PERNIKAHAN
RASULULLAH SAW YANG KEDUA
DAN
SETERUSNYA
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Sirah
Nabawiyah
Disusun Oleh :
Kelompok
8, PAI-5A
Ummu Hanifah (113111022)
A. Nasruddin Al Bani (113111024)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
PERNIKAHAN
RASULULLAH SAW YANG KEDUA
DAN
SETERUSNYA
I.
PENDAHULUAN
Salah satu
aturan syariat yang hanya berlaku untuk Rasulullah SAW, beliau diizinkan untuk menikahi lebih dari 4 wanita. Setiap
orang yang memahami sejarah dakwah Nabi SAW dengan benar,
akan berkesimpulan, pernikahan yang beliau lakukan sangat sarat dengan tujuan
yang mendukung dakwah. Allah SWT memerintahkan beliau menikahi banyak wanita agar sunnah-sunnah yang
tidak tampak kecuali di rumah, bisa diriwayatkan secara utuh. Istri-istri
beliau berperan dalam meriwayatkan sunnah-sunnah beliau saat di rumah dan para
sahabat meriwayatkan sunnah-sunnah beliau ketika di luar rumah. Seandainya
beliau hanya beristrikan empat wanita, dua, atau satu saja, maka sunnah-sunnah
beliau di rumah hanya disandarkan pada orang yang sangat sedikit.
Masing-masing istrinya berasal dari suku yang berbeda, yang
membuatnya bisa membangun persaudaraan dan afinitas di seluruh jazirah Arab.
Ini menyebabkan keterikatan terhadap dirinya untuk menyebarkan komunitas Muslim
di kalangan orang-orang dengan latar belakang beraneka ragam, dan juga
menciptakan dan memelihaha kesetaraan, dan persaudaraan diantara mereka baik
dari segi praktis maupun agama.[1] Maka dalam makalah ini akan dibahas para ummahatul mukminin, para istri
Rasulullah SAW,
dari pernikahannya setelah Khadijah.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Siapa saja istri-istri Rasulullah yang kedua dan seterusnya?
B.
Bagaimana rumah tangga Rasulullah dari pernikahannya yang kedua dan
seterusnya?
III.
PEMBAHASAN
A.
Istri-istri Rasulullah yang Kedua dan Seterusnya
1.
SAUDAH
Ia termasuk suku Amir bin Lawi yang
merupakan anak suku Quraisy. Silsilah keturunannya adalah Saudah binti Zama’a
bin Qais bin Abdul Syam. Ibunya bernama samus. Sebelumnya ia dan suaminya Sakran
menetap di Mekkah. Lalu mereka bergabung dengan kelompok Muhajirin menuju
Absinia, dan saat kembali ke Mekkah itu, suaminya “Sakran” wafat.[2]
Setelah kematian Khadijah, Nabi
merasa sangat sedih dan terpukul. Melihat kondisinya, Khalah binti Hakim (istri
Usman bin mazun) menyarankan kepda Nabi bahwa ia membutuhkan sahabat untuk
mengurus rumah tangga dan anak-anak. Atas persetujuannya, Khalah menemui bapak
Saudah dan menyampaikan pesan tentang pernikahan. Saudahpun setuju dan
pernikahan terjadi dengan mahar sebesar 400 Dirham. Tahun pernikahan Saudah
dengan Nabi adalah tahun 10 setelah kerasulan tepatnya pada bulan bulan Syawal saat usianya menginjak
65 tahun. Ia tidak
melahirkan seorang anakpun setelah pernikahannya dengan Nabi tetapi ia memiliki
seorang putra, Abdul Rahman dari pernikahan sebelumnya dengan Sakran.
Sejarawan Waqdi menyatakan bahwa
Saudah wafat di Madinah pada tahun 54 H. Tetapi
menurut kebanyakan ulama seperti Imam Bukhari, Azhbi, Ibnu Abdul Bar dan
Khazraji menyatakan bahwa Saudah wafat pada akhir kekhalifahan Umar, yaitu pada
tahun 22 H. [3]
2.
AISYAH
Nama aslinya adalah Aisyah, gelarnya
adalah ash-Shiddiqah, dan Humaira adalah nama panggilannya. Ia adalah putra Abu
Bakar, khalifah pertama sesudah Nabi. Ibunya bernama Ummu Ruman, yang termasuk
bani Ghaam bin Malik.[4]
Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah, bertepatan pada bulan
Juli 614 M, yaitu akhir tahun ke-5 kenabian.
Diantara semua istri Rasul, Aisyah
memiliki perbedaan karena ia satu-satunya istri yang masih perawan. Aisyah
menikah dengan Rasulullah SAW 3 tahun sebelum hijrah setahun setelah beliau menikahi
Saudah, saat itu ia
berumur 6 tahun. Rasulullah mulai menggaulinya pada bulan Syawal tahun 1 H saat
Aisyah berumur 9 tahun setelah peristiwa hijrah, karena Aisyah tetap tinggal
dirumah ibunya di Mekkah selama kira-kira tiga setengah tahun.[5]
Sebagaiamana keterangan Aisyah sendiri tentang dirinya,
تزوّجني النّبيّ صلّى اللّه عليه وسلّم
وأنا بنت ستّ سنين ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
Nabi SAW menikahiku
ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9
tahun. (HR. Bukhari 3894 & Muslim 1422)
Dari dua riwayat Imam Ibnu Sa’ad
menyatakan bahwa mahar yang diberikan Rasulullah kepada Aisyah berupa rumah seharga 50 dirham. Ada juga riwayat dari Ibnu Ishaq yang
mengatakan bahwa maharnya sejumlah 400 dirham.[6]
Mayoritas orang menyangka bahwa cinta Rasul kepada Aisyah hanya karena
kecantikan dan kebaikannya. Namun sebab dan kaidah asal dalam masalah ini
adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah sendiri dan Abu Hurairah, yaitu hadits
yang menerangkan tentang perempuan yang diikahi karena empat perkara terutama
agamanya. Berdasarkan ini, perempuan yang paling dicintai Rasul adalah
perempuan yang paling bermanfaat dan berperan dalam memperjuangkan dan
menyebarkan Islam.[7]
Aisyah, wanita yang berakhlak mulia dan
sangat cerdas. Sebagian ulama mengatakan, A’isyah adalah wanita yang paling
paham tentang ajaran Muhammad di seluruh dunia. Karena jasa besar Aisyah, kita
bisa mengetahui banyak sunah di rumah tangga Rasulullah SAW. Beliau
meriwayatkan sekitar 2210 hadis, 316 diantaranya terdapat dalam shahih Bukhari
dan Muslim.
Aisyah wafat diusianya yang ke 67
tahun pada bulan Ramadhan, tahun 58 H. ia dimakamkan di Jannatul Baqi pada
malam hari. Abu Hurairah yang menjabat gubernur di madinah lah yang memimpin
shalat jenazah Aisyah.[8]
3.
HAFSAH
Hafsah adalah putri Umar bin Khatab.
Silsilahnya adalah Hafsah binti Umar bin Khatab bin Nufal bin Abdul Uza bin
Ribah bin Abdullah. Ibunya bernama Zainab binti Mazun. Pernikahan pertamanya
adalah dengan Khunais bin Hazafah. Setelah Perang Badr, Khunays meninggal
dunia. Usia Hafsah sendiri saat Khunais gugur baru
18 tahun. Pernikahan
dengan Muhammad SAW dilakukan sekitar 7 bulan setelah Hafsah menjanda. Nabi menikahinya pada tahun ke-3 H. Hafshah wafat di bulan Sya’ban tahun 45 H di
Madinah, di usia 60 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Baqi. [9]
4.
ZAINAB
Silsilah
keturunannya adalah Zainab binti Khuzaimah bin Abdullah bin Umar bin Abdul
manaf. Beliau bergelar Ummul Masakin, karena sangat belas kasih dengan orang
miskin dan banyak bergaul dengan mereka.
Sebelumnya, beliau bersuami Abdullah bin Jahsy ra. Kemudian Abdullah meninggal
di perang Uhud. Di tahun 4 H, Rasulullah SAW menikahinya pada tahun yang sama.
Namun usia pernikahan beliau tidak lama. Setelah tiga bulan berlangsung, Zainab
meninggal di bulan rabiul akhir, tahun 4 H saat usianya masih 30 tahun.
Rasulullah SAW menshalati jenazahnya dan beliau dimakamkan di
Baqi.[10]
5.
UMMU SALAMAH
Ummu Salamah (Hindun) berasal dari
suku Makhzum, pertama dinikahkan dengan Abu Salamah. Pasangan itu telah memeluk
agama Islam pada masa awal dan hijrah ke Abysinia Setelah kembali, mereka
hijrah ke Madinah dengan keempat anaknya. Suaminya ikut serta dalam banyak
peperangan dan karena terluka berat pada perang Uhud, menjadi syahid tak lama pada
tahun 4 H. sehingga meninggalkan dia dan
anak-anaknya dalam keadaan miskin. Dia saat itu berumur 39 tahun. Abu Bakar dan
beberapa sahabat lainnya mengajukan lamaran padanya, tapi karena sangat cintanya
pada suaminya, dia menolak. Baru setelah Nabi Muhammad SAW mengawininya dan
merawat anak-anaknya, dia bersedia. Pernikahan dilaksanakan tahun 4 H bulan Syawal. Beliau wafat tahun 59
H, ada yang mengatakan, 63 H, di usia 84 tahun dan dimakamkan di Baqi.[11]
Ummu Salamah adalah sosok kedua
setelah Aisyah yang memiliki kecerdasan tinggi, kemampuan untuk memahami dan
menguasai ilmu, serta pandangan progresif diantara istri-istri Nabi SAW. Ummu
Salamah juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam memahami berbagai persoalan dan menyimpulkan hukum-hukum fiqih setelah
Aisyah.[12]
6.
JUWAIRIYAH
Juwairiyah adalah putri seorag
pemimpin Bani Al-Musthaliq yang bernama Al-Harits bin Abi Dhirar. Karena kalah
perang dengan kaum Muslimin, kaumnya menjadi tawanan. Pemimpin yang kalah
tersebut diperlakukan dengan baik oleh Rasulullah lalu diikat dengan hubungan
kekeluargaan melalui pernikahan beliau dengan putrinya Juwairiyah pada tahun
ke-5 H. Sekitar 100 keluarga dibebaskan ketika Anshar dan Muhajirin tahu bahwa
Bani Mustaliq ini bersaudara dengan Nabi melalui pernikahan. Dengan cara ini,
hati Juwayriyah dan semua kaumnya dapat ditaklukkan. Sebelum masuk islam, dia
bernama Barrah, lalu atas perintah Rasulullah SAW diganti Juwairiyah. Sebelum menikah
dengan Rasul SAW, ia adalah istri Musafi’ bin Shafwan. Ia meninggal tahun 56 H saat usia 70 tahun.[13]
7.
ZAINAB BINTI JAHSY
Zainab adalah putri dari bibi
Rasulullah SAW yang bernama Ubayyah atau Anufah. Nabi menikahkannya dengan Zaid
bin Haritsah, budaknya yang telah merdeka dan menjadi anak angkatnya. Setelah
satu tahun, Zaid meneraikannya karena istrinya tersebut telah berkata kasar
kepadanya. Ketika sudah bercerai dengan Zaid, Nabi enggan untuk menikahinya
karena Zaid dikenal sebagai anak angkatnya dan menikahi janda dari anak
angkatnya dianggap memalukan berdasarkan tradisi Arab. Karena peristiwa itu,
turunlah QS. Al-Ahzab:37 dan 40.
Rasulullah SAW menikahi Zainab pada bulan Dzul Qa’dah
tahun 5 H. Ada yang mengatakan, bulan Sya’ban tahun 6 H. dalam pernikahan itu,
diadakan pesta mewah dan mengundang sekitar 300 tamu. Beliau wafat di zaman
Khalifah Umar pada tahun 20 H, di usia 53 tahun. Beliau adalah istri Rasulullah SAW yang meninggal pertama kali setelah
wafatnya Nabi SAW.[14]
8.
UMMU HABIBAH
Ummu Habibah adalah putri Abu Sufyan
bin Harb, seorang penguasa kota Mekkah. Ketika Ummu Habibah memeluk Islam ia
berani menentang ayahnya dan kabilahnya demi kesetiaannya kepada Allah,
kemudian berhijrah ke Abysinia dengan suaminya, Abdullah Jahish. Suaminya meninggal di
sana. Dia telah senidiri di pengasingan dan janda yang berduka di lingkungan
yang tak aman di antara orang-orang yang berbeda ras dan agama. Nabi, yang
mengetahui keadaannya yang menyedihkan, mengirimkan lamaran. Rasulullah
menikahinya pada tahun ke-6 H. saat itu Ummu Habibah telah berusia 40 tahun.[15]
Melalui pernikahan ini keluarga Abu
Sufyan yang kuat terhubung dengan pribadi dan keluarga Nabi, sebuah fakta yang
menyebabkan mereka memikirkan kembali penentangannya. Pernikahan ini juga
mempengaruhi keluarga dekat Abu Sufyan dan Bani Umayyah, yang menguasai dunia
Muslim hampir seratus tahun. Klain ini, yang anggota-anggotanya pernah menjadi
musuh Islam, melahirkan beberapa pejuang, pemerintah dan gubernur Islam
termasyhur pada periode awal. Pernikahannya dengan Ummu Habiba inilah perubahan
itu dimulai, kedermawanan dan kemurahan hati Nabi jelas menguasai mereka.[16]Ummu
Habibah wafat pada tahun 44 H saat usianya 73 tahun dan dimakamkan dirumah Ali.[17]
9.
MAIMUNAH
Maimunah
Berasal dari keluarga bangsawan Quraish. maka oleh pamannya yang bernama Abbas
bin Abdul Muthalib diusulkan agar Muhammad menikahi Maimunah yang akan
menguatkan ikatan persaudaraan. Muhammad SAW setuju dan pernikahan dilakukan di
Sarf sektiar 10 km dari Mekah. Dia masih berumur 36 tahun ketika menikah dengan Nabi Muhammad SAW
yang sudah 60 tahun. Suami pertamanya adalah Aba Rahim bin
Abdul Uza. Rasulullah SAW menikahinya pada bulan Dzul Qo’dah
tahun ke-7 H, seusai umrah qadha. Maimunah mulai tinggal bersama Nabi SAW setelah perjalanan pulang dari Mekah 9 mil menuju Madinah. Beliau meninggal
ketika perjalanan pulang dari Haji tahun 51 H di daerah Sarf dan dimakamkan di
Sarf.[18]
10.
SHAFIYAH BINTI HUYAY
Shafiyah adalah putri pemimpin
Yahudi dari Khaybar terkemuka bernama Huyag, yang pernah membujuk Bani Qurayza
untuk melanggar perjanjian dengan Nabi. Dalam peperangan antara Bani Israil dan
Islam, ayahnya tewas bersama suami dan kakaknya sehingga ia jatuh menjadi budak
pasukan muslimin. [19]
Sikap dan tindakan keluarga dan
kerabatnya mungkin menyebabkan dirinya memendam rasa benci dan ingin membalas
kaum Muslim. Tetapi tiga hari sebelum Nabi muncul di depan benteng Khaybar, ia
bermimpi tentang bulan yang cemerlang muncul dari Madinah, bergerak kearah
Khaybar dan jatuh ke pangkuannya. Dia menceritakan: “Saat aku ditangkap, aku
mulai berharap mimpiku menjadi kenyataan.” Ketika dia dibawa kehadapan Nabi,
dia dengan murah hati membebaskannya dan menawarinya pilihan tetap sebagai
wanita beragama Yahudi dan kembali kepada kaumnya ataukah memilih Islam dan
menjadi istrinya. “Aku memilih Allah dan Rasul-Nya,” katanya. Mereka tak lama
kemudian menikah pada tahun ke-7 H. Pernikahan ini juga mengubah sikap dari
banyak kaum Yahudi. karena mereka mulai mengenal Nabi lebih dekat. Shafiyah
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 50 H saat usianya menginjak 60 tahun. [20]
Demikianlah
wanita-wanita istimewa yang mendampingi Rasulullah SAW dan menjadi keluarga beliau
setelah kematian Khadijah, istri pertama Rasulullah. Sementara ada dua wanita
yang melakukan akad dengan Nabi SAW,
namun tidak dikumpuli Rasulullah SAW.
Mereka dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Tentang siapa nama dua wanita ini, diperselisihkan para
ulama. Disamping itu, Rasulullah SAW juga menikahi wanita yang bukan wanita
merdeka. Mereka adalah sebagai berikut:
a.
Mariyah Al-Qibtiyah, beliau adalah hadiah dari raja Muqauqis
sebagai jawaban atas surat Rasulullah SAW yang mengajaknya untuk masuk islam.
Dari Mariyah, Rasulullah mendapatkan
seorang anak bernama Ibrahim. Namun putra beliau ini meninggal sebelum genap
usia 2 tahun dan dimakamkan bersama istri Rasulullah lainnya. Tiga tahun setelah menikah, Nabi
SAW meninggal dunia, dan ia meninggal 5 tahun kemudian, tahun 16 H dan dimakamkan
di Al-Baqi.
b.
Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah, beliau tawanan bani Quraidzah, beliau
dibebaskan oleh Rasulullah dan
dijadikan istrinya.[21]
B.
Rumah Tangga Rasulullah dari Pernikahannya yang Kedua dan
Seterusnya
Perkawinan Rasulullah dengan sekian
banyak wanita justru pada masa-masa akhir hidup beliau setelah melewati tiga
puluh tahun dari masa muda beliau, yang pada masa itu hanya bertahan bersama
satu wanita yaitu Khadijah. Setelah Khadijah wafat Rasul baru menikah untuk
kedua kalinya.[22]
Kehidupan rumah tangga yang dijalani
Rasulullah SAW bersama Ummahatul Mukminin mencerminkan kehidupan yang
terhormat dan harmonis. Derajat mereka setingkat lebih tinggi dalam hal
kemuliaan, tawadhu, pengabdian, dan kewajiban memenuhi hak-hak suami. Padahal
hidup beliau tak lekang dari keprihatinan dan kesederhanaan.[23]
Rasulullah membangun gubug-gubug disekeliling Masjid Nabawi sebagai tempat
tinggal dirinya dan keluarganya. Setiap gubug memiliki dua pintu, pintu luar
dan pintu dalam yang menempel dengan masjid, sehingga memudahkan Nabi keluar
masuk kedalam masjid.[24]
Jika hendak keluar (bepergian),
Rasulullah mengundi istri-istrinya untuk mengetahui siapa yang akan menyertai
beliau. Pernah suatu hari Aisyah mendapat bagian untuk menemani Rasul SAW dalam
perang Murasi’ tahun ke-5 H. Aisyah diangkut di hawdah (tandu diatas
unta). Ketika Rasulullah menyelesaikan perang tersebut, setibanya didekat
Madinah rombongan Rasulullah beristirahat dan kemudian berangkat lagi. Dalam
perjalanan itu, Aisyah tertinggal karena mencari kalungnya yang hilang waktu
sehabis buang hajat, dan rombongannya tidak menyadarinya karena mereka megira
Aisyah sudah didalam hawdah–nya.
Ketika akan kembali ke peristirahatannya, tidak ada seorangpun kemudian Aisyah
berbaring berharap ada yang mencarinya.
Shafwan bin Al-Mu’aththal, salah
seorang tentara terlambat berangkat karena suatu keperluan. Ia melihat Aisyah
dan membawa istri Rasul tersebut bersamanya. Karena peristiwa ini, timbul
fitnah (Haditsul-Ifk) tentang Aisyah dan Shafwan telah berzina. Berita
ini datang dan menyebar dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Mendengar berita ini,
Rasulullah sampai meminta pertimbangan para sahabatnya untuk menceraikan
Aisyah, namun mereka tidak ada yang setuju. Akhirnya Rasulullah percaya kepada
Aisyah dan para sahabatnya dan beliau berdiri diatas mimbar untuk mengumumkan
kesucian Aisyah. Karena insiden ini, turunlah QS. An-Nur: 11-26.[25]
Kehidupan para istri nabi terjalin
dengan penuh toleransi antara satu dengan yang lain. Misalnya ketika usiannya
menginjak senja, Saudah memahami kondisi Rasulullah dan mulai mengisolir
dirinya sendiri. menyerahkan jatah gilir malamnya untuk Aisyah. Dengan harapan,
Saudah bisa tetap menjadi istri Rasulullah SAW sampai meninggal, sehingga bisa
menemani beliau di surga, dan hal ini diterima oleh Rasulullah. Terkait
peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya disurat An-Nisa ayat 128.[26]
Namun sebagaimana manusia biasa,
wajar terjadi kecemburuan diantara istri-istri Rasul. Contohnya, Aisyah pernah mengungkapkan isi
hatinya terkait Ummu Salamah,
“Ketika Rasulullah SAW menikahi Ummu Salamah, aku sangat sedih sekali. Karena banyak
orang menyebut kecantikan Ummu Salamah. Akupun mendekatinya untuk bisa
melihatnya. Setelah aku melihatnya, demi Allah, dia jauh-jauh lebih cantik dan
lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Akupun menceritakannya kepada Hafshah
– mereka satu kubu – kata Hafshah, “Tidak perlu cemas, demi Allah, itu hanya
karena bawaan cemburu.”
Kecemburuan memang tak dapat
dihindari di rumah tangga Nabi, dan untuk mengatasinya, beliau melakukan yang
terbaik. Suatu ketika beliau memasuki sebuah ruangan tempat para istri dan
keluarganya yag lain tengah berkumpul, menggenggam sebuah kalung onik yang baru
saja dibeli. Senbari menunjukkan kalung itu kepada mereka beliau berkata,
“Kalung ini akan kuberikan kepada orang yang paling kukasihi diantara kalian”.
Beberapa istrinya mulai berbisik-bisik satu sama lain, “ia pasti memberikannya
kepada putri Abu Bakar”. Namun setelah membiarkan cukup lama, beliau memanggil
cucu kecilnya Umamah, dan memasang kalung itu ke lehernya.[27]
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah
untuk mengunjungi semua istrinya dan bercengkrama sebentar dengan mereka setiap
habis shalat Ashar. Suatu hari beliau duduk lama ditempat Zainab binti Jahsy,
sehingga istri-istri yang lain dibuat menunggu. Beliau lama ditempat Zainab
karena ada seseorang dari kaum Zainab yang memberinya madu (minuman
kesukaannya). Aisyah dan Hafsah sepakat jika Rasul datang harus mengatakan
“saya mencium bau buah maghafir dari anda” sedang Rasul sangat membenci
bau-bauan pada dirinya. Mulai saat itu, beliau membenci madu dan berjanji tidak
akan meminumnya. Karena itu turun QS. At-Tahrim:1-4. Inilah yang disebut
peristiwa Tahrim.[28]
Sekalipun dalam keadaan yang serba
kekurangan, istri-istri Rasulullah tidak pernah menuntut macam-macam kecuali
sekali yang menyebabkan Rasulullah meng-ila’ istri-istrinya (Sumpah untuk tidak
Menggauli Istri). Itu terjadi pada tahun ke-9 H.
Setelah perang khaybar, nabi mulai
memberi istri-istrinya belanja untuk menutupi kebutuhan mereka selama satu
tahun sebanyak 80 wasaq kurma dan 20 wasaq gandum.[29]
ketika itu negara Islam mengalami kejayaan, namun keluarga Nabi tetap hidup
dalam kesederhanaan dan kesusahan, serta tetap memelihara sikap zuhud dan qana’ah.
Sebagaimana diketahui, diantara istri-istri Rasul ada yang merupakan putri
dari pemimpin kaya raya yang terbiasa hidup mewah. Maka melihat kekayaan kaum
muslimin mulai bertambah, mereka meminta tambahan belanja dan perhiasan.
Akhirnya beliau pergi ke bilik
tempat minumnya dan mengisolasi diri disana. Beliau meng-ila’ istri-istrinya
selama sebulan. Maka mulailah orang-orang munafik menyebarkan isu bahwa
Rasulullah menceraikan istri-istrinya.[30]
Karena peristiwa ini, Allah menurunkan QS. Al-Ahzab:28-29 yang berisi pilihan
antara kehidupan dunia atau memilih Allah dan Rasul-Nya. Diantara bukti
kemuliaan dan kehormatan mereka, maka mereka memilih Allah dan Rasul-Nya. Tak
seorangpun diantara mereka yang berpaling kepada keduniaan.[31]
IV.
SIMPULAN
Setelah
wafatnya Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW, beliau menikah dengan 12 orang
istri. Mereka adalah Saudah, Aisyah, Hafsah, Ummu salamah, Juwairiyah, Zainab,
Zainab binti Jahsy, Ummu Habibah, Maimunah, dan Shafiyah. Rasulullah SAW juga menikahi wanita yang bukan wanita
merdeka mereka adalah Mariyah Al-Qibtiyah
dan Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah. Sementara ada dua wanita yang melakukan akad dengan Nabi SAW, namun tidak dikumpuli
Rasulullah SAW.
Mereka dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Dua diantaranya
meninggal sebelum beliau: Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah.
Kehidupan rumah tangga yang dijalani Rasulullah SAW bersama Ummahatul
Mukminin mencerminkan kehidupan yang terhormat dan harmonis. Derajat mereka
setingkat lebih tinggi dalam hal kemuliaan, tawadhu, pengabdian, dan kewajiban
memenuhi hak-hak suami. Padahal hidup beliau tak lekang dari keprihatinan dan
kesederhanaan. Keidupan istri-istri Nabi terjalin secara harmonis, saling
toleransi satu sama lain meski kadang terjadi kecemburuan antar yang lain
sebagaimana manusia biasa. Dalam rumah tangganya dengan istri-istrinya, banyak
peristiwa yang terjadi sehingga peristiwa-peristiwa itu menjadi asbabun
nuzul beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Peristiwa-peristiwa tersebut
diantaranya haditsul-ifk, tahrim, rasul menikahi janda dari anak
angkatnya, sampai peristiwa Rasul meng-ila’ istri-istrinya,
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami sajikan dengan
keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Kritik yang konstruktif sangat kami
harapkan. Semoga bermanfaat bagi pembaca umumnya dan pemakalah khususnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ghazali, Muhammad Al, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad,
Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008
Gulen, M. Fethullah Versi Terdalam : Kehidupan Rasul allah
Muhammad SAW, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002
Hamid, Syamsul
Rijal, Buku Pintar Agama Islam, Bogor: Penebar Salam, 2002
Lings, Martin, MUHAMMAD Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber
Klasik, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009
Mishri, Abu Abdurrahman Al, Air Mata Nabi, Jakarta:AMZAH,
2008
Mubarakfuri, Shafiyyurrahman Al, Sirah Nabawiyah, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2012
Nadawi, Sulaiman An, Aisyah The Greatest Woman in Islam, Jakarta:
Qisthi Press, 2007
Nadwi, Maulana Saeed Ansari, Para Sahabat Wanita yang Akrab
dalam Kahiupan Rasul, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar