KONVERSI AGAMA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. H. Widodo Supriyono, MA
Disusun oleh :
Ummu
Hanifah
113111022
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
KONVERSI AGAMA
I.
PENDAHULUAN
Manusia
hidup di dunia ini tidak lepas dari masalah kehidupan. Ada yang bahagia maupun
menderita, dari perbedaan masalah tersebut terkadang menyebabkan seseorang
mengalami kegoncangan batin. Dalam konteks ini, manusia juga lazim mengeluh dan bahkan kecewa
akan kondisi psiko-Ilahiyah-nya, Bahkan
terkadang merasa putus asa, untuk itu manusia akan mencoba atau berusaha
mencari pegangan atau ide baru, dimana ia bisa merasakan ketenangan
jiwa.
Agama telah banyak memberikan kesejukkan dan kehangatan bagi
spiritual dan jiwa manusia yang lapar dan haus akan kesejahteraan,
kemakmuran, dan ketenangan. Mereka yang telah menemukan pencerahan dari
kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memiliki suatu keyakinan yang baru.
Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti dan bertujuan,
yaitu kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau disebut pertaubatan. Jika demikian,
perbaikan-perbaikan yang terjadi pada manusia, khususnya dalam aspek agama
berkaitan erat dengan kondisi hati atau jiwa seseorang. Perbaikan-perbaikan semacam
ini lebih dikenal dengan istilah konversi dalam psikologi. Maka dalam makalah
ini akan dibahas mengenai konversi agama, yaitu pengertiannya, faktor
penyebabnya, macam-macamnya, dan juga proses konversi agama.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian konversi agama?
B. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya konversi agama?
C. Apa
saja macam-macam konversi agama?
D. Bagaimana
proses konversi agama?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konversi Agama
Konversi Agama (religious conversion) secara umum
dapat diartikan dengan berubah agama atau masuk agama. Secara etimologi, konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti:
tobat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam
kata Inggris “Conversion” yang mengandung pengertian: berubah
dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one
state, or from one religion, to another).
Berdasarkan kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa
konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik
pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.[1]
Konversi
agama menurut terminologi, menurut pengertian ini dikemukakan oleh:
1.
Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama
adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau
berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan
kepercayaan sebelumnya.[2]
2.
W.H.Clark dalam The
Psychology of Religion,
mendefinisikan
konversi agama merupakan sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan
spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap
terhadap ajaran dan tindakan agama.[3]
3.
William James mengatakan
konversi agama adalah dengan kata-kata: “to be
converted, to be regenerated, to recive grace, to experience religion, to gain
an assurance, are so many phrases which denote to the process, gradual or
sudden, by which a self hitherro devide, and consciously wrong inferior and
unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in
consequence of its firmer hold upon religious realities”.[4] Yang berarti
konversi agama merupakan berubah,
digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama,
untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses baik itu
berangsur-angsur atau tiba-tiba, yang dilakukan secara sadar dan
terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan
kenyataan beragama.
4. Konversi
Agama menurut Weber dan Dirkheim ada tiga, Pertama
adalah kecenderungan masyarakat pada
doktrin keagamaan tertentu sangat dipengarui oleh kedudukan kelas penganutnya. Kedua
adalah beberapa ide Agama mencerminkan karakteristik kondisi manusia yang
sangat Universal dan karenanya mempunyai daya tarik luas menfrandensikan
pembagian statifikasi sosial. Ketiga adalah perubahan sosial, khusus di
organisasi, yang mengakibatkan hilangnya consensus budaya dan solidaritas
kelompok dan membuat manusia berada dalam situasi ”mencari komunitas” yakni
pencarian nilai-nilai baru yang akan menjadi anutan mereka dan
kelompok-kelompok dimana mereka akan bergabung.[5]
Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh
lingkungan tempat berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di
atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
a.
Adanya perubahan arah
pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
b.
Perubahan yang terjadi
dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses
atau secara mendadak.
c.
Perubahan tersebut bukan
hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama yang lain
tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d.
Selain faktor kejiwaan dan
kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari Yang
Maha Kuasa.[6]
B. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi
pendorong konversi. William James dalam
bukunya The Varieties of Religious Experience dan Max Heirich
dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan faktor yang
mendorong terjadinya konversi agama tersebut.
Dalam buku tersebut diuraikannya pendapat dari para ahli yang terlibat
dalam disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama
disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka
tekuni.
1.
Para ahli agama menyatakan,
bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk
Illahi. Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya
konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.[7] Namun
demikian, terasa sulit untuk membuktikan secara empiris tentang faktor ini,
walau kita mempercayai bahwa petunjuk Illahi memegang peran penting dalam
perubahan perilaku keagamaan seseorang. Oleh karena itu, perlu ditelusuri
faktor-faktor lain, baik itu dilihat dari latar belakang sosiologis, faktor
kejiwaan maupun pendidikan yang didapatkan.[8]
2.
Para ahli
sosiologi berpendapat, bahwa yang menyebabkan terjadinya
konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong
terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor lain:
a.
Pengaruh
hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun nonagama
(kesenian, ilmu pengetahuan ataupun bidang kebudayaan).
b.
Pengaruh
kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok
untuk berubah kepercayaan jika dilakukan seacara rutin hingga terbiasa,
misalnya: menghadiri upacara keagamaan, ataupun pertemuan yang bersifat
keagamaan baik pada lembaga formal, ataupun nonformal.
c.
Pengaruh
anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga,
dan famili.
d.
Pengaruh
pemimpin keagamaan.
e.
Pengaruh
perkumpulan berdasarkan hobi.
f.
Pengaruh
kekuasaan pemimpin.[9]
3.
Para ahli
psikologi menyebutkan faktor psikologis yang menyebabkan
terjadinya konversi. Sebagai contoh adalah tekanan batin, maka akan mendorong
seseorang untuk mencari jalan keluar, yaitu ketenangan batin, atau jiwa yang
kosong dan tidak berdaya kemudian mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu
memberikan kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. Dengan demikian, terjadinya
konversi tidak hanya didorong oleh faktor ekstern saja, tapi juga disebabkan
faktor intern.
Yang dapat
dikategorikan sebagai faktor intern (dari dalam) antara lain:
1.
Kepribadian. Secara
psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa
seseorang. Dalam penelitian William James ditemukan bahwa tipe melankolis yang
memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya
konversi dalam dirinya.
2.
Pembawaan. Menurut
penelitian Guy E. Swanson ditemukan semacam kecenderungan urutan kelahiran yang
mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak
mengalami tekanan batin. Sementara anak yang dilahirkan pada urutan tengah atau
antara sulung dan bungsu sering mengalami stres.
Sedangkan yang
termasuk dalam faktor ekstern (dari luar) antara lain:
1.
Faktor
Keluarga. Di antara yang termasuk dalam faktor ini
adalah: kerekatan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian,
kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum keraba. Kondisi demikian
menyebabkan batin seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga sering
terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang
menimpa dirinya.
2.
Faktor
lingkungan tempat tinggal. Yang termasuk dalam faktor ini adalah ketersaingan
dari tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat yang
menyebabkan seseorang hidupnya sebatang kara.
3.
Perubahan
status. Perubahan status yang dimaksud dapat disebabkan
oleh berbagai macam persoalan, seperti: perceraian, keluar dari sekolah atau
perkumpulan dan lain sebagainya.
4.
Kemiskinan. Seringkali
terjadi masyarakat awam yang miskin terpengaruh untuk memeluk agama yang
menjanjikan dunia yang lebih baik, seperti kebutuhan sandang dan pangan yang
mendesak.[10]
Sedangkan
Menurut
Prof.
DR. Zakiyah Daradjat, faktor-faktor terjadinya
konversi agama meliputi:
a.
Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan, orang-orang yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan,
yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema,
itu mudah mengalami konversi agama.
b.
Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, diantara faktor-faktor
penting dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-pengalaman yang memengaruhinya
sehingga terjadi konversi tersebut. Di antara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan orang tua di
waktu kecil.
c.
Ajakan/ seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa diantara peristiwa konversi agama terjadi
karena pengaruh sugesti dan bujukan dari luar.
d.
Faktor emosi, orang-orang yang emosionil
(lebih sensitif atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti,
apabila ia sedang mengalami kegelisahan.
e.
Kemauan, kemauan yang dimaksudkan
adalah kemauan seseorang itu sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain.[11]
C. Macam-macam dari Konversi Agama
Dalam uraian
William James yang meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi
agama menyimpulkan sebagai berikut:
a.
Konversi agama
terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan
seseorang sehingga pada dirinya muncul presepsi baru, dalam suatu bentuk ide
yang bersemi secara mantap.
b.
Konversi agama
dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak tanpa suatu
proses.
Berdasarkan
gejala tersebut maka dengan meminjam istilah yang digunakan starbuckia membagi konversi agama menjadi dua tipe
yaitu :
1.
Perubahan
secara bertahap (Type Valitional)
Yaitu
konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit, hingga
kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi
yang demikian ini sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin
yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
Tipe pertama ini dengan motivasi aktif dari pelaku dan intelektual rasional
yang lebih berperan.
2.
Perubahan
secara drastis (Type Self Surrender)
Yaitu
konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses
tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya.
Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari
tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada
suatu agama menjadi percaya. Pada konversi jenis kedua ini, menurut William
James terdapat pengaruh petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap seseorang.
Sebab, gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang
sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya.
Dengan kata lain, konversi tipe kedua ini merupakan hidayah atau petunjuk dari
Tuhan.[12]
Menurut Moqsith, jenis-jenis
konversi agama di bedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Konversi
internal, terjadi saat seseorang pindah dari mazhab dan perspektif tertentu ke
mazhab dan perspektif lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
2.
Konversi
eksternal, terjadi jika seseorang pindah dari satu agama keagama lain.
Menurut Abdalla, senada dengan apa yang telah di
ungkapkan Moqsith, konversi internal terjadi dalam satu agama, dalam artian
pola pikir dan pandang seseorang berubah, ada yang dihilangkan dan tidak
menutup kemungkinan banyak yang ditambahkan (ibadah), tetapi konsep ketuhanan
tetap sama. Sedangkan dalam konversi eksternal pindah keyakinan ke konsep yang
benar-benar berbeda dengan konsep keyakinan sebelumnya.[13]
Menurut Penido, berpendapat bahwa konversi agama mengandung
dua unsur:
1.
Unsur dari dalam diri (endogenos
origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau
kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk
mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan
yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi
menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur
psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur
psikologis baru yang dipilih.
2.
Unsur dari luar (exogenous origin),
yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu
menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang
berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin
berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.[14]
D. Proses Konversi Agama
Konversi
agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi
agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, bangunan
lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama
sekali dari bangunan sebelumnya.[15]
Konversi
agama secara psikologis, agama sebagai kumpulan memerankan peranan penting
proses konversi keseluruhannya. Hal ini
merupakan sasaran menarik bagi sosiologi agama, seseorang yang mengalami
pertobatan tidak akan tinggal diam. Ia
didorong oleh keinginan untuk mencari komunitas keagamaan yang dianggap sanggup
memberikan jawaban yang meredakan batinnya. Pada suatu ketika ia menjumpai
suatu komunitas yang religius yang menawarkan diri sebagai tempat untuk
membangun kehidupan baru dimana tesedia peranan-peranan baru yang memungkinkan
pengembangan aspirasinya. Jikalau dalam kelompok baru itu segala sesuatunya
dirasa sesuai dengan keinginannya, maka disitu ia merasa menemukan suatu cara
yang diyakini sebagai panggilan baru.[16]
Proses
yang dilalui oleh orang-orang yang mengalami konversi, berbeda antara satu
dengan lainnya, selain sebab yang mendorongnya dan bermacam pula tingkatnya,
ada yang dangkal, sekedar untuk dirinya saja dan ada pula yang mendalam,
disertai dengan kegiatan agama yang sangat menonjol sampai kepada perjuangan
mati-matian. Ada yang terjadi dalam sekejap mata dan ada pula yang
berangsur-angsur. Namun dapat dikatakan bahwa tiap-tiap konversi agama itu
melalui proses-proses jiwa seperti yang diungkapkan H. Carrier yang membagi proses tersebut dalam
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.
Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa)
dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
2.
Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan
konsepsi agama yang dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah
kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
3.
Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru
serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
Juga
diungkapkan Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa proses kejiwaan yang terjadi
melalui 5 tahap, yaitu:
1.
Masa tenang pertama, masa tenang sebelum
mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh
tak acuh menentang agama. Masa tenang tersebut adalah di saat
kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum
mempengaruhi sikapnya. Terjadinya semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan
demikian tidak akan menganggu keseimbangan batinnya, sehingga ia
dalam keadaan batin yang tenang dan tentram.
2.
Masa ketidaktenangan, konflik dan pertentangan
batin berkecamuk dalam dirinya, gelisah, putus asa, tegang, panik, dan
sebagainya. Dalam kondisi demikian, biasanya orang mudah perasa, cepat
tersinggung dan hampir-hampir putus asa dalam hidupnya dan mudah terkena
sugesti. Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya.
Mungkin dikarenakan oleh suatu krisis, musibah atau perasaan berdosa yang
dialaminya. Hal demikian menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan
batinnya, sehingga muncul kegoncangan dalam bentuk ketidak tenangan.
3.
Masa konversi, tahap ini terjadi setelah
konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa
kemampuan untuk menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun
timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan
batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan
untuk menerima kondisi yang dialaminya sebagai petunjuk illahi.
4.
Masa tentram dan tenang, muncul perasaan jiwa yang
baru, rasa aman dan damai dalam hati, dada menjadi lapang, dengan sikap penuh
kesabaran yang menyenangkan. Ia berubah menjadi pemaaf dan mudah memaafkan
kesalahan orang lain. Masa ketentraman dan ketentangan ini berbeda dengan masa
ketenangan sebelumnya. Jika ketenangan pertama keadaan tersebut dialami
karena sikap yang acuhtak acuh, maka ketenangan tahap ini ditimbulkan oleh
kepuasan oleh keputusan yang telah diambilnya. Ia timbul karena telah mampu
membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
5.
Masa ekspresi konversi, segala sisi kehidupannya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agama.
Konversi yang diiringi tindakan dan ungkapan yang konkret dalam kehidupan
sehari-hari inilah yang membawa tetap dan mantapnya perubahan keyakinan
tersebut.
Pencerminan
ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan
pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
Proses konversi diatas lebih menitikberatkan pada bentuk
konversi secara tiba-tiba atau secara mendadak. Memang banyak ditemui kasus,
bahwa seseorang tidak begitu saja langsung mengalami konversi, meski pada akhirnya akan bermuara pada
kehendak Allah atau mendapatkan petunjuk dari Allah.
Dalam prose konversi tersebut, diawali dengan
disintegrasi atau konflik dalam diri seseorang. Kasus demikian biasanya banyak dialami oleh seseorang pada
masa dewasa, di mana seseorang membutuhkan pegangan hidup yang abadi, yang akan
menentramkan jiwanya. Ia berusaha mencari makna hidup yang hakiki.
Setelah seseorang mengalami konversi agama, ia
akan mengalami kesadaran yang tinggi, kalau boleh disebut, ia akan sampai pada
kematangan beragama.[18]
IV.
PENUTUP
A.
Simpulan
Konversi
agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan
keyakinan semula. Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau
perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yamg cukup berarti, dalam
sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi,
konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah
mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat
mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pendapat
bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan
ilmu yang mereka tekuni. Faktor intern, yang meliputi
kepribadian dan faktor pembawaan. Faktor ekstern, yang meliputi faktor
keluarga, lingkungan tempat tinggal, perubahan status, dan kemiskinan. Menurut Zakiyah
Daradjat, ada lima faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama yaitu;
ketegangan perasaan, pengaruh hubungan dengan tradisi agama, ajakan/ seruan dan
sugesti, emosi dan faktor kemauan.
Konversi dapat terbagi menjadi dua tipe:
Perubahan secara bertahap (Type Valitional) dan Perubahan secara drastis
(Type Self Surrender). Menurut Moqsith, jenis-jenis konversi agama di bedakan menjadi dua, yaitu konversi internal dan konversi eksternal. Konversi agama menurut Pindo, mengandung dua
unsur, yaitu: Unsur dari dalam diri (endogenos origin) dan Unsur
dari luar (exogenous origin).
Tahapan proses konversi agama diungkapkan oleh
H. Carrier dan Zakiyah Daradjat. Menurut Zakiyah Daradjat, proses konversi
agama meliputi meliputi: masa tenang, masa ketidaktenangan, masa
konversi, masa tenang dan tentram, dan masa ekspressi konversi.
B.
Kritik dan Saran
Demikian
makalah “Konversi Agama” yang penulis susun. Dengan harapan semoga dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi
kemaslahatan kita semua. Dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan
Bintang. 2005
F, O‘ Dea
Thomas. Sosiologi Agama. Yogyakarta: CV Rajawali. 1987
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005
Puspito,
Hendro. Sosiologi Agama. Jakarta: Gunung Mulia. 1984
Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta:
Klam Mulia. 2007
Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Aksara Baru. 1989
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004
http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama, diakses 29/11/2013 pukul 16.39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar