang diajarkan
semua agama. Ilmu Perbandingan Agama sangat berperan dalam proses menciptakan
dan memelihara kultur kebersamaan antar pemeluk agama yang dilakukan, misalnya,
dalam bentuk dialog, baik bilateral maupun multilateral, baik lokal, regional
maupun internasional. Melalui
berbagai pertukaran semacam ini, terjadi saling pengertian dan pada akhirnya,
kehidupan berdampingan secara damai.
Kesadaran semacam ini seharusnya
tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga para penganut agama
sampai ke akarnya sehingga tidak ada jurang pemisah antara pemimpin agama dan
umat atau jemaatnya. Ini sesuai dengan konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
pada era 1970-an yang isinya meliputi kerukunan intern umat beragama, kerukunan
antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.
Dengan mengundang
partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan potensi
yang dimiliki masing-masing melalui kegiatan dialog, musyawarah, tatap muka,
kerja sama sosial dan sebagainya. Bersama-sama para pimpinan majelis-majelis
agama, melakukan kunjungan bersama-sama ke berbagai daerah dalam rangka
berdialog dengan umat di lapisan bawah dan memberikan pengertian tentang
pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama.
Al-Qur’an juga mengajak kepada
seluruh penganut agama lain dan agama islam sendiri untuk mencari titik temu (kalimatun
sawa) diluar aspek teologis yang memang sudah berbeda dari semua. Pencarian
titik temu lewat perjumpaan dan dialog yang kostruktif berkesinambungan
merupakan tugas kemanusiaan yang abadi. Pencarian titik temu antar umat
beragama dapat dimungkinkan lewat berbagai cara, salah satunya lewat etika.
Karena lewat etika manusia beragama secara universal menemui
tantangan-tantangan kemanusiaan yang sama. Ini
berdasarkan firman Allah dalam QS. Ali-Imran: 64.
Katakanlah:
"Hai ahli Kitab, Marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
Kami dan kamu,…
Perbedaan agama merupakan salah satu
faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia. Kendala yang
dihadapi dalam mencapai kerukunan umat antar beragama antara lain; rendahnya
sikap toleransi, kepentingan politik dan sikap fanatisme. Beberapa langkah dan
strategis untuk memupuk jiwa toleransi beragama dan membudidayakan hidup rukun
antar umat beragama adalah sebagai berikut :
a. Mengutamakan
segi persamaan dan tidak memperdebatkan segi-segi perbedaan agama.
b. Melakukan
kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.
c. Mengubah
orientasi pendidikan agama yang menekankan aspek ibadah dan aqidah saja menjadi
pendidikan agama yang berorientasi pada semua aspek kehidupan termasuk
mu’amalah atau hubungan sosial dengan pemeluk agama yang berbeda.
d. Meningkatkan
pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi
pekerti yang luhur dan akhlakul karimah.
e. Menghindari
sikap egoisme dalam beragama dan mengklaim diri paling benar (fanatisme).
Negara kita terbukti sangat peka
terhadap isu keagamaan oleh karena itu jika tidak bisa menjaga hubungan baik
antara agama. Bahaya besar telah menanti bangsa ini. Dengan belajar dan
melakukan Toleransi Beragama maka kita juga belajar
bagaimana agar bangsa besar kita Indonesia ini dapat bertahan lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar