MATERI PERKULIAHAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM
SINOPSIS
Disusun Guna
Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah
Supervisi
Pendidikan Islam
Dosen Pengampu
:
Dr. H. Ikhrom M.Ag.
Disusun oleh :
Ummu
Hanifah
1500128013
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
WALISONGO
SEMARANG
2016
A.
Pengertian
Supervisi Pendidikan Islam
Supervisi
berasal dari bahasa Inggris “supervision”, yang terdiri dari dua kata,
yaitu super artinya lebih atau
atas dan vision artinya melihat atau
meninjau, jadi supervisi diartikan sebagai melihat
dari atas.[1] Sementara Sergiovanni menerangkan supervisi sebagai, “the
direction and critical evaluation of instruction”.[2]
Supervisi diartikan sebagai petunjuk dan evaluasi kritis dalam mengajar. Dengan
demikian supervisi pendidikan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh
pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkedudukan di atas atau
lebih tinggi dari guru untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru.
Suryasubrata mengemukakan bahwa, “Supervisi adalah pembinaan yang
diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik”.[3] Glickman menerangkan bahwa, “the scope for
understanding instructional supervision is therefore reduced to the theory and
findings about human learning. The goal of instructional supervision is help
teacher learn how to increase their own capacity to achive professed learning
goals for their student”.[4]
Supervisi
mempunyai fungsi dan posisi. Fungsinya adalah melakukan pembinaan demi perbaikan suatu
kondisi (kunci: Service & Help). Sedangkan posisinya mengarah pada makna ‘kegiatan control untuk
mencari kesalahan dan kekeliruan pada para guru.[5] Oliva (1984: 561) mengatakan, “He has been
conceptualized as an individual whose primary role is the improvement of
instruction, and the curriculum through individual and group assistance to
teachers. Sementara tujuan supervisi pendidikan Islam meliputi:
1.
Perbaikan
dan pengembangan proses pembelajaran PAI
2.
Memperbaiki
medium mengajar guru PAI
3.
Membina
pertumbuhan profesi guru PAI
4.
Membangkitkan
dan merangsang semangat guru PAI dalam penyelenggaraan sekolah dengan baik
5.
Mengembangkan
dan mencari metode-metode pembelajaran PAI yang inovatif yang lebih baik dan
lebih sesuai
6.
Mengembangkan
kerjasama yang baik dan harmonis
7.
Berusaha
meningkatkan kualitas wawasan dan pengetahuan guru PAI
Adapun
objek supervisi Pendidikan Islam adalah kegiatan yang bersifat teknis
kualitatif, yang meliputi; kurikulum, proses pembelajaran, dan teknis
administratif (administrasi personala, administrasi material, administrasi
keuangan, administrasi laboratorium, administrasi perpustakaan sekolah).
Dalam istilah pendidikan, orang yang memberikan bantuan khusus
kepada guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik disebut pengawas atau supervisor. Pengawas merupakan jabatan fungsional yang diarahkan untuk ‘maintaining
and improving the teaching-learning process of the school’ (Sergiovanni, 1983:
7). Pengawas sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi
tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.[6]
Seorang
pengawas mempunyai tupoksi (tugas pokok dan fungsi). Tugas pokoknya meliputi;
supervisi, menilai, membina, dan melaporkan. Pengawas
Sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan
pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi
tanggungjawabnya dan antara lain pengawasan rumpun mata pelajaran/mata
pelajaran, pendidikan luar biasa, dan bimbingan dan konseling.
Tugas pokok dilakukan oleh pengawas baik di bidang akademik maupun
manajerial.
1.
Supervisi
akademik adalah fungsi supervisi yang
berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru
dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah. Kegiatan
supervisi akademik meliputi pembinaan dan pemantauan standar isi, standar
proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan.
2.
Supervisi
manajerial adalah fungsi supervisi yang
berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional kepala
sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen di sekolah. Kegiatan supervisi
akademik meliputi pembinaan dan pemantauan standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar
pembiayaan.[7]
Perbedaan Supervisi akademik dan supervisi manajerial: [8]
Kegiatan
|
Supervisi Akademik
|
Supervisi Manejerial
|
Memantau
|
1. Pelaksanaan
pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar
2. Keterlasanaan
kurikulum tiap mata pelajaran
|
1. Pelaksanaan ujian nasional PSB dan ujian sekolah
2. Pelaksanaan standar nasional pendidikan
|
Menilai
|
Kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran/bimbingan
|
Kinerja kepala sekolah dalam
melak-sanakan tugas pokok fungsi dan tang-gungjawabnya
|
Membina
|
1. Guru dalam menyusun RPP
2. Guru dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas/laboratorium/lapangan
3. Guru dalam membuat, mengelola, dan
menggu-nakan media pendidikan dan pembelajaran
4. Guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk
perbaikan mutu pendidikan
5. Guru dalam mengolah dan menganalisis data hasil
penilaian
6. Guru dalam
melaksanakan penelitian tindakan kelas
|
1. Kepala Sekolah dalam pengelolaansekolah dan admintrasi sekolah
2. Kepala Sekolah dalam
mengkoor-dinasikan pelaksanaan program bimbingan konseling
|
Melaporkan dan Tindak Lanjut
|
1. Hasil pengawasan akademik pada sekolah-sekolah yang
menjadi binaannya
2. Menindaklajuti hasil-hasil pengawasan akademik untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru
|
1. Hasil pengawasan manajerial pada
sekolah-sekolah binaannya
2. Menindaklajuti hasil-hasil pengawasan
manajerial untuk meningkatkan mutu penyeleng-garaan pendidikan
|
Sedangkan fungsi pengawas antara lain; sebagai mitra guru (kolega),
inovator, konselor, motivator, kolaborator, asesor (ahli assesmen), evaluator,
dan konsultan.
B. Orientasi Supervisi Pendidikan
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, orientasi diartikan sebagai, “peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yg
tepat dan benar; atau pandangan yg mendasari pikiran, perhatian atau
kecenderungan”.[9]
Dengan demikian, orientasi supervisi pendidikan adalah pandangan atau
peninjauan untuk menentukan sikap pengawas terhadap guru yang disupervisi
berdasarkan pemikiran, perhatian, dan kecenderungan terhadap guru tersebut.
Orientasi
dalam supervisi pendidikan dapat dibagi menjadi tiga macam. Orientasi ini
didasarkan pada keadaan dan kondisi guru yang disupervisi yang dapat
digambarkan pada tabel “View of Supervision” dibawah ini: [10]
Teacher Responsibility
|
High
|
Moderate
|
Low
|
Supervisor Respon
|
Low
|
Moderate
|
High
|
Orientation of Supervision
|
Non-directive
|
Collaborative
|
Directive
|
Primary Method
|
Self Assessment
|
Mutual Contact
|
Delineated Standards
|
1. Orientasi direktif (Directive Orientation)
Orientasi
supervisi ditektif berarti supervisi secara langsung. Orientasi ini berangkat
atau dipengaruhi oleh teori belajar psikologi behavioristik (Conditioning)
yang dipelopori oleh B.F. Skinner, Pavlov, dan Thorndike. Menurut teori ini, seseorang akan belajar dan berhasil
belajarnya apabila dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu.
Orientasi
ini digunakan apabila tanggung jawab guru dalam mengembangkan diri sangat
rendah, sehingga dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari supervisor. Menurut
Glickman, “A directive orientation to supervision would include the major
behaviors of clarifying, presenting, demonstrating, directing, standardizing,
and reinforcement.”[11]
Orientasi direktif memerlukan perilaku supervisor berupa klarifikasi,
presentasi, demonstrasi, penegasan, standarisasi, dan penguatan. Sehingga hasil
dari supervisi ini adalah guru diberi tugas tertentu atau penugasan bagi guru.
2. Orientasi kolaboratif (Collaborative Orientation)
Orientasi
supervisi kolaboratif adalah gabungan dari orientasi direktif dan non-direktif.
Orientasi ini berangkat atau dipengaruhi oleh teori belajar psikologi kognitif
yang dipelopori oleh Kurt Levin. Menurut teori ini, belajar adalah hasil perpaduan antara
kegiatan individu dan lingkungan dan pada gilirannya nanti akan berpengaruh
pada pembentukan aktivitas individu.[12]
Ini berarti belajar butuh perangkat,
sarana, lingkungan dan kesempatan, sehingga belajar tanpa guru tidak akan
berhasil.
Orientasi
ini digunakan apabila tanggung jawab pmbina (pengawas) dan guru seimbang dan
sama-sama pada tingkat sedang. Menurut Glickman, “A collaborative
orientation to supervision would include the major behaviors of listening,
presenting, problem solving, and negotiating.”[13]
Orientasi direktif memerlukan perilaku supervisor berupa mendengarkan,
presentasi, memecahkan masalah, dan negosiasi. Guru memiliki potensi tapi harus diberi
kesempatan atau perangkat. Sehingga hasil dari supervisi ini adalah kontrak
antara pengawas dan guru, baik supervisor dan guru bersama-sama dan bersepakat
untuk menetapkan struktur, proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses
percakapan terhadap msalah yang dihadapi guru.[14]
3. Orientasi Non-direktif (Non-directive Orientation)
Orientasi
supervisi non-direktif berarti supervisi secara tidak langsung. Orientasi ini
berangkat atau dipengaruhi oleh teori belajar psikologi humanistik.[15]
Menurut teori ini, “learning is
result of an individual’s curiousity of find rasionality and order in the word”.
Ini berarti belajar karena keingintahuan dan perasaan memerlukan pengetahuan
itu. Oleh karena itu, pribadi guru yang dibina begitu dihormati, sehingga
supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi para guru.
Orientasi
ini digunakan apabila tanggung jawab guru dalam mengembangkan diri tinggi,
sehingga dibutuhkan keterlibatan yang rendah dari supervisor (supervisor
sebagai fasilitator). Orientasi non-direktif memerlukan perilaku supervisor
berupa mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan
masalah.[16]
Sehingga hasil dari supervisi ini adalah perencanaan guru yang bersangkutan (teacher
self plan).
C. Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan
Prinsip-prinsip
supervisi pendidikan adalah kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman atau landasan
dalam melakukan kegiatan supervisi.
Prinsip
supervisi dapat dibedakan menjadi dua, yakni prinsip positif dan negatif.
1. Prinsip-prinsip
Positif
a.
Supervisi
harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif, demokratis berarti Menjunjung tinggi asas musyawarah. Memiliki jiwa
kekeluargaan yang kuat, serta sanggup menerima pendapat orang lain, sedangkan kooperatif yaitu seluruh staf sekolah dapat bekerja sama, mengembangkan usaha
bersama dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
b.
Supervisi harus kreatif dan konstruktif, yaitu membina inisiatif
guru serta mendorongnya untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang
merasa aman dan dapat mengembangkan potensi-potensinya.
c.
Supervisi harus scientific dan efektif, yaitu mencakup
hal-hal:
1)
Sistematis, yaitu dilaksanakan secara teratur, berencana dan
kontinyu.
2)
Objektif artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi
nyata, bukan tafsiran pribadi.
3)
Menggunakan alat/instrumen yang dapat memberikan informasi sebagai
umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
d.
Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru
e.
Supervisi harus berdasarkan kenyataan, sesuai keadaan objek yang
dibimbing.
f.
Supervisi harus memberi kesempatan
kepada guru mengadakan
evaluasi diri (self evaluation).
2. Prinsip-prinsip
Negatif
a.
Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter
b.
Seorang supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru
c.
Seorang supervisor bukan inspektur yang ditugaskan memeriksa apakah peraturan dan instruksi yang diberikan dilaksanakan dengan
baik.
d.
Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi dari
para guru.
e.
Seorang supervisor
tidak boleh terlalu memperhatikan hal kecil dalam mengajar.
D. Pendekatan Supervisi Pendidikan Islam
Pendekatan
berasal dari kata approach yang
berarti cara mendekatkan diri kepada objel atau langkah-langkah menuju objek.[18]
Dalam supervisi pendidikan, terdapat beberapa pendekatan antara lain:
1. Pendekatan
Supervisi Ilmiah (Scientific Approach to Supervision)
Pendekatan scientific
(ilmiah) adalah pendekatan yang merujuk teknik-teknik investigasi atas fenomena
atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan
pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method
of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang diobservasi,
empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.[19] Pawlas
dan Oliva menerangkan bahwa, “Scientific supervisors look for fixed
principles of teaching. The teacher performance can than be judge on how well
they follow the instructional principles in their theaching”.[20]
Pendekatan ini dalam
mengumpulkan datanya dilakukan secara ilmiah dengan metode ilmiah, data
dianalisis secara ilmiah dengan cara ilmiah dan secara objektif. Sehingga
supervisi ilmiah memiliki ciri-ciri antara lain; dilaksanaka secara terencana
dan kontinu, sistematis, obyektif, menggunakan alat (instrumen) yang valid dan
reliabel sehingga dapat memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan
penelitian terhadap perbaikan pembelajaran.[21] Pendekatan
supervisi ilmiah dapat dilakukan melalui tahap-tahap antara lain:
a. Percakapan
awal (pre conference), membicarakan masalah yang dihadapi guru.
b. Observasi
di dalam kelas.
c. Analisis
atau interpretasi hasil observasi.
d. Percakapan
akhir, setelah data dianalisis kemudian dibahas bersama.
e. Analisis
akhir hasil percakapan untuk menentukan rencana tindak lanjut.
2. Pendekatan
Supervisi Klinis (Clinical Approach to Supervision)
Secara bahasa,
klinis berarti penyembuhan. Menurut Richad Weller yang dikutip oleh Purwanto,
supervisi klinis adalah, “supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran
dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan
analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya
dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”.[22]
Esensi dari
pendekatan ini adalah terpusat pada guru (teacher centered supervision),
atau seiring dengan konsep konseling terpusat pada klien (person centered
conceling) dari carl rogers.[23]
Dalam pendekatan ini hubungan pengawas dan guru ibarat dokter dengan pasien. Pendekatan
ini lebih meng-human-kan atau memanusiakan guru, guru dianggap sebagai kolega
(teman sejawat). Sehingga guru tidak merasa ada jarak dengan pengawas. Cogan
mengidentifikasi supervisi klinis menjadi 8 fase siklus yaitu:
a. Phase 1: requires establishing the
teacher-supervisor relationship. (membangun hubungan
guru dengan supervisor)
b. Phase 2: requires intensive planning of lesson and
units with the teacher. (perencanaan intensif pelajaran dan
satuan bersama guru)
c. Phase 3: requires planning of classroom observation
strategy by teacher and supervisor. (perencanaan strategi
observasi kelas oleh guru dan supervisor)
d. Phase 4 : requires the supervisor to observe in-class
instruction. (supervisor mengamati (observasi)
pembelajaran di kelas)
e. Phase 5: requires careful analysis of the
teaching-learning process. (analisis secara cermat proses
belajar mengajar)
f. Phase 6: requires planning the conference strategy. (perencanaan
strategi pertemuan)
g. Phase 7: is the conference. (pertemuan)
3. Pendekatan
Supervisi Artistik (Artistic Approach to Supervision)
Artistik berasal
dari kata art yang artinya seni, ini berarti mengajar sebagai sebuah
seni. Sejalan dengan tugasya, supervisor juga pengajar yang kegiatannya
memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan seni. Jadi, supervisi artistik adalah
supervisi dimana supervisor dalam melakuakan kegiatan supervisi dituntut
berpengetahuan, berketerampilan, dan tidak kaku karena kegiatan supervisi juga
mengandung nilai seni (art).[25]
Supervisi
artistik dalam melaksanakan kegiatan supervisinya menggunakan instrumen
sensitivitas, persepsi danpemahaman supervisor dalam mengapresiasi semua aspek
yang terjadi di dalam kelas.[26] Yang
terpenting dalam pendekatan ini adalah hubungan dekat dan baik antara pengawas
dengan guru, karena apabila hubungannya sudah dekat, maka pengawas akan lebih
mudah mensupervisi. Sergiovani mengemukakan bahwa, “Unique to artistic
approaches to supervision and evaluation is the emphasis on identifying
meanings in teaching activity and classroom life rather than only describing
teaching and classroom events”.[27] Adapun
tahapan dari pendekatan artistik ini antara lain:
a. Ketika
ke lapangan (sekolah), seorang supervisor sebaiknya tidak mempunyai pengetahuan
atau gambaran tentang pengajaran yang akan diamati. Supervisor tidak boleh
mempunyai kesimpulan sebelum kasus dicermati secara teliti.
b. Mengadakan
pengamatan terhadap guru yang sedang mengajar.
c. Memberikan
penilaian (interpretasi) atas hasil pengamatan secara formal.
d. Supervisor
menyusun hasil penilaian dalam bentuk narasi.
e. Menyampaikan
hasil penilaian mengajar yang sudah dinarasikan kepada guru.
f. Guru
memberikan balikan terhadap supervisi yang diberikan supervisor.[28]
E. Teknik-teknik Supervisi Supervisi
Teknik supervisi adalah alat yang digunakan oleh supervisor
untuk mencapai tujuan supervisi itu sendiri yang pada akhir dapat melakukan
perbaikan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi.[29]
Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa teknik supervisi dapat dibedakan menjadi
dua, yakni teknik supervisi perseorangan dan teknik supervisi kelompok.[30]
1. Teknik Supervisi Individu (Perseorangan)
Menurut Sehertian, teknik supervisi individu adalah
teknik yang digunakan pada pribadi yang mengalami masalah khusus dan memerlukan
bimbingan tersendiri dari supervisor.[31]
Supervisi individual pada dasarnya merupakan supervisi yang dilakukan oleh
seorang supervisor kepada seorang guru atau administrasi dalam dunia pendidikan
dalam rangka pembinaan serta pemberian bantuan untuk mengoptimalkan kinerja dan
prestasi kerjanya. Hendiyat Soetopo mengemukakan teknik-teknik supervisi
individual antara lain: kunjungan kelas (classroom visitation),
observasi kelas (classroom observation), percakapan pribadi (individual
conference), saling mengunjungi kelas (inter visition), menilai diri
sendiri (self evaluation checklist).[32]
2. Teknik Supervisi Kelompok
Menurut Sahertian,
teknik supervisi kelompok adalah teknik yang digunakan dan dilaksanakan
bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok.[33]
Sedangkan Menurut Made Pidarta, teknik supervisi kelompok adalah suatu
pembinaan terhadap sejumlah guru oleh satu atau beberapa supervisor. Dalam
supervisi kelompok ini dihidangkan suatu materi atau sekelompok materi kepada
sekelompok guru yang mengikuti supervisi. Materi tersebut diterima bersama,
dibahas bersama, dan disimpulkan bersama.Semua dilakukan di bawah asuhan
supervisor, jadi dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat dibina sejumlah
guru.[34]
Teknik supervisi
kelompok dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah, mengadakan pertemuan
atau rapat guru (meeting), mengadakan diskusi kelompok (group
discussion), mengadakan penataran-penataran (inservice-training)[35],
diskusi, workshop, tukar menukar pengalaman.[36] Teknik Supervisi Sebaya, teknik supervisi
demonstrasi, teknik supervisi pertemuan ilmiah, teknik supervisi kunjungan
sekolah.
F. Pelaporan Supervisi
Permendiknas
No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah dan Madrasah, salah
satu butir kompetensi supervisi manajerial pengawas adalah, “Menyusun laporan
hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program
pengawasan berikutnya di sekolah/madrasah.[37]
Pelaporan
merupakan tahap akhir dari suatu kegiatan kepengawasan yang telah dilaksanakan.
Mohanty menerangkan bahwa, “Inspection report is are the most fundamental
and useful record and like mirrors they reflect the quality of supervision”.[38]
Pendarapt tersebut dapat dipahami bahwa laporan pengawasan merupakan catatan
yang fundamental (mendasar) dan berguna bagai cermin yang menunjukkan kualitas
supervisi.
Secara
umun, laporan supervisi bertujuan untuk memberikan gambaran tentang mutu
sekolah setelah disupervisi. Ormston dan Shaw menyatakan bahwa tujuan pelaporan
supervisi adalah untuk mengkomunikasikan secara jelas kepada masyarakat non
profesional mengenai kekuatan dan kelemahan sekolah, meliputi keseluruhan
kualitasnya, standar pencapaian prestasi siswa, dan apa yang harus dilakukan
untuk memperbaiki hal yang dibutuhkan.[39]
Konsep
tujuan supervisi setidaknya terdiri dari dua hal yang mendasar, yakni sasaran (user)
laporan dan isi laporan. Sasarannya adalah kepada largely non-profesional
audience (khalayak non-profesional yang lebih luas) yang meliputi orang tua
siswa, kepala sekolah, atasan supervisor, dan pihak lain yang terkait atau concern
dengan dunia pendidikan, khususnya
dengan sekolah yang dibinanya. Sementara isi laporan mencakup empat hal, antara
lain:
1.
The
strengths and weakness of a school (kekuatan
dan kelemahan sekolah)
2.
It
is overall quality (kualitas
sekolah secara keseluruhan)
3.
The
standards pupils are achieving (standar
pencapaian prestasi siswa)
4.
What
should be done if improve are needed (apa
yang harus dilakukan untuk memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki).
Diantara
manfaat laporan hasil pengawasan adalah dapat digunakan sekolah atau madrasah
binaan sebagai umpan balik atas kinerjanya. Sedangkan bagi teman sejawat
laporan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi/ referensi untuk
mengembangkan kegiatan dalam bidang kepengawasan sekolah/ madrasah.
G.
Standar
Kompetensi Pengawas
Menurut
Len Holmes yang dikutip oleh Jasmani, menerangkan bahwa, “a competency is a
description of something which a person who works in a given occupational area
should be able to do. It is a description of an action, behavior or outcome
which a person should be able to demonstrace”. Kompetensi adalah gambaran tentang
apa yang seharusnya dapat dilakukan seseorang dalam suatu pekerjaan. Ia
menggambarkan pekerjaan, perilaku, dan hasil yang seharusnya dapat ditampilkan
atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam
pekerjaannya, tentu seseorang harus memiliki kemampuan (ability), dan
keterampilan (skill) yang sesuai dengan pekerjaannya.[40]
Cakupan
dimensi kompetensi pengawas terdapat dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007
tantang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang terdiri dari enam dimensi kompetensi,
yaitu; kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi
supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan
pengembangan, dan kompetensi sosial. Setiap dimensi kompetensi memiliki sub-sub
sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang pengawas. [41]
H.
Pengembangan Profesi Pengawas Pendidikan
Menurut
Jack Dunham, Pengembangan profesi adalah, “pengarahan dalam mengembangkan
pengetahuan yang diperlukan, keterampilan, dan sikap untuk kemajuan karir”.[42] Menurut
Permenpan dan RB Nomor 21 Tahun 2010, pengembangan profesi pengawas adalah,
“kegiatan yang dirancang dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
sikap dan keterampilan untuk peningkatan profesionalisme maupun dalam rangka
menghasilkan sesuatu bermanfaat bagi pendidikan sekolah”.[43]
Pengembangan
profesi bagi pengawas pendidikan penting untuk meningkatkan profesionalitas
mereka. Pengawas sekolah melakukan pengembangan profesi secara berkelanjutan
dengan tujuan untuk menjawab tantangan dunia yang semakin komplek dan untuk
lebih mengarahkan sekolah ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional yang
efektif, efisien dan produktif.[44]
Kegiatan
pengembangan profesi wajib dilakukan oleh semua pengawas sekolah. Mereka yang
tidak mampu mengumpulkan angka kredit pada kegiatan tersebut, dapat diartikan
sebagai ketidakmampuannya dalam mengembangkan profesinya. Dan berdasarkan pasal
34 dalam Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21
Tahun 2010, yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pembebasan sementara dari
jabatannya.
Pengembangan
dan peningkatan kompetensi dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan
keprofesian pengawas yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan
fungsional.[45]
Dalam Permenpan dan RB No. 21 Tahun 2010, setiap pengawas harus melakukan
pengembangan profesi pengawas yang meliputi:
1.
Pembuatan
karya tulis dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/pengawasan.
2.
Penerjemahan/penyaduran
buku dan/atau karya ilmiah di bidang pendidikan formal/ pengawasan.
3.
Pembuatan
karya inovatif.[46]
Selain
melalui karya ilmiah, pengembangan profesi pengawas dapat dilakukan melalui
diskusi yang menurut Glickman diantaranya adalah collegial support groups atau
kelompok kolega, yang berarti kerjasama antar pengawas untuk membahas persoalan
yang sama untuk menghadirkan inovasi kepengawasan, dan saling memberikan
dukungan. Ataupun melalui jaringan (networks), yang turut memanfaatkan
media seperti jaringan internet, koran, mesin fax, dan seminar serta
konferensi.[47]
Sama
halnya dengan pengembangan profesi pengawas sekolah, untuk pengembangan profesi
pengawas Madrasah dan pengawas PAI sekolah diselenggarakan pertemuan Pokjawas
yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012
tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah Bab XI Pasal 17 Ayat 1
sampai 3. [48]
Pengembangan
profesi pengawas Diknas dan pengawas Madrasah dan PAIS sama dari segi kegiatan
dan program karena dari segi tugasnya pun sama. Di Kemenag terdapat Pokjawas
sementara di Diknas terdapat pula Korwas. Pokjawas di Kemenag juga melaksanakan
pengembangan profesi melalui kegiatan-kegiatan seperti: Publikasi Ilmiah (PI),
membuat Karya Inovatif (KI), penulisan Penelitian Tindakan Kepengawasan (PTKP),
diklat, melaksanakan kegiatan kolektif seperti rapat koordinasi, menyusun
materi, menyusun program, dan sebagainya.[49]
Diantara
ruang lingkup (scope) atau cakupan dari pengembangan profesi pengawas
pendidikan antara lain:
1.
Pembuatan karya tulis/karya ilmiah
di bidang pendidikan;
2.
Pembuatan dan/atau penemuan
teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
3.
Pembuatan pedoman pelaksanaan
pengawasan sekolah;
4.
Pembuatan juknis pelaksanaan
pengawasan sekolah;
5.
Evaluasi dan pengembangan kurikulum;
6.
Penciptaan karya seni;
Dengan
adanya pengembangan profesi pengawas pendidikan, diharapkan dapat meningkatkan
kinerja dan produktifitas dalam hal kepengawasan pendidikan sehingga berdampak
terhadap mutu sekolah atau satuan pendidikan yang dibinanya.
DAFTAR PUSTAKA
Aedi,
Nur, Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktik, Jakarta:
Rajawali Press, 2014
Arikunto,
Suharsimi, Dasar-dasar Supervisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004
Asf,
Jasmani dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008
Burhanudin,
dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran, Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan UNNES, 2006
Danim,
Sudarwan, Profesionalisasi dan Etika
Profesi Guru, Bandung: Alfabeta, 2010
Donni Juni dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Bandung: Alfabeta, 2014
Dunham,
Jack, Developing Effective School management, New York: Routledge, 2005
Glickman,
Carl D., Developmental Supervision: Alternative Practice for Helping Teacher
Improve Instruction, Washington: ASCD, 1981
Glickman,
Carl D., Stephen P. Gordon and Jovita M. Ross Gordon, Supervision and
Instructional Leadership, Boston: Pearson, 2004
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, “Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran”,
dalam Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, Bandung, 2013
Kompri,
Manajemen Pendidikan, Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2015
Makawimbang,
Jerry H., Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendiidikan, Bandung: Alfabeta,
2011
Maunah,
Binti, Supervisi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2009
Mohanty,
J., Educational Administration and School Management, New Delhi: Deep
& Deep Publication, 1998
Mufidah,
Luk Luk Nur, Supervisi Pendidikan, Jember: Center for Society Studies,
2008
Mukhtar
dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi
Pendidikan, Cet.I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2009
Ormston,
M and Shaw, Inspection: Preparation Guide for School, London: Longman
Group, 1994
Pawlas,
George E. & Peter F. Oliva, Supervision for Today’s School, USA:
Thomson Press, 2007
Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan
Pengawas PAI pada Sekolah
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah dan Madrasah
Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Purwanto,
Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2003
Sahertian,
Piet A., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta, Rineka
Cipta, 2008
Sergiovanni,
Thomas J., Supervision of Teaching, Washington: ASCD, 1982
-----,
Supervision: Human Perspevtives, USA: McGraw-Hill, 1983
Soetopo,
Hendiyat dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Jakarta:
PT. Bina Aksara, 1988
Sujana,
Nana, dkk, Buku kerja Pengawas Sekolah, Jakarta: Pusat Pengembangan
tenaga Kependidikan, Badan PSDM, dan PMP Kementrian Pendidikan Nasional, 2011
Suryasubrata,
B., Manajemen Pendidikan di Sekolah ,
Jakarta: Rineka Cipta, 2004
[1] Mukhtar dan
Iskandar, Orientasi Baru Supervisi
Pendidikan, (Cet.I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 41
[2] Thomas J.
Sergiovanni, Supervision of Teaching, (Washington: ASCD, 1982), pg. 2
[3] B. Suryasubrata,
Manajemen Pendidikan di Sekolah ,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm.125
[4] Carl D.
Glickman, Developmental Supervision: Alternative Practice for Helping
Teacher Improve Instruction, (Washington: ASCD, 1981), pg. 3
[5] Piet A.
Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta, Rineka
Cipta, 2008), hlm. 35
[6] Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21
Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Bab
1 Pasal 1 Ayat 2
[7] Kompri, Manajemen
Pendidikan, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2015), hlm. 302
[8] Kompri, Manajemen
Pendidikan..., hlm. 314
[9] Kamus Besar
Bahasa Indonesia Offline Versi 1.1, Freeware 2010 oleh Ebta Setiawan.
[10] Carl D.
Glickman, Developmental Supervision..., pg. 5
[11] Carl D.
Glickman, Developmental Supervision..., pg. 17
[12] Jasmani Asf
dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008),
hlm. 70
[13] Carl D.
Glickman, Developmental Supervision..., pg. 23
[14] Piet A.
Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 49-50
[15] Luk Luk Nur
Mufidah, Supervisi Pendidikan, (Jember: Center for Society Studies,
2008), hlm. 36
[16] Piet A.
Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 48
[17] Hendiyat
Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta:
PT. Bina Aksara, 1988), hlm. 50
[18] Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya,
2003), hlm. 120
[19] Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, “Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran”,
dalam Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung, 2013),
hlm. 1
[20] George E.
Pawlas & Peter F. Oliva, Supervision for Today’s School, (USA:
Thomson Press, 2007), pg. 8
[21] Binti Maunah, Supervisi
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 118
[22] M. Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan..., hlm. 90
[23] Donni Juni
Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 155
[24] Thomas J.
Sergiovanni, Supervision: Human Perspevtives, (USA: McGraw-Hill, 1983),
pg. 301-302
[25] Jasmani Asf,
dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan..., hlm. 93-94
[26] Nur Aedi, Pengawasan
Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktik, (Jakarta: Rajawali Press, 2014),
hlm. 61
[27] Thomas J.
Sergiovani and Robert J. Starratt, Supervision Human Perspectives...,
pg. 313
[28] Burhanudin,
dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran, (Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan UNNES, 2006), hlm. 209
[29] Jerry H.
Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendiidikan, (Bandung:
Alfabeta, 2011), hlm. 112
[30] Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hlm.
54
[31] Piet A. Sehertian,
Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 52
[32] Hendiyat
Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan...,
hlm. 46-48
[33] Piet A.
Sahertin, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan..., hlm. 86
[35] Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan..., hlm.122
[36] Jerry H.
Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendiidikan,... hlm. 115-116
[37] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah dan Madrasah
[38] J Mohanty, Educational
Administration and School Management, (New Delhi: Deep & Deep
Publication, 1998), pg. 213
[39] M Ormston and
Shaw, Inspection: Preparation Guide for School, (London: Longman Group,
1994), pg. 104
[40] Jasmani Asf,
dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan..., hlm. 143
[41] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah dan Madrasah
[42] Jack Dunham, Developing
Effective School management, (New York: Routledge, 2005), pg. 72
[43] Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya Bab 1 Pasal 1 Ayat 5
[44] Nana Sujana,
dkk, Buku kerja Pengawas Sekolah, (Jakarta: Pusat Pengembangan tenaga
Kependidikan, Badan PSDM, dan PMP Kementrian Pendidikan Nasional, 2011), hlm.
4
[45] Sudarwan
Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi
Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 19
[46] Nana Sujana,
dkk, Buku kerja Pengawas Sekolah...,hlm. 23
[47] Carl D.
Glickman, Stephen P. Gordon and Jovita M. Ross Gordon, Supervision and
Instructional Leadership, (Boston: Pearson, 2004), pg. 375
[48] Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan
Pengawas PAI pada Sekolah
[49] Wawancara
dengan H. Asikin, S.Ag., M.S.I., Ketua Pokjawas Kemenag Kota Semarang, Tanggal
1 Juni 2016, Pukul 09.16 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar