Sabtu, 29 Oktober 2016

Konversi Agama

KONVERSI AGAMA


MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. H. Widodo Supriyono, MA
 
Disusun oleh :
Ummu Hanifah
113111022



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


KONVERSI AGAMA
I.          PENDAHULUAN
Manusia hidup di dunia ini tidak lepas dari masalah kehidupan. Ada yang bahagia maupun menderita, dari perbedaan masalah tersebut terkadang menyebabkan seseorang mengalami kegoncangan batin. Dalam konteks ini, manusia juga lazim mengeluh dan bahkan kecewa akan kondisi psiko-Ilahiyah-nya, Bahkan terkadang merasa putus asa, untuk itu manusia akan mencoba atau berusaha mencari pegangan atau ide baru, dimana ia bisa merasakan ketenangan jiwa.
Agama telah banyak memberikan kesejukkan dan kehangatan bagi spiritual dan  jiwa manusia yang lapar dan haus akan kesejahteraan, kemakmuran, dan ketenangan. Mereka yang telah menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memiliki suatu keyakinan yang baru. Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti dan bertujuan, yaitu kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau  disebut pertaubatan. Jika demikian, perbaikan-perbaikan yang terjadi pada manusia, khususnya dalam aspek agama berkaitan erat dengan kondisi hati atau jiwa seseorang. Perbaikan-perbaikan semacam ini lebih dikenal dengan istilah konversi dalam psikologi. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai konversi agama, yaitu pengertiannya, faktor penyebabnya, macam-macamnya, dan juga proses konversi agama.
II.          RUMUSAN MASALAH
A.  Apa pengertian konversi agama?
B.  Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya konversi agama?
C.  Apa saja macam-macam konversi agama?
D.  Bagaimana proses konversi agama?
III.          PEMBAHASAN
A.  Pengertian Konversi Agama
Konversi Agama (religious conversion) secara umum dapat diartikan dengan berubah agama atau masuk agama. Secara etimologi, konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti: tobat, pindah, dan berubah (agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris “Conversion” yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another).
Berdasarkan kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.[1] Konversi agama menurut terminologi, menurut pengertian ini dikemukakan oleh:
1.    Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.[2]
2.     W.H.Clark dalam The Psychology of Religion, mendefinisikan konversi agama merupakan sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama.[3]
3.    William James mengatakan konversi agama adalah dengan kata-kata: “to be converted, to be regenerated, to recive grace, to experience religion, to gain an assurance, are so many phrases which denote to the process, gradual or sudden, by which a self hitherro devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities”.[4] Yang berarti konversi agama merupakan berubah, digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses baik itu berangsur-angsur atau tiba-tiba, yang dilakukan secara sadar dan terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama.
4.    Konversi Agama menurut Weber dan Dirkheim ada tiga, Pertama adalah kecenderungan masyarakat  pada doktrin keagamaan tertentu sangat dipengarui oleh kedudukan kelas penganutnya. Kedua adalah beberapa ide Agama mencerminkan karakteristik kondisi manusia yang sangat Universal dan karenanya mempunyai daya tarik luas menfrandensikan pembagian statifikasi sosial. Ketiga adalah perubahan sosial, khusus di organisasi, yang mengakibatkan hilangnya consensus budaya dan solidaritas kelompok dan membuat manusia berada dalam situasi ”mencari komunitas” yakni pencarian nilai-nilai baru yang akan menjadi anutan mereka dan kelompok-kelompok dimana mereka akan bergabung.[5]
Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
a.    Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b.    Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
c.    Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama yang lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d.   Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.[6]
B.  Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi. William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut.
Dalam buku tersebut diuraikannya pendapat dari para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
1.    Para ahli agama menyatakan, bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Illahi. Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.[7] Namun demikian, terasa sulit untuk membuktikan secara empiris tentang faktor ini, walau kita mempercayai bahwa petunjuk Illahi memegang peran penting dalam perubahan perilaku keagamaan seseorang. Oleh karena itu, perlu ditelusuri faktor-faktor lain, baik itu dilihat dari latar belakang sosiologis, faktor kejiwaan maupun pendidikan yang didapatkan.[8]
2.    Para ahli sosiologi berpendapat, bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor lain:
a.    Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun nonagama (kesenian, ilmu pengetahuan ataupun bidang kebudayaan).
b.    Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan seacara rutin hingga terbiasa, misalnya: menghadiri upacara keagamaan, ataupun pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal, ataupun nonformal.
c.    Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, dan famili.
d.   Pengaruh pemimpin keagamaan.
e.    Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
f.     Pengaruh kekuasaan pemimpin.[9]
3.    Para ahli psikologi menyebutkan faktor psikologis yang menyebabkan terjadinya konversi. Sebagai contoh adalah tekanan batin, maka akan mendorong seseorang untuk mencari jalan keluar, yaitu ketenangan batin, atau jiwa yang kosong dan tidak berdaya kemudian mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberikan kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. Dengan demikian, terjadinya konversi tidak hanya didorong oleh faktor ekstern saja, tapi juga disebabkan faktor intern.
Yang dapat dikategorikan sebagai faktor intern (dari dalam) antara lain:
1.    Kepribadian. Secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian William James ditemukan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi dalam dirinya.
2.    Pembawaan. Menurut penelitian Guy E. Swanson ditemukan semacam kecenderungan urutan kelahiran yang mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin. Sementara anak yang dilahirkan pada urutan tengah atau antara sulung dan bungsu sering mengalami stres.
Sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstern (dari luar) antara lain:
1.    Faktor Keluarga. Di antara yang termasuk dalam faktor ini adalah: kerekatan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum keraba. Kondisi demikian menyebabkan batin seseorang akan mengalami tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya.
2.    Faktor lingkungan tempat tinggal. Yang termasuk dalam faktor ini adalah ketersaingan dari tempat tinggal atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat yang menyebabkan seseorang hidupnya sebatang kara.
3.    Perubahan status. Perubahan status yang dimaksud dapat disebabkan oleh berbagai macam persoalan, seperti: perceraian, keluar dari sekolah atau perkumpulan dan lain sebagainya.
4.    Kemiskinan. Seringkali terjadi masyarakat awam yang miskin terpengaruh untuk memeluk agama yang menjanjikan dunia yang lebih baik, seperti kebutuhan sandang dan pangan yang mendesak.[10]
Sedangkan Menurut Prof. DR. Zakiyah Daradjat, faktor-faktor terjadinya konversi agama  meliputi:
a.    Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan, orang-orang yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema, itu mudah mengalami konversi agama.
b.   Pengaruh hubungan dengan tradisi agama, diantara faktor-faktor penting dalam riwayat konversi itu, adalah pengalaman-pengalaman yang memengaruhinya sehingga terjadi konversi tersebut. Di antara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan orang tua di waktu kecil.
c.    Ajakan/ seruan dan sugesti, banyak pula terbukti, bahwa diantara peristiwa konversi agama terjadi karena pengaruh sugesti dan bujukan dari luar.
d.   Faktor emosi, orang-orang yang emosionil (lebih sensitif atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena sugesti, apabila ia sedang mengalami kegelisahan.
e.    Kemauan, kemauan yang dimaksudkan adalah kemauan seseorang itu sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain.[11]
C.  Macam-macam dari Konversi Agama
Dalam uraian William James yang meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut:
a.    Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul presepsi baru, dalam suatu bentuk ide yang bersemi secara mantap.
b.    Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak tanpa suatu proses.
Berdasarkan gejala tersebut maka dengan meminjam istilah yang digunakan starbuckia membagi konversi agama menjadi dua tipe yaitu :
1.    Perubahan secara bertahap (Type Valitional)
Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit, hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian ini sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran. Tipe pertama ini dengan motivasi aktif dari pelaku dan intelektual rasional yang lebih berperan.
2.    Perubahan secara drastis (Type Self Surrender)
Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadi percaya. Pada konversi jenis kedua ini, menurut William James terdapat pengaruh petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap seseorang. Sebab, gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya. Dengan kata lain, konversi tipe kedua ini merupakan hidayah atau petunjuk dari Tuhan.[12]
Menurut Moqsith, jenis-jenis konversi agama di bedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Konversi internal, terjadi saat seseorang pindah dari mazhab dan perspektif tertentu ke mazhab dan perspektif lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
2.      Konversi eksternal, terjadi jika seseorang pindah dari satu agama keagama lain.
Menurut Abdalla, senada dengan apa yang telah di ungkapkan Moqsith, konversi internal terjadi dalam satu agama, dalam artian pola pikir dan pandang seseorang berubah, ada yang dihilangkan dan tidak menutup kemungkinan banyak yang ditambahkan (ibadah), tetapi konsep ketuhanan tetap sama. Sedangkan dalam konversi eksternal pindah keyakinan ke konsep yang benar-benar berbeda dengan konsep keyakinan sebelumnya.[13]
Menurut Penido, berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:
1.    Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
2.    Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.[14]
D.  Proses Konversi Agama
Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, bangunan lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya.[15]
Konversi agama secara psikologis, agama sebagai kumpulan memerankan peranan penting proses  konversi keseluruhannya. Hal ini merupakan sasaran menarik bagi sosiologi agama, seseorang yang mengalami pertobatan tidak akan  tinggal diam. Ia didorong oleh keinginan untuk mencari komunitas keagamaan yang dianggap sanggup memberikan jawaban yang meredakan batinnya. Pada suatu ketika ia menjumpai suatu komunitas yang religius yang menawarkan diri sebagai tempat untuk membangun kehidupan baru dimana tesedia peranan-peranan baru yang memungkinkan pengembangan aspirasinya. Jikalau dalam kelompok baru itu segala sesuatunya dirasa sesuai dengan keinginannya, maka disitu ia merasa menemukan suatu cara yang diyakini sebagai panggilan baru.[16]
Proses yang dilalui oleh orang-orang yang mengalami konversi, berbeda antara satu dengan lainnya, selain sebab yang mendorongnya dan bermacam pula tingkatnya, ada yang dangkal, sekedar untuk dirinya saja dan ada pula yang mendalam, disertai dengan kegiatan agama yang sangat menonjol sampai kepada perjuangan mati-matian. Ada yang terjadi dalam sekejap mata dan ada pula yang berangsur-angsur. Namun dapat dikatakan bahwa tiap-tiap konversi agama itu melalui proses-proses jiwa seperti yang diungkapkan  H. Carrier yang  membagi proses tersebut dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.    Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
2.    Reintegrasi (penyatuan kembali) kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
3.    Tumbuh sikap menerima konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
4.    Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.[17]
Juga diungkapkan Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap, yaitu:
1.    Masa tenang pertama, masa tenang sebelum mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh menentang agama. Masa tenang  tersebut adalah di saat kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadinya semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan demikian tidak akan menganggu keseimbangan batinnya,  sehingga ia dalam keadaan batin yang tenang dan tentram.
2.    Masa ketidaktenangan, konflik dan pertentangan batin berkecamuk dalam dirinya, gelisah, putus asa, tegang, panik, dan sebagainya. Dalam kondisi demikian, biasanya orang mudah perasa, cepat tersinggung dan hampir-hampir putus asa dalam hidupnya dan mudah terkena sugesti. Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan oleh suatu krisis, musibah atau perasaan berdosa yang dialaminya. Hal demikian menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batinnya, sehingga muncul kegoncangan dalam bentuk ketidak tenangan.
3.    Masa konversi, tahap ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan untuk menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesediaan untuk menerima kondisi yang  dialaminya sebagai petunjuk illahi.
4.    Masa tentram dan tenang, muncul perasaan jiwa yang baru, rasa aman dan damai dalam hati, dada menjadi lapang, dengan sikap penuh kesabaran yang menyenangkan. Ia berubah menjadi pemaaf dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Masa ketentraman dan ketentangan ini berbeda dengan masa ketenangan sebelumnya.  Jika ketenangan pertama keadaan tersebut dialami karena sikap yang acuhtak acuh, maka ketenangan tahap ini ditimbulkan oleh kepuasan oleh keputusan yang telah diambilnya. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
5.    Masa ekspresi konversi, segala sisi kehidupannya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agama. Konversi yang diiringi tindakan dan ungkapan yang konkret dalam kehidupan sehari-hari inilah yang membawa tetap dan mantapnya perubahan keyakinan tersebut. Pencerminan ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama itu dalam kehidupan.
Proses konversi diatas  lebih menitikberatkan pada bentuk konversi secara tiba-tiba atau secara mendadak. Memang banyak ditemui kasus, bahwa seseorang tidak begitu saja langsung mengalami konversi, meski pada akhirnya akan bermuara pada kehendak Allah atau mendapatkan petunjuk dari Allah.
Dalam prose konversi tersebut, diawali dengan disintegrasi atau konflik dalam diri seseorang. Kasus demikian biasanya banyak dialami oleh seseorang pada masa dewasa, di mana seseorang membutuhkan pegangan hidup yang abadi, yang akan menentramkan jiwanya. Ia berusaha mencari makna hidup yang hakiki.
Setelah seseorang mengalami konversi agama, ia akan mengalami kesadaran yang tinggi, kalau boleh disebut, ia akan sampai pada kematangan beragama.[18]

IV.          PENUTUP
A.  Simpulan
Konversi agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula. Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yamg cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Para ahli yang terlibat dalam disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni. Faktor intern, yang meliputi kepribadian dan faktor pembawaan. Faktor ekstern, yang meliputi faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, perubahan status, dan kemiskinan. Menurut Zakiyah Daradjat, ada lima faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama yaitu; ketegangan perasaan, pengaruh hubungan dengan tradisi agama, ajakan/ seruan dan sugesti, emosi dan faktor kemauan.
Konversi dapat terbagi menjadi dua tipe: Perubahan secara bertahap (Type Valitional) dan Perubahan secara drastis (Type Self Surrender). Menurut Moqsith, jenis-jenis konversi agama di bedakan menjadi dua, yaitu konversi internal dan konversi eksternal. Konversi agama menurut Pindo, mengandung dua unsur, yaitu: Unsur dari dalam diri (endogenos origin) dan  Unsur dari luar (exogenous origin).  
Tahapan proses konversi agama diungkapkan oleh H. Carrier dan Zakiyah Daradjat. Menurut Zakiyah Daradjat, proses konversi agama meliputi meliputi: masa tenang, masa ketidaktenangan,  masa konversi,  masa tenang dan tentram, dan masa ekspressi konversi.
B.  Kritik dan Saran
Demikian makalah “Konversi Agama” yang penulis susun. Dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi kemaslahatan kita semua. Dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 2005
F, O‘ Dea Thomas. Sosiologi Agama. Yogyakarta: CV Rajawali. 1987
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005
Puspito, Hendro. Sosiologi Agama. Jakarta: Gunung Mulia. 1984
Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta: Klam Mulia. 2007
Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Aksara Baru. 1989
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004
http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama, diakses 29/11/2013 pukul 16.39






                [1] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 273
                [2] Jalaluddin, Psikologi Agama,… hlm. 273-274
                [3] Agus Sujanto, Psikologi Umum. (Jakarta: Penerbit Aksara Baru, 1989), hlm. 324
                [4] Jalaluddin, Psikologi Agama,…hlm: 259-260
                [5] O‘ Dea Thomas F, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: CV Rajawali, 1987), hlm. 116
                [6] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 103-104.
                [7] Jalaluddin, Psikologi Agama,…hlm. 275
                [8] Sururin, Ilmu Jiwa Agama,…hlm. 106
                [9] Jalaluddin, Psikologi Agama,…hlm. 275
                [10] Sururin, Ilmu Jiwa Agama,…hlm. 107-109
                [11] Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang. 2005 ), hlm. 184
                [12] Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Klam Mulia, 2007 ), hlm. 80
                [13] http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama,  diakses 29/11/2013 pukul 16.39
                [14] Ramayulis, Psikologi Agama,…hlm. 86
                [15] Jalaluddin, Psikologi Agama,…hlm. 265
                [16] Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: Gunung Mulia, 1984), hlm. 85
                [17] Jalaluddin, Psikologi Agama,…hlm. 281
                [18] Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama ,…hlm. 161-163

Tidak ada komentar:

Posting Komentar