TAHAPAN-TAHAPAN
MANAJEMEN KURIKULUM
DALAM SATUAN PENDIDIKAN (POAC)
MAKALAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen
Kurikulum dan Evaluasi
Dosen Pengampu
:
Dr. H. Darmuin, M.Ag.
Disusun oleh :
1.
Muhammad
Sunari (1500128010)
2.
Ummu
Hanifah (1500128013)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
WALISONGO
SEMARANG
2016
TAHAPAN-TAHAPAN
MANAJEMEN KURIKULUM
DALAM SATUAN PENDIDIKAN (POAC)
I.
PENDAHULUAN
Manajemen
kurikulum merupakan substansi manajemen yang utama di sekolah. Karena kurikulum
merupakan aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan nasional dan
menjadi komponen yang memiliki peran strategis dalam sistem pendidikan. Bahkan
studi tentang manajemen kurikulum saat ini semakin mendapat banyak perhatian
dari kalangan ilmuwan dan para ahli yang menekuni bidang kurikulum,
administrasi pendidikan, dan teknologi pendidikan. Prinsip dasar manajemen
kurikulum adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik,
dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk
menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Tahapan dalam
manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap yang dapat
disingkat menjadi POAC, yakni: Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian),
Actuating (pelaksanaan), Controlling (pengendalian). POAC adalah
dasar manajemen untuk organisasi manajerial. Untuk mencapai tujuan, manajer
menggunakan sumber daya dan melaksanakan empat fungsi manajerial utama (POAC)
tersebut. POAC merupakan sebuah proses, maka di dalam organisasi keberadaan
POAC akan selalu berputar dan tidak akan pernah berhenti.
Fungsi POAC
sendiri dalam suatu organisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuannya. Bagitupun dalam hal
kurikulum, perlu adanya manajemen agar tercapai tujuan yang diinginkan. Maka
dalam makalah ini akan dibahas mengenai POAC dalam manajemen kurikulum dalam
satuan pendidikan.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
perencanaan dalam manajemen kurikulum?
B.
Bagaimana
pengorganisasian dalam manajemen kurikulum?
C.
Bagaimana
pelaksanaan dalam manajemen kurikulum?
D.
Bagaimana
pengendalian dalam manajemen kurikulum?
III.
PEMBAHASAN
A.
Perencanaan (Planning) dalam Manajemen Kurikulum
Manurut
Oemar Hamalik, perencanaan merupakan rangkaian tindakan ke depan. Perencanaan
bertujuan untuk mencapai seperangkat operasi yang konsisten dan terkoordinasi
guna memperoleh hasil-hasil yang diinginkan.[1] Merencanakan
pada dasarnya meliputi membuat keputusan mengenai arah yang akan dituju, tindakan
yang akan diambil, sumber daya yang akan diolah dan teknik/metode yang dipilih
untuk digunakan.[2]
Sedangkan kurikulum menurut UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas, kurikulum adalah, “seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.”[3]
Menurut Peter F. Oliva, perencanaan kurikulum
adalah fase permulaan dalam kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat
keputusan dan mengambil tindakan untuk menyusun perencanaan dimana guru dan
siswa akan dibawa. Perencanaan adalah fase berfikir atau merancang tindakan
yang akan diambil untuk diimplementasikan.[4] Perencanaan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina
siswa ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai sampai mana
perubahan tersebut telah terjadi pada diri siswa.[5]
Perencanaan kurikulum menyangkut penetapan
tujuan dan memperkirakan cara pencapaian tujuan tersebut. Perencanaan kurikulum
dijadikan sebagai pedoman yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber belajar
yang diperlukan, media penyampaian, metode, sumber biaya, tenaga, sarana yang
diperlukan, sistem control, dan evaluasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Merencanakan pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dalam
perencanaan kurikulum, karena pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap siswa
dari pada kurikulum itu sendiri.[6]
Pada pendekatan yang
bersifat “administrative approach” kurikulum direncanakan oleh
pihak atasan kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada
guru-guru. Jadi form the top down,
dari atas ke bawah atas inisiatif administrator. Dalam kondisi ini guru-guru
tidak dilibatkan. Mereka lebih bersifat pasif yaitu sebagai penerima dan
pelaksana di lapangan. Semua ide, gagasan dan inisiatif berasal dari pihak
atasan.
Sebaliknya pada pendekatan
yang bersifat “grass roots
approach” yaitu yang dimulai dari bawah, yakni dari pihak guru-guru
atau sekolah-sekolah secara individual. Kepala sekolah serta guru-guru dapat
merencanakan kurikulum atau perubahan kurikulum karena melihat kekurangan dalam
kurikulum yang berlaku. Mereka tertarik oleh ide-ide baru mengenai kurikulum
dan bersedia menerapkannya di sekolah mereka untuk meningkatkan mutu pelajaran.
Dengan bertindak dari
pandangan bahwa guru adalah manager (the
teacher as manager) J.G Owen sangat menekankan perlunya keterlibatan guru
dalam perencanaan kurikulum. Guru harus ikut bertanggung jawab dalam
perencanaan kurikulum, karena dalam praktek mereka adalah pelaksana-pelaksana
kurikulum yang sudah disusun bersama.[7]
Seorang manajer dituntut untuk memiliki ketelitian dan
kecermatan yang tinggi dalam merencanakan kurikulum baik secara menyeluruh maupun secara rinci,
karena perencanaan kurikulum memiliki multi fungsi sebagai berikut :[8]
a. Perencanaan kurikulum berfungsi sebagai
pedoman atau alat manajemen, yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber
belajar, media, bahan ajar, jenjang pendidikan, biaya dan sarana yang
diperlukan, serta sistem kontrol dan evaluasi untuk mencapai tujuan manajemen
yang telah dirancang sebelumnya.
b. Perencanaan kurikulum berfungsi sebagai
alat atau penggerak roda organisasi dan tata laksana untuk menciptakan
perubahan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan organisasi.
c.
Perencanaan kurikulum berfungsi sebagai motivasi untuk
melaksanakan sistem pendidikan sehingga mencapai hasil optimal.
Pada tahap perencanaan, kurikulum dijabarkan
hingga menjadi rencana pembelajaran, untuk itu perlu dilakukan tahapan sebagai
berikut:
1.
Berdasarkan
kalender pendidikan dari dinas pendidikan, sekolah harus menghitung hari kerja
efektif dan jam pelajaran efektif untuk setiap mata pelajaran, memperhitungkan
hari libur, hari untuk ulangan, dan hari-hari tidak efektif (membuat kalender
akademik).
2.
Menyusun
program tahunan (Prota) oleh guru setiap mata pelajaran.
3.
Menyusun
program semester (Promes) oleh guru mata pelajaran.
4.
Menyusun
silabus oleh guru mata pelajaran.
5.
Menyusun
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) oleh guru mata pelajaran.[9]
Jadi,
perencanaan dalam manajemen kurikulum adalah membuat keputusan mengenai
tujuan, tindakan yang akan diambil, sumber daya yang akan diolah dan
teknik/metode yang dipilih untuk dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk dalam
pelaksanaan kurikulum demi mencapai tujuan organisasi.
B.
Pengorganisasian (Organizing) dalam Manajemen Kurikulum
Mengorganisasikan
adalah proses mengatur, mengalokasikan, dan mendistribusikan pekerjaan,
wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Mengorganisasikan sangat penting dalam manajemen karena membuat
posisi seseorang jelas dalam struktur dan pekerjaannya. Melalui pemilihan,
pengalokasian dan pendistribusian kerja yang profesional, organisasi dapat
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[10]
George R. Terry (1986)
dalam Rusman mengemukakan bahwa Pengorganisasian adalah, “tindakan
mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang,
sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan
pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan
tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Dari pendapat
diatas dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk
melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi
pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah
bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan
apa targetnya.[11]
Organisasi
kurikulum sangat terkait dengan pengaturan bahan pelajaran yang ada dalam
kurikulum, sedangkan yang menjadi sumber bahan pelajaran dalam kurikulum adalah
nilai budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat serta ilmu pengetahuan
dan teknologi.[12]
Menurut
Carl D. Glickman, ada tiga pendekatan dalam pengorganisasian kurikulum, yakni; discipline
based (berdasarkan mata pelajaran), interdisciplinary (antar cabang
ilmu pengetahuan), transdisciplinary (ilmu pengetahuan yang
terintegrasi).[13]
Hampir sama dengan Glickman, menurut Sutikno yang dikutip oleh Rusdiana,
bahwa secara akademik ada empat bentuk pengorganisasian kurikulum yang dapat
diterapkan dalam lembaga pendidikan, yaitu sebagai berikut: [14]
1.
Separated
Subject Curriculum (Kurikulum Mata
Ajaran), kurikulum ini menyajikan segala bahan peajaran dalam berbagai macam
mata pelajaran (subject) yang terpisah satu sama lain, seakan-akan ada
batas pemisah antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain, juga antara
suatu kelas, dengan kelas lain.
2.
Correlated
Curriculum (Kurikulum
Bidang Studi), organisasi kurikulum ini menghendaki agar mata pelajaran satu sama
lain ada hubungan, bersangkut paut (Correlated) walaupun mungkin
batas-batas yang masih dipertahankan.[15] Agar
pengetahuan anak tidak terpisah-pisah maka diusahakan hubungan antara dua mata
pelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok yang memiliki
hubungan erat.[16]
3.
Integrated
Curriculum (Kurikulum Terpadu),
Integrated Curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata
pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan.
Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian yang
integral selaras dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan disekolah
sesuai dengan kehidupan anak di luar sekolah.
4.
Core
Curriculum (Kurikulum
Inti), yaitu kurikulum inti yang diberikan kepada semua siswa untuk mencapai
keseluruhan program kurikulum secara utuh. Dalam core curriculum diajarkan
hal-hal yang perlu diketahui oleh setiap siswa berdasarkan masalah dan
kebutuhan siswa.
Selain
mengorganisasikan bahan pelajaran, hal yang sangat penting dalam
penorganisasian kurikulum adalah menetapkan siapa yang bertanggung jawab
terhadap bahan pelajaran tersebut. Menurut Rusdiana, pada tahap pengorganiasian
kurikulum, kepala sekolah mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas mengajar,
menyusun jadwal pelajaran dan jadwal kegiatan ekstrakurikuler sebagai berikut:
1.
Pembagian
tugas mengajar dan tugas lain perlu dilakukan secara merata, sesuai dengan
bidang keahlian dan minat guru. Diupayakan agar setiap guru memperoleh jam
tugas sesuai dengan beban tugas minimal.
2.
Penyusunan
jadwal pelajaran diupayakan agar guru mengajar secara maksimal selama lima
hari/miggu, sehingga ada satu hari tidak mengajar untuk pertemuan Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP).
3.
Penyusunan
jadwal pola kegiatan perbaikan dan pengayaan. Secara normal setiap mata
pelajaran akan memerlukan kegiatan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas atau
tidak memenuhi SKMB (Standar Kegiatan Belajar Mengajar).
4.
Penyusunan
jadwal kegiatan ekstrakurikuler perlu difokuskan untuk mendukung kegiatan
kurikuler dan kegiatan lain yang mengarah pada pembentukan keimanan,
kepribadian, dan kepemimpinan dengan keterampilan tertentu.[17]
Jadi,
pengorganisasian dalam manajemen kurikulum adalah upaya untuk melengkapi perencanaan yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Pengorganisasian dalam manajemen kurikulum mencakup penentuan apa yang
akan diajarkan dan menetapkan siapa yang bertanggung jawab dalam pembelajaran
tersebut. Hasilnya adalah penjadwalan tentang kegiatan pembelajaran, kegiatan
ekstrakurikuler, dan kegiatan pengayaan.
C.
Pelaksanaan (Actuating) dalam Manajemen Kurikulum
Dari seluruh
rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Fungsi
ini baru dapat diterapkan setelah rencana, organisasi, dan karyawan ada. Jika
fungsi ini diterapkan maka proses manajemen dalam merealisasi tujuan dimulai. Dalam perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan
dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru
lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang
dalam organisasi.
Seperti yang dikutip
oleh Rusman, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan
usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan
dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota
perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai
sasaran-sasaran tersebut.
Pelaksanaan (actuating)
tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan,
melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung
jawabnya.[18]
Pelaksanaan
kurikulum adalah menerjemahkan perencanaan ke dalam tindakan. Selama
perencanaan kurikulum, tentunya dibentuk organisasi kurikulum atau reorganisasi
yang telah ditentukan. Pengorganisasian tersebut akan berperan dalam
pelaksanaan operasionalnya. Pelaksanaan kurikulum diwujudkan dari rencana kedalam tindakan
dalam kelas, dengan demikian terwujudlah kurikulum dalam sebuah pembelajaran. disini,
peran guru berubah dari “curriculum worker” (pekerja kurikulum) menjadi
“instructor” (pengajar).[19]
Pada
tahap ini, tugas utama kepala sekolah adalah melakukan supervisi dengan tujuan
untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi. Dengan
cara itu, guru akan merasa didampingi pimpinan sehingga akan meningkatkan
semangat kerjanya.[20]
Salah
satu wujud nyata dari pelaksanaan kurikulum adalah proses belajar mengajar
dengan kata lain proses belajar mengajar adalah operasionalisasi dari
kurikulum. Hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan kurikulum adalah sebagai
berikut:
a.
Dilakukan
oleh guru mata pelajaran.
b.
Pelaksanaan
ada monitoring dan evaluasi.
c.
Pelaksanaan
kurikulum sesuai dengan pembagian tugas guru.
d.
Pelaksanaan
kurikulum di monitoring oleh kepala sekolah.
e.
Pelaksanaan
kurikulum dalam proses (KBM) sesuai dengan Silabus dan RPP yang telah dibuat.[21]
Kurikulum
dilaksanakan berdasarkan potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna baginya. Kurikulum dilaksanakan dengan
menegakkan lima pilar belajar:
1.
Belajar
untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Belajar
untuk memahami dan menghayati
3.
Belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif
4.
Belajar
untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain
5.
Belajar
untuk membangun dan menemukan jati dirinya melalui proses pembelajaran yang
efektif, kreatif, aktif dan menyenangkan.[22]
Pelaksanaan
kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang baik dengan alasan
sebagai berikut:
a.
Kurikulum
dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling
menerima dan menghargai, akrab, terbuka, hangat, dan bersifat membangun.
b.
Kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, yang sumber belajarnya bersifat
keteknologian.
c.
Kurikulum
dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidik dengan muatan seluruh bahan kajian
secara optimal.
d.
Kurikulum
dilaksanakan berdasarkan komponen-komponen kurikulum yang ada (tujuan, materi
atau isi, strategi, dan evaluasi).[23]
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kurikulum adalah mewujudkan perencanaan ke
dalam tindakan pembelajaran, dengan demikian terwujudlah kurikulum dalam sebuah
pembelajaran.
D.
Pengendalian (Controlling) dalam Manajemen Kurikulum
Pengendalian (controlling) merupakan fungsi manajemen
yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu,
tidak akan efektif tanpa disertai fungsi ini. Menurut Rusman, controlling
(pengendalinan/ pengawasan) adalah suatu kegiatan yang berusaha untuk
mengendalikan agar pelaksanaan dapat sesuai dengan rencana dan memastikan
apakah tujuan organisasi tercapai.[24]
Pengendalian
adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan
aktivitas yang direncanakan. Proses pengendalian dapat melibatkan beberapa
elemen yaitu; menetapkan standar kinerja, mengukur kinerja, membandingkan unjuk
kerja dengan standar yang telah ditetapkan, mengambil tindakan korektif saat
terdeteksi penyimpangan.[25]
Dalam
pengertian terbatas, pengendalian kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum
yang bersangkutan. Dalam proses manajerial, evaluasi diperlukan untuk
membandingkan antara kinerja aktual dengan kinerja yang telah ditetapkan
(kinerja standar).[26]
Dalam
komite penelitian nasional The Phi Delta Kappa mengenai evaluasi, Daniel L.
Stufflebeam mengemukakan model evaluasi yang dikenal dengan CIPP (Context,
Input, Process, Product).[27]
Dalam evaluasi kurikulum, model evaluasi CIPP dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.
Penilaian
konteks yakni evaluasi terhadap tujuan-tujuan kurikulum, apakah tujuan
kurikulum sudah sesuai dengan kebutuhan siswa.
b.
Penilaian
input yakni evaluasi yang terfokus pada usaha bagaimana bisa menggunakan sumber
daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan,
c.
Penilaian
proses yakni penilaian yang dilakukan ketika proses belajar mengajar
berlangsung, sehingga akan diketahui kekurangan-kekurangan dalam desain
pembelajaran.
d.
Penilaian
produk yakni usaha mengukur dan
menginterpretasikan pencapaian mutu program pendidikan.[28]
Hal-hal yang terkait dengan
pengendalian/pengawasan kurikulum antara lain sebagai berikut:
a)
Pelaku pengawasan kurikulum adalah pengawas dan
kepala sekolah.
b)
Obyek pengawasan kurikulum adalah: kelengkapan
perangkat kurikulum, pelaksanaan kurikulum, dan proses belajar mengajar.
c)
Cara/metode yang digunakan adalah wawancara,
observasi kelas, dan kunjungan kelas.
d)
Instrumen yang banyak digunakan adalah daftar
cek dan angket.
Pada
tahap pengendalian/ kontrol kurikulum, ada dua aspek yang perlu diperhatikan,
yaitu; jenis evaluasi dikaitkan dengan tujuannya, dan pemanfaatan hasil
evaluasi.[30]
1.
Kepala
sekolah mengingatkan guru bahwa evaluasi memiliki tujuan ganda, yaitu
mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dan mengetahui tingkat kesulitan
siswa.
2.
Hasil evaluasi harus benar-benar dimanfaatkan guru
untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran. Untuk itu, kepala sekolah harus selalu
mengingatkan guru, jika siswa belum menguasai bahan ajar, perlu dilakukan
perbaikan. Siswa yang mengalami kesulitan perlu dicarikan solusi, misalnya
membentuk kelompok belajar.
3.
Mengingat
pentingnya evaluasi maka evaluasi perlu dirancang sejak awal. Untuk itu,
hendaknya kepala sekolah mengarahkan guru untuk menyusun kisi-kisi evaluasi,
menyusun butir soal, dan menelaah, sampai dihasilkan perangkat soal yang baik,
serta cara penilaiannya.
4.
Penyusunan
soal sebaiknya tidak dilakukan oleh guru secara sendiri-sendiri, tetapi
dilakukan bersama oleh beberapa guru bidang studi sejenis atau oleh MGMP, yang
mengarah pada soal standar.[31]
Hasil-hasil
evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah, dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami
dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih
metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian, serta fasilitas
pendidikan lainnya.[32]
Jadi,
pengendalian dalam manajemen kurikulum adalah
kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan dan memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan serta mengambil tindakan
korektif apabila terdeteksi penyimpangan.
IV.
KESIMPULAN
Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat
tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki
peranan yang amat vital. Setiap kegiatan
pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis,
pengorganisasian yang efektif dan efisien, pelaksanaan dengan pengarahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan. Begitupun dalam manajemen kurikulum
di sekolah.
Perencanaan dalam manajemen
kurikulum adalah membuat keputusan mengenai
tujuan, tindakan yang akan diambil, sumber daya yang akan diolah dan
teknik/metode yang dipilih untuk dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan
kurikulu untuk mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian
dalam manajemen kurikulum adalah upaya untuk melengkapi
perencanaan yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya, mencakup
penentuan apa yang akan diajarkan dan menetapkan siapa yang bertanggung jawab
dalam pembelajaran tersebut. Pelaksanaan
kurikulum adalah mewujudkan perencanaan ke dalam tindakan pembelajaran, dengan
demikian terwujudlah kurikulum dalam sebuah pembelajaran. pengendalian dalam
manajemen kurikulum adalah kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan dan memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin
diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan serta mengambil tindakan
korektif apabila terdeteksi penyimpangan.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang penulis
susun. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan
maupun penjelasan pada makalah ini penulis mohon maaf serta mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, Slamet Suyanto, Dan Setya Raharja, “Pengembangan Kapasitas
Kepengawasan Pendidikan Di Wilayah Kota Yogyakarta”, Jurnal Penelitian Bappeda
Kota Yogyakarta Vol. 1 No. 1 2006
Engkoswara
dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010
Glickman,
Carl D, Stephen P. Gordon, and Jovita M. Ross Gordon, Supervision and
Instructional Leadership, Boston: Pearson, 2004
Hamalik,
Oemar Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010
Hasbullah,
Otonomi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Minarti,
Sri, Manajemen Sekolah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012
Oliva,
Peter F., Developing the Curriculum, Boston: Little, Brown and Company,
1982
Rusdiana,
Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2013
Rusman,
Manajemen Kurikulum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012
Sudja’i,
Achmad, Pengembangan Kurikulum, Semarang: AKFI Media, 2013
Sukmawati,
Indah Wahyu dan Karwanto, “Manajemen Kurikulum di SMP Negeri 2 Mojoagung Jombang”,
Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, Vol. 3 No.3, 2014
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[1] Oemar Hamalik,
Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
hlm. 135
[2] Engkoswara dan
Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.
94
[3] Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I
Pasal 1 ayat 19
[4] Peter F.
Oliva, Developing the Curriculum, (Boston: Little, Brown and Company,
1982), hlm. 25
[5] Rusman, Manajemen
Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 21
[6] Rusman, Manajemen
Kurikulum..., hlm. 21
[7]Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan Kurikulum..., hlm. 150
[8] Oemar Hamalik,
Manajemen Pengembangan Kurikulum..., hlm. 152
[9] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 127-128
[10] Engkoswara dan
Aan Komariah, Administrasi Pendidikan..., hlm. 95
[11] Rusman, Manajemen
Kurikulum..., hlm. 124
[12] Rusman, Manajemen
Kurikulum..., hlm. 60
[13] Carl D
Glickman, Stephen P. Gordon, Jovita M. Ross Gordon, Supervision and Instructional
Leadership, (Boston: Pearson, 2004), hlm. 408
[14] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan..., hlm. 120
[15] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan..., hlm. 120
[16] Achmad
Sudja’i, Pengembangan Kurikulum, (Semarang: AKFI Media, 2013), hlm. 86
[17] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan..., hlm. 129
[18] Rusman, Manajemen
Kurikulum..., hlm. 125
[19] Peter F.
Oliva, Developing the Curriculum..., hlm. 25
[20] Hasbullah, Otonomi
Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 116
[21] Indah Wahyu
Sukmawati, dan Karwanto, “Manajemen Kurikulum di SMP Negeri 2 Mojoagung
Jombang”, Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, (Vol. 3 No.3, 2014), hlm. 23
[22] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan..., hlm. 123
[23] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan..., hlm. 124
[24] Rusman, Manajemen
Kurikulum..., hlm. 126
[25] Engkoswara dan
Aan Komariah, Administrasi Pendidikan..., hlm. 96
[26] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 100
[27] Peter F.
Oliva, Developing the Curriculum..., hlm. 441
[28] Achmad
Sudja’i, Pengembangan Kurikulum..., hlm. 102
[29] Suharsimi
Arikunto, Slamet Suyanto, Dan Setya Raharja, Pengembangan Kapasitas
Kepengawasan Pendidikan Di Wilayah Kota Yogyakarta, Jurnal Penelitian Bappeda
Kota Yogyakarta Vol. 1 No. 1, 2006, hlm. 9
[30] Hasbullah, Otonomi
Pendidikan..., hlm. 116
[31] Rusdiana, Pengelolaan
Pendidikan..., hlm. 130
[32] Sri Minarti, Manajemen
Sekolah..., hlm. 101
Terimakasih sangat membantu
BalasHapusTerimakasih sangat membantu
BalasHapus