Sabtu, 29 Oktober 2016

Supervisi Pendidikan Islam

MATERI PERKULIAHAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM


SINOPSIS
Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah
Supervisi Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :
Dr. H. Ikhrom M.Ag.

Disusun oleh :
Ummu Hanifah
1500128013


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2016

A.  Pengertian Supervisi Pendidikan Islam
Supervisi berasal dari bahasa Inggris “supervision”, yang terdiri dari dua kata, yaitu super artinya lebih atau atas dan vision artinya melihat atau meninjau, jadi supervisi diartikan sebagai melihat dari atas.[1] Sementara Sergiovanni menerangkan supervisi sebagai, “the direction and critical evaluation of instruction”.[2] Supervisi diartikan sebagai petunjuk dan evaluasi kritis dalam mengajar. Dengan demikian supervisi pendidikan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkedudukan di atas atau lebih tinggi dari guru untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru.
Suryasubrata mengemukakan bahwa, “Supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik”.[3] Glickman menerangkan bahwa, “the scope for understanding instructional supervision is therefore reduced to the theory and findings about human learning. The goal of instructional supervision is help teacher learn how to increase their own capacity to achive professed learning goals for their student”.[4]
Supervisi mempunyai fungsi dan posisi. Fungsinya adalah melakukan pembinaan demi perbaikan suatu kondisi (kunci: Service & Help). Sedangkan posisinya mengarah pada makna ‘kegiatan control untuk mencari kesalahan dan kekeliruan pada para guru.[5] Oliva (1984: 561) mengatakan, “He has been conceptualized as an individual whose primary role is the improvement of instruction, and the curriculum through individual and group assistance to teachers. Sementara tujuan supervisi pendidikan Islam meliputi:
1.    Perbaikan dan pengembangan proses pembelajaran PAI
2.    Memperbaiki medium mengajar guru PAI
3.    Membina pertumbuhan profesi guru PAI
4.    Membangkitkan dan merangsang semangat guru PAI dalam penyelenggaraan sekolah dengan baik
5.    Mengembangkan dan mencari metode-metode pembelajaran PAI yang inovatif yang lebih baik dan lebih sesuai
6.    Mengembangkan kerjasama yang baik dan harmonis
7.    Berusaha meningkatkan kualitas wawasan dan pengetahuan guru PAI
Adapun objek supervisi Pendidikan Islam adalah kegiatan yang bersifat teknis kualitatif, yang meliputi; kurikulum, proses pembelajaran, dan teknis administratif (administrasi personala, administrasi material, administrasi keuangan, administrasi laboratorium, administrasi perpustakaan sekolah).
Dalam istilah pendidikan, orang yang mem­berikan bantuan khusus kepada guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik disebut pengawas atau supervisor. Pengawas merupakan jabatan fungsional yang diarahkan untuk ‘maintaining and improving the teaching-learning process of the school’ (Sergiovanni, 1983: 7). Pengawas sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.[6]
Seorang pengawas mempunyai tupoksi (tugas pokok dan fungsi). Tugas pokoknya meliputi; supervisi, menilai, membina, dan melaporkan. Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggungjawabnya dan antara lain pengawasan rumpun mata pelajaran/mata pelajaran, pendidikan luar biasa, dan bimbingan dan konseling.
Tugas pokok dilakukan oleh pengawas baik di bidang akademik maupun manajerial.
1.    Supervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah. Kegiatan supervisi akademik meliputi pembinaan dan pemantauan standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan.
2.    Supervisi manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional kepala sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen di sekolah. Kegiatan supervisi akademik meliputi pembinaan dan pemantauan standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.[7] Perbedaan Supervisi akademik dan supervisi manajerial: [8]
Kegiatan
Supervisi Akademik
Supervisi Manejerial
Memantau
1.   Pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar
2.   Keterlasanaan kurikulum tiap mata pelajaran
1. Pelaksanaan ujian nasional PSB dan ujian sekolah
2. Pelaksanaan standar nasional pendidikan
Menilai
Kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran/bimbingan
Kinerja kepala sekolah dalam melak-sanakan tugas pokok fungsi dan tang-gungjawabnya
Membina 
1.   Guru dalam menyusun RPP
2.   Guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas/laboratorium/lapangan
3.   Guru dalam membuat, mengelola, dan menggu-nakan  media pendidikan dan pembelajaran
4.   Guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan mutu pendidikan
5.   Guru dalam mengolah dan menganalisis data hasil penilaian
6.   Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas
1. Kepala Sekolah dalam pengelolaansekolah dan admintrasi sekolah
2. Kepala Sekolah dalam mengkoor-dinasikan pelaksanaan program bimbingan konseling
Melaporkan dan Tindak Lanjut
1.   Hasil pengawasan akademik pada sekolah-sekolah yang menjadi binaannya
2.   Menindaklajuti hasil-hasil pengawasan akademik untuk meningkatkan kemampuan profesional guru
1.    Hasil pengawasan manajerial pada sekolah-sekolah binaannya
2.    Menindaklajuti hasil-hasil pengawasan manajerial untuk meningkatkan mutu penyeleng-garaan pendidikan
Sedangkan fungsi pengawas antara lain; sebagai mitra guru (kolega), inovator, konselor, motivator, kolaborator, asesor (ahli assesmen), evaluator, dan konsultan.


B.  Orientasi Supervisi Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, orientasi diartikan sebagai, “peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yg tepat dan benar; atau pandangan yg mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan”.[9] Dengan demikian, orientasi supervisi pendidikan adalah pandangan atau peninjauan untuk menentukan sikap pengawas terhadap guru yang disupervisi berdasarkan pemikiran, perhatian, dan kecenderungan terhadap guru tersebut.
Orientasi dalam supervisi pendidikan dapat dibagi menjadi tiga macam. Orientasi ini didasarkan pada keadaan dan kondisi guru yang disupervisi yang dapat digambarkan pada tabel “View of Supervision dibawah ini: [10]
Teacher Responsibility
High
Moderate
Low
Supervisor Respon
Low
Moderate
High
Orientation of Supervision
Non-directive
Collaborative
Directive
Primary Method
Self Assessment
Mutual Contact
Delineated Standards
1.      Orientasi direktif (Directive Orientation)
Orientasi supervisi ditektif berarti supervisi secara langsung. Orientasi ini berangkat atau dipengaruhi oleh teori belajar psikologi behavioristik (Conditioning) yang dipelopori oleh B.F. Skinner, Pavlov, dan Thorndike. Menurut teori  ini, seseorang akan belajar dan berhasil belajarnya apabila dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu.
Orientasi ini digunakan apabila tanggung jawab guru dalam mengembangkan diri sangat rendah, sehingga dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari supervisor. Menurut Glickman, “A directive orientation to supervision would include the major behaviors of clarifying, presenting, demonstrating, directing, standardizing, and reinforcement.[11] Orientasi direktif memerlukan perilaku supervisor berupa klarifikasi, presentasi, demonstrasi, penegasan, standarisasi, dan penguatan. Sehingga hasil dari supervisi ini adalah guru diberi tugas tertentu atau penugasan bagi guru.
2.      Orientasi kolaboratif (Collaborative Orientation)
Orientasi supervisi kolaboratif adalah gabungan dari orientasi direktif dan non-direktif. Orientasi ini berangkat atau dipengaruhi oleh teori belajar psikologi kognitif yang dipelopori oleh Kurt Levin. Menurut teori  ini, belajar adalah hasil perpaduan antara kegiatan individu dan lingkungan dan pada gilirannya nanti akan berpengaruh pada pembentukan aktivitas individu.[12] Ini  berarti belajar butuh perangkat, sarana, lingkungan dan kesempatan, sehingga belajar tanpa guru tidak akan berhasil.
Orientasi ini digunakan apabila tanggung jawab pmbina (pengawas) dan guru seimbang dan sama-sama pada tingkat sedang. Menurut Glickman, “A collaborative orientation to supervision would include the major behaviors of listening, presenting, problem solving, and negotiating.[13] Orientasi direktif memerlukan perilaku supervisor berupa mendengarkan, presentasi, memecahkan masalah, dan negosiasi. Guru   memiliki potensi tapi harus diberi kesempatan atau perangkat. Sehingga hasil dari supervisi ini adalah kontrak antara pengawas dan guru, baik supervisor dan guru bersama-sama dan bersepakat untuk menetapkan struktur, proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap msalah yang dihadapi guru.[14]
3.      Orientasi Non-direktif (Non-directive Orientation)
Orientasi supervisi non-direktif berarti supervisi secara tidak langsung. Orientasi ini berangkat atau dipengaruhi oleh teori belajar psikologi humanistik.[15] Menurut teori  ini, “learning is result of an individual’s curiousity of find rasionality and order in the word”. Ini berarti belajar karena keingintahuan dan perasaan memerlukan pengetahuan itu. Oleh karena itu, pribadi guru yang dibina begitu dihormati, sehingga supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi para guru.
Orientasi ini digunakan apabila tanggung jawab guru dalam mengembangkan diri tinggi, sehingga dibutuhkan keterlibatan yang rendah dari supervisor (supervisor sebagai fasilitator). Orientasi non-direktif memerlukan perilaku supervisor berupa mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan masalah.[16] Sehingga hasil dari supervisi ini adalah perencanaan guru yang bersangkutan (teacher self plan).
C.  Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan
Prinsip-prinsip supervisi pendidikan adalah kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman atau landasan dalam melakukan kegiatan supervisi.
Prinsip supervisi dapat dibedakan menjadi dua, yakni prinsip positif dan negatif.
1.    Prinsip-prinsip Positif
a.    Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif, demokratis berarti Menjunjung tinggi asas musyawarah. Memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat, serta sanggup menerima pendapat orang lain, sedangkan kooperatif yaitu seluruh staf sekolah dapat bekerja sama, mengembangkan usaha bersama dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
b.    Supervisi harus kreatif dan konstruktif, yaitu membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan dapat mengembangkan potensi-potensinya.
c.    Supervisi harus scientific dan efektif, yaitu mencakup hal-hal:
1)        Sistematis, yaitu dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinyu.
2)        Objektif artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi nyata, bukan tafsiran pribadi.
3)        Menggunakan alat/instrumen yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
d.   Supervisi harus dapat memberi perasaan aman  kepada guru-guru
e.    Supervisi harus berdasarkan kenyataan, sesuai keadaan objek yang dibimbing.
f.     Supervisi  harus  memberi    kesempatan kepada  guru  mengadakan evaluasi diri (self evaluation).
2.    Prinsip-prinsip Negatif
a.    Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter
b.    Seorang supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru
c.    Seorang   supervisor   bukan     inspektur  yang  ditugaskan memeriksa apakah peraturan dan instruksi yang diberikan dilaksanakan dengan baik.
d.   Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi dari para guru.
e.    Seorang  supervisor tidak boleh terlalu memperhatikan hal kecil dalam mengajar.
f.     Seorang supervisor  tidak  boleh kecewa  jika mengalami kegagalam.[17]


D.  Pendekatan Supervisi Pendidikan Islam
Pendekatan berasal dari kata approach  yang berarti cara mendekatkan diri kepada objel atau langkah-langkah menuju objek.[18] Dalam supervisi pendidikan, terdapat beberapa pendekatan antara lain:
1.    Pendekatan Supervisi Ilmiah (Scientific Approach to Supervision)
Pendekatan scientific (ilmiah) adalah pendekatan yang merujuk teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.[19] Pawlas dan Oliva menerangkan bahwa, “Scientific supervisors look for fixed principles of teaching. The teacher performance can than be judge on how well they follow the instructional principles in their theaching”.[20]
Pendekatan ini dalam mengumpulkan datanya dilakukan secara ilmiah dengan metode ilmiah, data dianalisis secara ilmiah dengan cara ilmiah dan secara objektif. Sehingga supervisi ilmiah memiliki ciri-ciri antara lain; dilaksanaka secara terencana dan kontinu, sistematis, obyektif, menggunakan alat (instrumen) yang valid dan reliabel sehingga dapat memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penelitian terhadap perbaikan pembelajaran.[21] Pendekatan supervisi ilmiah dapat dilakukan melalui tahap-tahap antara lain:
a.    Percakapan awal (pre conference), membicarakan masalah yang dihadapi guru.
b.    Observasi di dalam kelas.
c.    Analisis atau interpretasi hasil observasi.
d.   Percakapan akhir, setelah data dianalisis kemudian dibahas bersama.
e.    Analisis akhir hasil percakapan untuk menentukan rencana tindak lanjut.
2.    Pendekatan Supervisi Klinis (Clinical Approach to Supervision)
Secara bahasa, klinis berarti penyembuhan. Menurut Richad Weller yang dikutip oleh Purwanto, supervisi klinis adalah, “supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”.[22]
Esensi dari pendekatan ini adalah terpusat pada guru (teacher centered supervision), atau seiring dengan konsep konseling terpusat pada klien (person centered conceling) dari carl rogers.[23] Dalam pendekatan ini hubungan pengawas dan guru ibarat dokter dengan pasien. Pendekatan ini lebih meng-human-kan atau memanusiakan guru, guru dianggap sebagai kolega (teman sejawat). Sehingga guru tidak merasa ada jarak dengan pengawas. Cogan mengidentifikasi supervisi klinis menjadi 8 fase siklus yaitu:
a.    Phase 1: requires establishing the teacher-supervisor relationship. (membangun hubungan guru dengan supervisor)
b.    Phase 2: requires intensive planning of lesson and units with the teacher. (perencanaan intensif pelajaran dan satuan bersama guru)
c.    Phase 3: requires planning of classroom observation strategy by teacher and supervisor. (perencanaan strategi observasi kelas oleh guru dan supervisor)
d.   Phase 4 : requires the supervisor to observe in-class instruction. (supervisor mengamati (observasi) pembelajaran di kelas)
e.    Phase 5: requires careful analysis of the teaching-learning process. (analisis secara cermat proses belajar mengajar)
f.     Phase 6: requires planning the conference strategy. (perencanaan strategi pertemuan)
g.    Phase 7: is the conference. (pertemuan)
h.    Phase 8: requires the resumption of plannnig. (penjajakan rencana pertemuan selanjutnya).[24]
3.    Pendekatan Supervisi Artistik (Artistic Approach to Supervision)
Artistik berasal dari kata art yang artinya seni, ini berarti mengajar sebagai sebuah seni. Sejalan dengan tugasya, supervisor juga pengajar yang kegiatannya memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan seni. Jadi, supervisi artistik adalah supervisi dimana supervisor dalam melakuakan kegiatan supervisi dituntut berpengetahuan, berketerampilan, dan tidak kaku karena kegiatan supervisi juga mengandung nilai seni (art).[25] 
Supervisi artistik dalam melaksanakan kegiatan supervisinya menggunakan instrumen sensitivitas, persepsi danpemahaman supervisor dalam mengapresiasi semua aspek yang terjadi di dalam kelas.[26] Yang terpenting dalam pendekatan ini adalah hubungan dekat dan baik antara pengawas dengan guru, karena apabila hubungannya sudah dekat, maka pengawas akan lebih mudah mensupervisi. Sergiovani mengemukakan bahwa, “Unique to artistic approaches to supervision and evaluation is the emphasis on identifying meanings in teaching activity and classroom life rather than only describing teaching and classroom events”.[27] Adapun tahapan dari pendekatan artistik ini antara lain:
a.    Ketika ke lapangan (sekolah), seorang supervisor sebaiknya tidak mempunyai pengetahuan atau gambaran tentang pengajaran yang akan diamati. Supervisor tidak boleh mempunyai kesimpulan sebelum kasus dicermati secara teliti.
b.    Mengadakan pengamatan terhadap guru yang sedang mengajar.
c.    Memberikan penilaian (interpretasi) atas hasil pengamatan secara formal.
d.   Supervisor menyusun hasil penilaian dalam bentuk narasi.
e.    Menyampaikan hasil penilaian mengajar yang sudah dinarasikan kepada guru.
f.     Guru memberikan balikan terhadap supervisi yang diberikan supervisor.[28] 
E.  Teknik-teknik Supervisi Supervisi
Teknik supervisi adalah alat yang digunakan oleh supervisor untuk mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhir dapat melakukan perbaikan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi.[29] Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa teknik supervisi dapat dibedakan menjadi dua, yakni teknik supervisi perseorangan dan teknik supervisi kelompok.[30]
1.    Teknik Supervisi Individu (Perseorangan)
Menurut Sehertian, teknik supervisi individu adalah teknik yang digunakan pada pribadi yang mengalami masalah khusus dan memerlukan bimbingan tersendiri dari supervisor.[31] Supervisi individual pada dasarnya merupakan supervisi yang dilakukan oleh seorang supervisor kepada seorang guru atau administrasi dalam dunia pendidikan dalam rangka pembinaan serta pemberian bantuan untuk mengoptimalkan kinerja dan prestasi kerjanya. Hendiyat Soetopo mengemukakan teknik-teknik supervisi individual antara lain: kunjungan kelas (classroom visitation), observasi kelas (classroom observation), percakapan pribadi (individual conference), saling mengunjungi kelas (inter visition), menilai diri sendiri (self evaluation checklist).[32]
2.    Teknik Supervisi Kelompok
Menurut Sahertian, teknik supervisi kelompok adalah teknik yang digunakan dan dilaksanakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok.[33] Sedangkan Menurut Made Pidarta, teknik supervisi kelompok adalah suatu pembinaan terhadap sejumlah guru oleh satu atau beberapa supervisor. Dalam supervisi kelompok ini dihidangkan suatu materi atau sekelompok materi kepada sekelompok guru yang mengikuti supervisi. Materi tersebut diterima bersama, dibahas bersama, dan disimpulkan bersama.Semua dilakukan di bawah asuhan supervisor, jadi dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat dibina sejumlah guru.[34]
Teknik supervisi kelompok dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah, mengadakan pertemuan atau rapat guru (meeting), mengadakan diskusi kelompok (group discussion), mengadakan penataran-penataran (inservice-training)[35], diskusi, workshop, tukar menukar pengalaman.[36] Teknik Supervisi Sebaya, teknik supervisi demonstrasi, teknik supervisi pertemuan ilmiah, teknik supervisi kunjungan sekolah.


F.   Pelaporan Supervisi
Permendiknas No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah, salah satu butir kompetensi supervisi manajerial pengawas adalah, “Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah/madrasah.[37]
Pelaporan merupakan tahap akhir dari suatu kegiatan kepengawasan yang telah dilaksanakan. Mohanty menerangkan bahwa, “Inspection report is are the most fundamental and useful record and like mirrors they reflect the quality of supervision”.[38] Pendarapt tersebut dapat dipahami bahwa laporan pengawasan merupakan catatan yang fundamental (mendasar) dan berguna bagai cermin yang menunjukkan kualitas supervisi.
Secara umun, laporan supervisi bertujuan untuk memberikan gambaran tentang mutu sekolah setelah disupervisi. Ormston dan Shaw menyatakan bahwa tujuan pelaporan supervisi adalah untuk mengkomunikasikan secara jelas kepada masyarakat non profesional mengenai kekuatan dan kelemahan sekolah, meliputi keseluruhan kualitasnya, standar pencapaian prestasi siswa, dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hal yang dibutuhkan.[39]
Konsep tujuan supervisi setidaknya terdiri dari dua hal yang mendasar, yakni sasaran (user) laporan dan isi laporan. Sasarannya adalah kepada largely non-profesional audience (khalayak non-profesional yang lebih luas) yang meliputi orang tua siswa, kepala sekolah, atasan supervisor, dan pihak lain yang terkait atau concern  dengan dunia pendidikan, khususnya dengan sekolah yang dibinanya. Sementara isi laporan mencakup empat hal, antara lain:
1.      The strengths and weakness of a school (kekuatan dan kelemahan sekolah)
2.      It is overall quality (kualitas sekolah secara keseluruhan)
3.      The standards pupils are achieving (standar pencapaian prestasi siswa)
4.      What should be done if improve are needed (apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki).
Diantara manfaat laporan hasil pengawasan adalah dapat digunakan sekolah atau madrasah binaan sebagai umpan balik atas kinerjanya. Sedangkan bagi teman sejawat laporan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi/ referensi untuk mengembangkan kegiatan dalam bidang kepengawasan sekolah/ madrasah.
G. Standar Kompetensi Pengawas
Menurut Len Holmes yang dikutip oleh Jasmani, menerangkan bahwa, “a competency is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behavior or outcome which a person should be able to demonstrace”. Kompetensi adalah gambaran tentang apa yang seharusnya dapat dilakukan seseorang dalam suatu pekerjaan. Ia menggambarkan pekerjaan, perilaku, dan hasil yang seharusnya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu seseorang harus memiliki kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan pekerjaannya.[40]
Cakupan dimensi kompetensi pengawas terdapat dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tantang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang terdiri dari enam dimensi kompetensi, yaitu; kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, dan kompetensi sosial. Setiap dimensi kompetensi memiliki sub-sub sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang pengawas. [41]
H.  Pengembangan Profesi Pengawas Pendidikan
Menurut Jack Dunham, Pengembangan profesi adalah, “pengarahan dalam mengembangkan pengetahuan yang diperlukan, keterampilan, dan sikap untuk kemajuan karir”.[42] Menurut Permenpan dan RB Nomor 21 Tahun 2010, pengembangan profesi pengawas adalah, “kegiatan yang dirancang dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sikap dan keterampilan untuk peningkatan profesionalisme maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu bermanfaat bagi pendidikan sekolah”.[43]
Pengembangan profesi bagi pengawas pendidikan penting untuk meningkatkan profesionalitas mereka. Pengawas sekolah melakukan pengembangan profesi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk menjawab tantangan dunia yang semakin komplek dan untuk lebih mengarahkan sekolah ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional yang efektif, efisien dan produktif.[44]
Kegiatan pengembangan profesi wajib dilakukan oleh semua pengawas sekolah. Mereka yang tidak mampu mengumpulkan angka kredit pada kegiatan tersebut, dapat diartikan sebagai ketidakmampuannya dalam mengembangkan profesinya. Dan berdasarkan pasal 34 dalam Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010, yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pembebasan sementara dari jabatannya.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian pengawas yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.[45] Dalam Permenpan dan RB No. 21 Tahun 2010, setiap pengawas harus melakukan pengembangan profesi pengawas yang meliputi:
1.      Pembuatan karya tulis dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/pengawasan.
2.      Penerjemahan/penyaduran buku dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/ pengawasan.
3.      Pembuatan karya inovatif.[46]
Selain melalui karya ilmiah, pengembangan profesi pengawas dapat dilakukan melalui diskusi yang menurut Glickman diantaranya adalah collegial support groups atau kelompok kolega, yang berarti kerjasama antar pengawas untuk membahas persoalan yang sama untuk menghadirkan inovasi kepengawasan, dan saling memberikan dukungan. Ataupun melalui jaringan (networks), yang turut memanfaatkan media seperti jaringan internet, koran, mesin fax, dan seminar serta konferensi.[47]
Sama halnya dengan pengembangan profesi pengawas sekolah, untuk pengembangan profesi pengawas Madrasah dan pengawas PAI sekolah diselenggarakan pertemuan Pokjawas yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah Bab XI Pasal 17 Ayat 1 sampai 3. [48]
Pengembangan profesi pengawas Diknas dan pengawas Madrasah dan PAIS sama dari segi kegiatan dan program karena dari segi tugasnya pun sama. Di Kemenag terdapat Pokjawas sementara di Diknas terdapat pula Korwas. Pokjawas di Kemenag juga melaksanakan pengembangan profesi melalui kegiatan-kegiatan seperti: Publikasi Ilmiah (PI), membuat Karya Inovatif (KI), penulisan Penelitian Tindakan Kepengawasan (PTKP), diklat, melaksanakan kegiatan kolektif seperti rapat koordinasi, menyusun materi, menyusun program, dan sebagainya.[49]
Diantara ruang lingkup (scope) atau cakupan dari pengembangan profesi pengawas pendidikan antara lain:
1.      Pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan;
2.      Pembuatan dan/atau penemuan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
3.      Pembuatan pedoman pelaksanaan pengawasan sekolah;
4.      Pembuatan juknis pelaksanaan pengawasan sekolah;
5.      Evaluasi dan pengembangan kurikulum;
6.      Penciptaan karya seni;  
Dengan adanya pengembangan profesi pengawas pendidikan, diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan produktifitas dalam hal kepengawasan pendidikan sehingga berdampak terhadap mutu sekolah atau satuan pendidikan yang dibinanya.




DAFTAR PUSTAKA
Aedi, Nur, Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktik, Jakarta: Rajawali Press, 2014
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Supervisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004
Asf, Jasmani dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008
Burhanudin, dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran, Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, 2006
Danim, Sudarwan, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Bandung: Alfabeta, 2010
Donni Juni dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Bandung: Alfabeta, 2014
Dunham, Jack, Developing Effective School management, New York: Routledge, 2005
Glickman, Carl D., Developmental Supervision: Alternative Practice for Helping Teacher Improve Instruction, Washington: ASCD, 1981
Glickman, Carl D., Stephen P. Gordon and Jovita M. Ross Gordon, Supervision and Instructional Leadership, Boston: Pearson, 2004
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, “Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran”, dalam Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, Bandung, 2013
Kompri, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2015
Makawimbang, Jerry H., Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendiidikan, Bandung: Alfabeta, 2011
Maunah, Binti, Supervisi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2009
Mohanty, J., Educational Administration and School Management, New Delhi: Deep & Deep Publication, 1998
Mufidah, Luk Luk Nur, Supervisi Pendidikan, Jember: Center for Society Studies, 2008
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Cet.I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2009
Ormston, M and Shaw, Inspection: Preparation Guide for School, London: Longman Group, 1994
Pawlas, George E. & Peter F. Oliva, Supervision for Today’s School, USA: Thomson Press, 2007
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah
Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Priansa, 
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2003
Sahertian, Piet A., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2008
Sergiovanni, Thomas J., Supervision of Teaching, Washington: ASCD, 1982
-----, Supervision: Human Perspevtives, USA: McGraw-Hill, 1983
Soetopo, Hendiyat dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988
Sujana, Nana, dkk, Buku kerja Pengawas Sekolah, Jakarta: Pusat Pengembangan tenaga Kependidikan, Badan PSDM, dan PMP Kementrian Pendidikan Nasional, 2011
Suryasubrata, B., Manajemen Pendidikan di Sekolah , Jakarta: Rineka Cipta, 2004





[1] Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, (Cet.I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 41
[2] Thomas J. Sergiovanni, Supervision of Teaching, (Washington: ASCD, 1982), pg. 2
[3] B. Suryasubrata, Manajemen Pendidikan di Sekolah , (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),  hlm.125
[4] Carl D. Glickman, Developmental Supervision: Alternative Practice for Helping Teacher Improve Instruction, (Washington: ASCD, 1981), pg. 3
[5] Piet A. Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008), hlm. 35
[6] Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Bab 1 Pasal 1 Ayat 2
[7] Kompri, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2015), hlm. 302
[8] Kompri, Manajemen Pendidikan..., hlm. 314
[9] Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline Versi 1.1, Freeware 2010 oleh Ebta Setiawan.
[10] Carl D. Glickman, Developmental Supervision..., pg. 5
[11] Carl D. Glickman, Developmental Supervision..., pg. 17
[12] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 70
[13] Carl D. Glickman, Developmental Supervision..., pg. 23
[14] Piet A. Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 49-50
[15] Luk Luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, (Jember: Center for Society Studies, 2008), hlm. 36
[16] Piet A. Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 48
[17] Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), hlm. 50
[18] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2003), hlm. 120
[19] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, “Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran”, dalam Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung, 2013), hlm. 1
[20] George E. Pawlas & Peter F. Oliva, Supervision for Today’s School, (USA: Thomson Press, 2007), pg. 8
[21] Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 118
[22] M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan..., hlm. 90
[23] Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 155
[24] Thomas J. Sergiovanni, Supervision: Human Perspevtives, (USA: McGraw-Hill, 1983), pg. 301-302
[25] Jasmani Asf, dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan..., hlm. 93-94
[26] Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktik, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 61
[27] Thomas J. Sergiovani and Robert J. Starratt, Supervision Human Perspectives..., pg. 313
[28] Burhanudin, dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran, (Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, 2006), hlm. 209
[29] Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendiidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 112
[30] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hlm. 54
[31] Piet A. Sehertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 52
[32] Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan..., hlm. 46-48
[33] Piet A. Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 86
[34] Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual,... hlm. 25
[35] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan..., hlm.122
[36] Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendiidikan,... hlm. 115-116
[37] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah
[38] J Mohanty, Educational Administration and School Management, (New Delhi: Deep & Deep Publication, 1998), pg. 213
[39] M Ormston and Shaw, Inspection: Preparation Guide for School, (London: Longman Group, 1994), pg. 104
[40] Jasmani Asf, dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan..., hlm. 143
[41] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah
[42] Jack Dunham, Developing Effective School management, (New York: Routledge, 2005), pg. 72
[43] Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Bab 1 Pasal 1 Ayat 5
[44] Nana Sujana, dkk, Buku kerja Pengawas Sekolah, (Jakarta: Pusat Pengembangan tenaga Kependidikan, Badan PSDM, dan PMP Kementrian Pendidikan Nasional, 2011), hlm. 4
[45] Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 19
[46] Nana Sujana, dkk, Buku kerja Pengawas Sekolah...,hlm. 23
[47] Carl D. Glickman, Stephen P. Gordon and Jovita M. Ross Gordon, Supervision and Instructional Leadership, (Boston: Pearson, 2004), pg. 375
[48] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah
[49] Wawancara dengan H. Asikin, S.Ag., M.S.I., Ketua Pokjawas Kemenag Kota Semarang, Tanggal 1 Juni 2016, Pukul 09.16 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar