Sabtu, 29 Oktober 2016

Sirah Nabawi Pernikahan Rasul

PERNIKAHAN RASULULLAH SAW YANG KEDUA
DAN SETERUSNYA

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Sirah Nabawiyah
Dosen pengampu : Mustopa, M.Ag




Disusun Oleh :
Kelompok 8, PAI-5A
Ummu Hanifah                 (113111022)
A. Nasruddin Al Bani      (113111024)   



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

PERNIKAHAN RASULULLAH SAW YANG KEDUA
DAN SETERUSNYA
I.          PENDAHULUAN
Salah satu aturan syariat yang hanya berlaku untuk Rasulullah SAW, beliau diizinkan untuk menikahi lebih dari 4 wanita. Setiap orang yang memahami sejarah dakwah Nabi SAW dengan benar, akan berkesimpulan, pernikahan yang beliau lakukan sangat sarat dengan tujuan yang mendukung dakwah. Allah SWT memerintahkan beliau menikahi banyak wanita agar sunnah-sunnah yang tidak tampak kecuali di rumah, bisa diriwayatkan secara utuh. Istri-istri beliau berperan dalam meriwayatkan sunnah-sunnah beliau saat di rumah dan para sahabat meriwayatkan sunnah-sunnah beliau ketika di luar rumah. Seandainya beliau hanya beristrikan empat wanita, dua, atau satu saja, maka sunnah-sunnah beliau di rumah hanya disandarkan pada orang yang sangat sedikit.
Masing-masing istrinya berasal dari suku yang berbeda, yang membuatnya bisa membangun persaudaraan dan afinitas di seluruh jazirah Arab. Ini menyebabkan keterikatan terhadap dirinya untuk menyebarkan komunitas Muslim di kalangan orang-orang dengan latar belakang beraneka ragam, dan juga menciptakan dan memelihaha kesetaraan, dan persaudaraan diantara mereka baik dari segi praktis maupun agama.[1] Maka dalam makalah ini akan dibahas para ummahatul mukminin, para istri Rasulullah SAW, dari pernikahannya setelah Khadijah.
II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Siapa saja istri-istri Rasulullah yang kedua dan seterusnya?
B.     Bagaimana rumah tangga Rasulullah dari pernikahannya yang kedua dan seterusnya?
III.          PEMBAHASAN
A.  Istri-istri Rasulullah yang Kedua dan Seterusnya
1.    SAUDAH
Ia termasuk suku Amir bin Lawi yang merupakan anak suku Quraisy. Silsilah keturunannya adalah Saudah binti Zama’a bin Qais bin Abdul Syam. Ibunya bernama samus. Sebelumnya ia dan suaminya Sakran menetap di Mekkah. Lalu mereka bergabung dengan kelompok Muhajirin menuju Absinia, dan saat kembali ke Mekkah itu, suaminya “Sakran” wafat.[2]
Setelah kematian Khadijah, Nabi merasa sangat sedih dan terpukul. Melihat kondisinya, Khalah binti Hakim (istri Usman bin mazun) menyarankan kepda Nabi bahwa ia membutuhkan sahabat untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak. Atas persetujuannya, Khalah menemui bapak Saudah dan menyampaikan pesan tentang pernikahan. Saudahpun setuju dan pernikahan terjadi dengan mahar sebesar 400 Dirham. Tahun pernikahan Saudah dengan Nabi adalah tahun 10 setelah kerasulan tepatnya pada bulan bulan Syawal saat usianya menginjak 65 tahun. Ia tidak melahirkan seorang anakpun setelah pernikahannya dengan Nabi tetapi ia memiliki seorang putra, Abdul Rahman dari pernikahan sebelumnya dengan Sakran.
Sejarawan Waqdi menyatakan bahwa Saudah wafat di Madinah pada tahun 54 H. Tetapi  menurut kebanyakan ulama seperti Imam Bukhari, Azhbi, Ibnu Abdul Bar dan Khazraji menyatakan bahwa Saudah wafat pada akhir kekhalifahan Umar, yaitu pada tahun 22 H. [3]
2.    AISYAH
Nama aslinya adalah Aisyah, gelarnya adalah ash-Shiddiqah, dan Humaira adalah nama panggilannya. Ia adalah putra Abu Bakar, khalifah pertama sesudah Nabi. Ibunya bernama Ummu Ruman, yang termasuk bani Ghaam bin Malik.[4] Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah, bertepatan pada bulan Juli 614 M, yaitu akhir tahun ke-5 kenabian.
Diantara semua istri Rasul, Aisyah memiliki perbedaan karena ia satu-satunya istri yang masih perawan. Aisyah menikah dengan Rasulullah SAW 3 tahun sebelum hijrah setahun setelah beliau menikahi Saudah, saat itu ia berumur 6 tahun. Rasulullah mulai menggaulinya pada bulan Syawal tahun 1 H saat Aisyah berumur 9 tahun setelah peristiwa hijrah, karena Aisyah tetap tinggal dirumah ibunya di Mekkah selama kira-kira tiga setengah tahun.[5] Sebagaiamana keterangan Aisyah sendiri tentang dirinya,
تزوّجني النّبيّ صلّى اللّه عليه وسلّم وأنا بنت ستّ سنين ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
Nabi SAW menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun. (HR. Bukhari 3894 & Muslim 1422)
Dari dua riwayat Imam Ibnu Sa’ad menyatakan bahwa mahar yang diberikan Rasulullah kepada Aisyah berupa rumah seharga 50 dirham. Ada juga riwayat dari Ibnu Ishaq yang mengatakan bahwa maharnya sejumlah 400 dirham.[6] Mayoritas orang menyangka bahwa cinta Rasul kepada Aisyah hanya karena kecantikan dan kebaikannya. Namun sebab dan kaidah asal dalam masalah ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah sendiri dan Abu Hurairah, yaitu hadits yang menerangkan tentang perempuan yang diikahi karena empat perkara terutama agamanya. Berdasarkan ini, perempuan yang paling dicintai Rasul adalah perempuan yang paling bermanfaat dan berperan dalam memperjuangkan dan menyebarkan Islam.[7]
Aisyah, wanita yang berakhlak mulia dan sangat cerdas. Sebagian ulama mengatakan, A’isyah adalah wanita yang paling paham tentang ajaran Muhammad di seluruh dunia. Karena jasa besar Aisyah, kita bisa mengetahui banyak sunah di rumah tangga Rasulullah SAW. Beliau meriwayatkan sekitar 2210 hadis, 316 diantaranya terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim.
Aisyah wafat diusianya yang ke 67 tahun pada bulan Ramadhan, tahun 58 H. ia dimakamkan di Jannatul Baqi pada malam hari. Abu Hurairah yang menjabat gubernur di madinah lah yang memimpin shalat jenazah Aisyah.[8]
3.    HAFSAH
Hafsah adalah putri Umar bin Khatab. Silsilahnya adalah Hafsah binti Umar bin Khatab bin Nufal bin Abdul Uza bin Ribah bin Abdullah. Ibunya bernama Zainab binti Mazun. Pernikahan pertamanya adalah dengan Khunais bin Hazafah. Setelah Perang Badr, Khunays meninggal dunia. Usia Hafsah sendiri saat Khunais gugur baru 18 tahun. Pernikahan dengan Muhammad SAW dilakukan sekitar 7 bulan setelah Hafsah menjanda. Nabi menikahinya pada tahun ke-3 H.  Hafshah wafat di bulan Sya’ban tahun 45 H di Madinah, di usia 60 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Baqi. [9]
4.    ZAINAB
Silsilah keturunannya adalah Zainab binti Khuzaimah bin Abdullah bin Umar bin Abdul manaf. Beliau bergelar Ummul Masakin, karena sangat belas kasih dengan orang miskin dan banyak bergaul dengan mereka. Sebelumnya, beliau bersuami Abdullah bin Jahsy ra. Kemudian Abdullah meninggal di perang Uhud. Di tahun 4 H, Rasulullah SAW menikahinya pada tahun yang sama. Namun usia pernikahan beliau tidak lama. Setelah tiga bulan berlangsung, Zainab meninggal di bulan rabiul akhir, tahun 4 H saat usianya masih 30 tahun. Rasulullah SAW menshalati jenazahnya dan beliau dimakamkan di Baqi.[10]
5.    UMMU SALAMAH
Ummu Salamah (Hindun) berasal dari suku Makhzum, pertama dinikahkan dengan Abu Salamah. Pasangan itu telah memeluk agama Islam pada masa awal dan hijrah ke Abysinia Setelah kembali, mereka hijrah ke Madinah dengan keempat anaknya. Suaminya ikut serta dalam banyak peperangan dan karena terluka berat pada perang Uhud, menjadi syahid tak lama pada tahun 4 H. sehingga meninggalkan dia dan anak-anaknya dalam keadaan miskin. Dia saat itu berumur 39 tahun. Abu Bakar dan beberapa sahabat lainnya mengajukan lamaran padanya, tapi karena sangat cintanya pada suaminya, dia menolak. Baru setelah Nabi Muhammad SAW mengawininya dan merawat anak-anaknya, dia bersedia. Pernikahan dilaksanakan tahun 4 H bulan Syawal. Beliau wafat tahun 59 H, ada yang mengatakan, 63 H, di usia 84 tahun dan dimakamkan di Baqi.[11]
Ummu Salamah adalah sosok kedua setelah Aisyah yang memiliki kecerdasan tinggi, kemampuan untuk memahami dan menguasai ilmu, serta pandangan progresif diantara istri-istri Nabi SAW. Ummu Salamah juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam memahami berbagai persoalan dan menyimpulkan hukum-hukum fiqih setelah Aisyah.[12]
6.    JUWAIRIYAH
Juwairiyah adalah putri seorag pemimpin Bani Al-Musthaliq yang bernama Al-Harits bin Abi Dhirar. Karena kalah perang dengan kaum Muslimin, kaumnya menjadi tawanan. Pemimpin yang kalah tersebut diperlakukan dengan baik oleh Rasulullah lalu diikat dengan hubungan kekeluargaan melalui pernikahan beliau dengan putrinya Juwairiyah pada tahun ke-5 H. Sekitar 100 keluarga dibebaskan ketika Anshar dan Muhajirin tahu bahwa Bani Mustaliq ini bersaudara dengan Nabi melalui pernikahan. Dengan cara ini, hati Juwayriyah dan semua kaumnya dapat ditaklukkan. Sebelum masuk islam, dia bernama Barrah, lalu atas perintah Rasulullah SAW diganti Juwairiyah. Sebelum menikah dengan Rasul SAW, ia adalah istri Musafi’ bin Shafwan. Ia meninggal tahun 56 H saat usia 70 tahun.[13]
7.    ZAINAB BINTI JAHSY
Zainab adalah putri dari bibi Rasulullah SAW yang bernama Ubayyah atau Anufah. Nabi menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah, budaknya yang telah merdeka dan menjadi anak angkatnya. Setelah satu tahun, Zaid meneraikannya karena istrinya tersebut telah berkata kasar kepadanya. Ketika sudah bercerai dengan Zaid, Nabi enggan untuk menikahinya karena Zaid dikenal sebagai anak angkatnya dan menikahi janda dari anak angkatnya dianggap memalukan berdasarkan tradisi Arab. Karena peristiwa itu, turunlah QS. Al-Ahzab:37 dan 40.
Rasulullah SAW menikahi Zainab pada bulan Dzul Qa’dah tahun 5 H. Ada yang mengatakan, bulan Sya’ban tahun 6 H. dalam pernikahan itu, diadakan pesta mewah dan mengundang sekitar 300 tamu. Beliau wafat di zaman Khalifah Umar pada tahun 20 H, di usia 53 tahun. Beliau adalah istri Rasulullah SAW yang meninggal pertama kali setelah wafatnya Nabi SAW.[14]
8.    UMMU HABIBAH
Ummu Habibah adalah putri Abu Sufyan bin Harb, seorang penguasa kota Mekkah. Ketika Ummu Habibah memeluk Islam ia berani menentang ayahnya dan kabilahnya demi kesetiaannya kepada Allah, kemudian berhijrah ke Abysinia dengan suaminya, Abdullah Jahish. Suaminya meninggal di sana. Dia telah senidiri di pengasingan dan janda yang berduka di lingkungan yang tak aman di antara orang-orang yang berbeda ras dan agama. Nabi, yang mengetahui keadaannya yang menyedihkan, mengirimkan lamaran. Rasulullah menikahinya pada tahun ke-6 H. saat itu Ummu Habibah telah berusia 40 tahun.[15]
Melalui pernikahan ini keluarga Abu Sufyan yang kuat terhubung dengan pribadi dan keluarga Nabi, sebuah fakta yang menyebabkan mereka memikirkan kembali penentangannya. Pernikahan ini juga mempengaruhi keluarga dekat Abu Sufyan dan Bani Umayyah, yang menguasai dunia Muslim hampir seratus tahun. Klain ini, yang anggota-anggotanya pernah menjadi musuh Islam, melahirkan beberapa pejuang, pemerintah dan gubernur Islam termasyhur pada periode awal. Pernikahannya dengan Ummu Habiba inilah perubahan itu dimulai, kedermawanan dan kemurahan hati Nabi jelas menguasai mereka.[16]Ummu Habibah wafat pada tahun 44 H saat usianya 73 tahun dan dimakamkan dirumah Ali.[17]
9.    MAIMUNAH
Maimunah Berasal dari keluarga bangsawan Quraish. maka oleh pamannya yang bernama Abbas bin Abdul Muthalib diusulkan agar Muhammad menikahi Maimunah yang akan menguatkan ikatan persaudaraan. Muhammad SAW setuju dan pernikahan dilakukan di Sarf sektiar 10 km dari Mekah. Dia masih berumur 36 tahun ketika menikah dengan Nabi Muhammad SAW yang sudah 60 tahun. Suami pertamanya adalah Aba Rahim bin Abdul Uza. Rasulullah SAW menikahinya pada bulan Dzul Qo’dah tahun ke-7 H, seusai umrah qadha. Maimunah mulai tinggal bersama Nabi SAW setelah perjalanan pulang dari Mekah 9 mil menuju Madinah. Beliau meninggal ketika perjalanan pulang dari Haji tahun 51 H di daerah Sarf dan dimakamkan di Sarf.[18]
10.    SHAFIYAH BINTI HUYAY
Shafiyah adalah putri pemimpin Yahudi dari Khaybar terkemuka bernama Huyag, yang pernah membujuk Bani Qurayza untuk melanggar perjanjian dengan Nabi. Dalam peperangan antara Bani Israil dan Islam, ayahnya tewas bersama suami dan kakaknya sehingga ia jatuh menjadi budak pasukan muslimin. [19]
Sikap dan tindakan keluarga dan kerabatnya mungkin menyebabkan dirinya memendam rasa benci dan ingin membalas kaum Muslim. Tetapi tiga hari sebelum Nabi muncul di depan benteng Khaybar, ia bermimpi tentang bulan yang cemerlang muncul dari Madinah, bergerak kearah Khaybar dan jatuh ke pangkuannya. Dia menceritakan: “Saat aku ditangkap, aku mulai berharap mimpiku menjadi kenyataan.” Ketika dia dibawa kehadapan Nabi, dia dengan murah hati membebaskannya dan menawarinya pilihan tetap sebagai wanita beragama Yahudi dan kembali kepada kaumnya ataukah memilih Islam dan menjadi istrinya. “Aku memilih Allah dan Rasul-Nya,” katanya. Mereka tak lama kemudian menikah pada tahun ke-7 H. Pernikahan ini juga mengubah sikap dari banyak kaum Yahudi. karena mereka mulai mengenal Nabi lebih dekat. Shafiyah meninggal pada bulan Ramadhan tahun 50 H saat usianya menginjak 60 tahun. [20]
Demikianlah wanita-wanita istimewa yang mendampingi Rasulullah SAW dan menjadi keluarga beliau setelah kematian Khadijah, istri pertama Rasulullah. Sementara ada dua wanita yang melakukan akad dengan Nabi SAW, namun tidak dikumpuli Rasulullah SAW. Mereka dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Tentang siapa nama dua wanita ini, diperselisihkan para ulama. Disamping itu, Rasulullah SAW juga menikahi wanita yang bukan wanita merdeka. Mereka adalah sebagai berikut:
a.    Mariyah Al-Qibtiyah, beliau adalah hadiah dari raja Muqauqis sebagai jawaban atas surat Rasulullah SAW yang mengajaknya untuk masuk islam. Dari Mariyah, Rasulullah mendapatkan seorang anak bernama Ibrahim. Namun putra beliau ini meninggal sebelum genap usia 2 tahun dan dimakamkan bersama istri Rasulullah lainnya. Tiga tahun setelah menikah, Nabi SAW meninggal dunia, dan ia meninggal 5 tahun kemudian, tahun 16 H dan dimakamkan di Al-Baqi.
b.    Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah, beliau tawanan bani Quraidzah, beliau dibebaskan oleh Rasulullah  dan dijadikan istrinya.[21]
B.  Rumah Tangga Rasulullah dari Pernikahannya yang Kedua dan Seterusnya
Perkawinan Rasulullah dengan sekian banyak wanita justru pada masa-masa akhir hidup beliau setelah melewati tiga puluh tahun dari masa muda beliau, yang pada masa itu hanya bertahan bersama satu wanita yaitu Khadijah. Setelah Khadijah wafat Rasul baru menikah untuk kedua kalinya.[22]
Kehidupan rumah tangga yang dijalani Rasulullah SAW bersama Ummahatul Mukminin mencerminkan kehidupan yang terhormat dan harmonis. Derajat mereka setingkat lebih tinggi dalam hal kemuliaan, tawadhu, pengabdian, dan kewajiban memenuhi hak-hak suami. Padahal hidup beliau tak lekang dari keprihatinan dan kesederhanaan.[23] Rasulullah membangun gubug-gubug disekeliling Masjid Nabawi sebagai tempat tinggal dirinya dan keluarganya. Setiap gubug memiliki dua pintu, pintu luar dan pintu dalam yang menempel dengan masjid, sehingga memudahkan Nabi keluar masuk kedalam masjid.[24]
Jika hendak keluar (bepergian), Rasulullah mengundi istri-istrinya untuk mengetahui siapa yang akan menyertai beliau. Pernah suatu hari Aisyah mendapat bagian untuk menemani Rasul SAW dalam perang Murasi’ tahun ke-5 H. Aisyah diangkut di hawdah (tandu diatas unta). Ketika Rasulullah menyelesaikan perang tersebut, setibanya didekat Madinah rombongan Rasulullah beristirahat dan kemudian berangkat lagi. Dalam perjalanan itu, Aisyah tertinggal karena mencari kalungnya yang hilang waktu sehabis buang hajat, dan rombongannya tidak menyadarinya karena mereka megira Aisyah sudah didalam  hawdah–nya. Ketika akan kembali ke peristirahatannya, tidak ada seorangpun kemudian Aisyah berbaring berharap ada yang mencarinya.
Shafwan bin Al-Mu’aththal, salah seorang tentara terlambat berangkat karena suatu keperluan. Ia melihat Aisyah dan membawa istri Rasul tersebut bersamanya. Karena peristiwa ini, timbul fitnah (Haditsul-Ifk) tentang Aisyah dan Shafwan telah berzina. Berita ini datang dan menyebar dari Abdullah bin Ubay bin Salul. Mendengar berita ini, Rasulullah sampai meminta pertimbangan para sahabatnya untuk menceraikan Aisyah, namun mereka tidak ada yang setuju. Akhirnya Rasulullah percaya kepada Aisyah dan para sahabatnya dan beliau berdiri diatas mimbar untuk mengumumkan kesucian Aisyah. Karena insiden ini, turunlah QS. An-Nur: 11-26.[25]    
Kehidupan para istri nabi terjalin dengan penuh toleransi antara satu dengan yang lain. Misalnya ketika usiannya menginjak senja, Saudah memahami kondisi Rasulullah dan mulai mengisolir dirinya sendiri. menyerahkan jatah gilir malamnya untuk Aisyah. Dengan harapan, Saudah bisa tetap menjadi istri Rasulullah SAW sampai meninggal, sehingga bisa menemani beliau di surga, dan hal ini diterima oleh Rasulullah. Terkait peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya disurat An-Nisa ayat 128.[26]
Namun sebagaimana manusia biasa, wajar terjadi kecemburuan diantara istri-istri Rasul. Contohnya, Aisyah pernah mengungkapkan isi hatinya terkait Ummu Salamah,
 “Ketika Rasulullah SAW menikahi Ummu Salamah, aku sangat sedih sekali. Karena banyak orang menyebut kecantikan Ummu Salamah. Akupun mendekatinya untuk bisa melihatnya. Setelah aku melihatnya, demi Allah, dia jauh-jauh lebih cantik dan lebih indah dari apa yang aku bayangkan. Akupun menceritakannya kepada Hafshah – mereka satu kubu – kata Hafshah, “Tidak perlu cemas, demi Allah, itu hanya karena bawaan cemburu.”
Kecemburuan memang tak dapat dihindari di rumah tangga Nabi, dan untuk mengatasinya, beliau melakukan yang terbaik. Suatu ketika beliau memasuki sebuah ruangan tempat para istri dan keluarganya yag lain tengah berkumpul, menggenggam sebuah kalung onik yang baru saja dibeli. Senbari menunjukkan kalung itu kepada mereka beliau berkata, “Kalung ini akan kuberikan kepada orang yang paling kukasihi diantara kalian”. Beberapa istrinya mulai berbisik-bisik satu sama lain, “ia pasti memberikannya kepada putri Abu Bakar”. Namun setelah membiarkan cukup lama, beliau memanggil cucu kecilnya Umamah, dan memasang kalung itu ke lehernya.[27]
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah untuk mengunjungi semua istrinya dan bercengkrama sebentar dengan mereka setiap habis shalat Ashar. Suatu hari beliau duduk lama ditempat Zainab binti Jahsy, sehingga istri-istri yang lain dibuat menunggu. Beliau lama ditempat Zainab karena ada seseorang dari kaum Zainab yang memberinya madu (minuman kesukaannya). Aisyah dan Hafsah sepakat jika Rasul datang harus mengatakan “saya mencium bau buah maghafir dari anda” sedang Rasul sangat membenci bau-bauan pada dirinya. Mulai saat itu, beliau membenci madu dan berjanji tidak akan meminumnya. Karena itu turun QS. At-Tahrim:1-4. Inilah yang disebut peristiwa Tahrim.[28] 
Sekalipun dalam keadaan yang serba kekurangan, istri-istri Rasulullah tidak pernah menuntut macam-macam kecuali sekali yang menyebabkan Rasulullah meng-ila’ istri-istrinya (Sumpah untuk tidak Menggauli Istri). Itu terjadi pada tahun ke-9 H.
Setelah perang khaybar, nabi mulai memberi istri-istrinya belanja untuk menutupi kebutuhan mereka selama satu tahun sebanyak 80 wasaq kurma dan 20 wasaq gandum.[29] ketika itu negara Islam mengalami kejayaan, namun keluarga Nabi tetap hidup dalam kesederhanaan dan kesusahan, serta tetap memelihara sikap zuhud dan qana’ah. Sebagaimana diketahui, diantara istri-istri Rasul ada yang merupakan putri dari pemimpin kaya raya yang terbiasa hidup mewah. Maka melihat kekayaan kaum muslimin mulai bertambah, mereka meminta tambahan belanja dan perhiasan.
Akhirnya beliau pergi ke bilik tempat minumnya dan mengisolasi diri disana. Beliau meng-ila’ istri-istrinya selama sebulan. Maka mulailah orang-orang munafik menyebarkan isu bahwa Rasulullah menceraikan istri-istrinya.[30] Karena peristiwa ini, Allah menurunkan QS. Al-Ahzab:28-29 yang berisi pilihan antara kehidupan dunia atau memilih Allah dan Rasul-Nya. Diantara bukti kemuliaan dan kehormatan mereka, maka mereka memilih Allah dan Rasul-Nya. Tak seorangpun diantara mereka yang berpaling kepada keduniaan.[31]

IV.          SIMPULAN
Setelah wafatnya Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW, beliau menikah dengan 12 orang istri. Mereka adalah Saudah, Aisyah, Hafsah, Ummu salamah, Juwairiyah, Zainab, Zainab binti Jahsy, Ummu Habibah, Maimunah, dan Shafiyah. Rasulullah SAW juga menikahi wanita yang bukan wanita merdeka mereka adalah Mariyah Al-Qibtiyah dan Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah. Sementara ada dua wanita yang melakukan akad dengan Nabi SAW, namun tidak dikumpuli Rasulullah SAW. Mereka dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Dua diantaranya meninggal sebelum beliau: Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah.
Kehidupan rumah tangga yang dijalani Rasulullah SAW bersama Ummahatul Mukminin mencerminkan kehidupan yang terhormat dan harmonis. Derajat mereka setingkat lebih tinggi dalam hal kemuliaan, tawadhu, pengabdian, dan kewajiban memenuhi hak-hak suami. Padahal hidup beliau tak lekang dari keprihatinan dan kesederhanaan. Keidupan istri-istri Nabi terjalin secara harmonis, saling toleransi satu sama lain meski kadang terjadi kecemburuan antar yang lain sebagaimana manusia biasa. Dalam rumah tangganya dengan istri-istrinya, banyak peristiwa yang terjadi sehingga peristiwa-peristiwa itu menjadi asbabun nuzul beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Peristiwa-peristiwa tersebut diantaranya haditsul-ifk, tahrim, rasul menikahi janda dari anak angkatnya, sampai peristiwa Rasul meng-ila’ istri-istrinya,
V.          PENUTUP
Demikian makalah ini kami sajikan dengan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Kritik yang konstruktif sangat kami harapkan. Semoga bermanfaat bagi pembaca umumnya dan pemakalah khususnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.









DAFTAR PUSTAKA
Ghazali, Muhammad Al, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008         
Gulen, M. Fethullah Versi Terdalam : Kehidupan Rasul allah Muhammad SAW, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002
Hamid, Syamsul Rijal, Buku Pintar Agama Islam, Bogor: Penebar Salam, 2002
Lings, Martin, MUHAMMAD Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009
Mishri, Abu Abdurrahman Al, Air Mata Nabi, Jakarta:AMZAH, 2008
Mubarakfuri, Shafiyyurrahman Al, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012
Nadawi, Sulaiman An, Aisyah The Greatest Woman in Islam, Jakarta: Qisthi Press, 2007
Nadwi, Maulana Saeed Ansari, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002   
               





                [1] M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam : Kehidupan Rasul allah Muhammad SAW, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002 ), hlm. 183
                [2] Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).hlm. 10
                [3] Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul,…hlm. 11-12
                [4] Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul,…hlm. 14
                [5] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 5
                [6] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 12
                [7] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 37
                [8] Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul,…hlm. 20
                [9] Martin Lings, MUHAMMAD Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009), hlm. 256
                [10] Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul,…hlm. 33-34
                [11] M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam : Kehidupan Rasul allah Muhammad SAW, … hlm. 185-186
                [12] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 60
                [13] Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), hlm. 601-602
                [14] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 45-49
                [15] Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad,…hlm. 601
[16] M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam : Kehidupan Rasul allah Muhammad SAW, … hlm. 187-188
                [17] Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Sahabat Wanita yang Akrab dalam Kahiupan Rasul,…hlm. 54
                [18] Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: Penebar Salam, 2002), hlm.102
                [19] Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad,…hlm. 601
[20] M. Fethullah Gulen, Versi Terdalam : Kehidupan Rasul allah Muhammad SAW, … hlm. 189-190
                [21] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm. 565-566
                [22] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah,…hlm., hlm. 566
                [23] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah,…hlm. 569
                [24] Abu Abdurrahman Al-Mishri, Air Mata Nabi, (Jakarta:AMZAH, 2008), hlm. 328
                [25] Abu Abdurrahman Al-Mishri, Air Mata Nabi,…hlm. 247-261
                [26] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 59
                [27] Martin Lings, MUHAMMAD Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik,…hlm. 426
                [28] Abu Abdurrahman Al-Mishri, Air Mata Nabi,…hlm. 265-267
                [29] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 33
                [30] Sulaiman An-Nadawi, Aisyah The Greatest Woman in Islam,… hlm. 99-100
                [31] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah,…hlm.570

Tidak ada komentar:

Posting Komentar