MUNASAKHAT
A. Pengertian Munaskhat
Secara harfiyah,
Munasakhat berasal dari Bahasa Arab berarti “memindahkan” dan “menghilangkan”. misalnya
dalam kalimat nasakhtu al-kitab yang bermakna “saya menukil (memindahkan)
kepada lembaran lain”; nasakhat asy-syamsu ash-zhilla yang berarti “sinar
matahari menghilangkan bayang-bayang”.
Makna yang pertama
--yakni memindahkan/menukil-- sesuai dengan firman Allah SWT berikut:
"Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu
dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu
kerjakan". (QS. Al-Jatsiyah: 29)
Sedangkan makna yang kedua sesuai dengan
firman berikut:
"Ayat
mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah
kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?" (QS. Al-Baqarah: 106)
Sedangkan pengertian
munasakhat menurut istilah adalah meninggalnya ahli waris sebelum pembagian
harta waris sehingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya yang lain. Bila
salah seorag ahli waris meninggal, sedangkan ia belum menerima hak warisnya (karena
memang belum dibagikan), hak warisnya berpindah kepada ahli warisnya. Karenanya
di sini akan timbul suatu masalah yang oleh kalangan ulama faraid dikenal
dengan sebutan Al-jami'ah.[1]
Munasakhat beberapa unsur, antara lain:
a. Harta pusaka simati belum dibagikan
kepada para ahli waris, menurut ketentuan pembagian harta pusaka
b. Adanya kematian dari salah seorang ahli
waris
c. Adanya pemindahan bagian harta pusaka
dari orang yang mati kemudian kepada ahli waris yang lain atau kepada ahli
warisnya yang semula belum menjadi ahli waris terhadap orang yang mati pertama
d. Pemindahan bagian ahli waris yang telah
mati kepada ahli warisnya harus dengan jalan mempusakai (mewarisi).[2]
Munasakhat mempunyai tiga macam keadaan,
antara lain:
a) Ahli waris dari pewaris yang kedua adalah
mereka yang juga merupakan ahli waris dari pewaris yang pertama.
Dalam kasus seperti ini masalahnya tidak berubah, dan cara pembagian warisnya
pun tidak berbeda. Misalnya, ada seseorang wafat dan meninggalkan lima orang
anak. Kemudian salah seorang dari kelima anak itu ada yang meninggal, tetapi
yang meninggal itu tidak mempunyai ahli waris kecuali saudaranya yang empat
orang, maka seluruh harta waris yang ada hanya dibagikan kepada keempat anak
yang tersisa, seolah-olah ahli waris yang meninggal itu tidak ada dari awalnya.
b) Para ahli waris dari pewaris kedua
adalah sosok ahli waris dari pewaris pertama, namun ada perbedaan dalam hal
jauh dekatnya nasab mereka terhadap pewaris.
Misalnya, seseorang mempunyai dua orang istri. Dari istri yang pertama mempunyai
keturunan seorang anak laki-laki. Sedangkan dari istri kedua mempunyai
keturunan tiga anak perempuan. Ketika sang suami meninggal, berarti ia
meningalkan dua orang istri dan empat anak (satu laki-laki dan tiga perempuan).
Kemudian, salah seorang anak perempuan itu meninggal sebelum harta waris
peninggalan ayahnya dibagikan. Maka ahli waris anak perempuan ini adalah sosok
ahli waris dari pewaris pertama (ayah). Namun, dalam kedua keadaan itu terdapat
perbedaan dalam hal jauh-dekatnya nasab kepada pewaris. Pada keadaan yang
pertama (meninggalnya ayah), anak laki-laki menduduki posisi sebagai anak.
Tetapi dalam keadaan yang kedua (meninggalnya anak perempuan), anak laki-laki
terhadap yang meninggal berarti merupakan saudara laki-laki seayah, dan yang
perempuan sebagai saudara kandung perempuan. Jadi, dalam hal ini pembagiannya
akan berbeda, dan mengharuskan kita untuk mengamalkan suatu cara yang disebut
oleh kalangan ulama faraid sebagai masalah al-jami'ah.
c) Para ahli waris dari pewaris kedua bukan
ahli waris dari pewaris pertama, atau sebagian
ahli warisnya termasuk orang yamg berhak untuk menerima dari dua arah, yakni
dari pewaris pertama dan pewaris kedua. Dalam hal seperti ini kita juga harus
melakukan teori al-jama'iyah, sebab pembagian bagi tiap-tiap ahli waris yang
ada berbeda dan berlainan. [3]
B. Rincian Amaliah Munasakhat
Sebelum kita melakukan
rincian tentang amaliah al-munasakhat, kita terlebih dahulu harus melakukan
langkah-langkah berikut:
1. Mentashihkan masalah pewaris yang
pertama dengan memberikan hak waris kepada setiap ahlinya, termasuk hak ahli
waris yang meninggal.
2. Merinci masalah baru, khususnya yang
berkenaan dengan kematian pewaris kedua, tanpa mempedulikan masalah pertama.
3. Membandingkan antara bagian pewaris
kedua dalam masalah pertama, dengan pentashihan masalah dan para ahli warisnya
dalam masalah kedua.
4. Perbandingan antara keduanya itu dalam
kecenderungannya terhadap ketiga nisbat, yaitu mumatsalah, muwafaqah, dan mubayanah.
Bila antara keduanya, yakni antara bagian pewaris yang kedua dan masalah ahli
warisnya yang lain ada mumatsalah (kesamaan), maka dibenarkan kedua masalah
hanya dengan tashih yang pertama.[4]
Contoh
1 (mumatsalah)
Seseorang wafat
meninggalkan pusaka sebanyak Rp. 150.000.000,- yang ahli warisnya tiga anak
perempuan, dua saudari kandung, dan seorang saudara kandung. Kemudian salah
seorang saudari kandung itu meninggal. Jadi ia (salah seorang saudari kandung)
meninggalkan seorang saudari kandung dan seorang saudara kandung. Maka
pembagiannya seperti berikut:
Jumlah ahli waris: 3
x 4 = 12
|
3
|
36
|
Tashih masalah
|
3
|
Jami’ah
36
|
Harta pusaka
Rp. 150.000.000,-
|
|
3 anak pr.
|
2/3
|
2
|
24
|
|
|
24 bagian
|
Rp.
100.000.000,-
|
Saudarapr. sekandung
|
Ashabah bil ghair
|
1
|
3
|
Meninggal
|
-
|
-
|
|
Saudara pr. sekandung
|
3
|
Saudara pr. sekandung
|
1
|
3+1=
4 bagian
|
Rp. 17.000.000,-
|
||
Saudara lk. sekandung
|
6
|
Saudara lk. sekandung
|
2
|
6+2=
8 bagian
|
Rp. 33.000.000,-
|
Tiga anak perempuan
pewaris pertama, dalam masalah kedua ini tidak mendapatkan hak waris,
disebabkan kedudukannya hanyalah sebagai keponakan pewaris kedua, yakni anak
perempuan dari saudara laki-laki pewaris kedua. Karena itu, mereka mahjub.
Contoh 2 (Muwafaqah)
Seseorang wafat meninggalkan pusaka sebanyak Rp.
40.000.000,- yang ahli warisnya suami, seorang anak perempuan, seorang cucu
perempuan dari anak laki-laki dan seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki,
keseluruhannya dari suami yang sebelumnya. Lalu si suami juga wafat dengan
meninggalkan istri (istri kedua), ibu, dua orang saudara perempuan seayah dan
seorang saudara laki-laki seibu. Maka pembagiannya sebagai berikut:
|
|
x 5
|
|
Jami’ah
|
|
|||
Asal Masalah I
12
|
12
|
Asal Masalah II
12
|
(‘Aul)
15
|
60
|
Harta pusaka
Rp. 72.000.000,-
|
|||
Suami
|
¼
|
3
|
Meninggal
|
-
|
-
|
-
|
||
Anak pr.
|
½
|
6
|
|
|
30
|
Rp. 36.000.000,-
|
||
Cucu pr.
|
Ash
|
1
|
|
|
5
|
Rp.
6.000.000,-
|
||
Cucu lk.
|
2
|
|
|
10
|
Rp. 12.000.000,-
|
|||
|
|
|
Istri
|
¼
|
3
|
3
|
Rp.
3.600.000,-
|
|
|
|
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
2
|
Rp.
2.400.000,-
|
|
|
|
|
2 sdr pr. Seayah
|
2/3
|
8
|
8
|
Rp.
9.600.000,-
|
|
|
|
|
Sdr lk. seibu
|
1/6
|
2
|
2
|
Rp.
2.400.000,-
|
|
Antara
dua masalah ada persesuaian, dalam sepertiga dari 15 = 5 ini dinamakan
persesuaian masalah (Muwafaqah)
Contoh 3 (Mubayanah)
Seseorang wafat dan
meninggalkan pusaka sebanyak Rp. 24.000.000,- yang ahli warisnya suami, ayah,
ibu, dan dua anak perempuan. Kemudian suami wafat dan meninggalkan saudara
kandung perempuan, ibu, istri, dan saudara laki-laki seibu. Maka pembagiannya
seperti berikut:
|
x 13
|
|
x 3
|
|
|
||
Asal masalah I
12
|
(‘Aul)
15
|
Asal masalah II
12
|
(‘Aul)
13
|
Jami’ah
15 x 13 = 195
|
Harta pusaka
Rp. 24.000.000,-
|
||
Suami
|
¼
|
3
|
Meninggal
|
-
|
-
|
|
|
Kakek
|
1/6
|
2
|
|
|
26
|
Rp.
3.200.000,-
|
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
|
|
26
|
Rp. 3.200.000,-
|
|
2 anak pr.
|
2/3
|
8
|
|
|
104
|
Rp.12.800.000,-
|
|
|
|
|
Saudara pr. kandung
|
½
|
6
|
18
|
Rp. 2.200.000,-
|
|
|
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
6
|
Rp. 750.000,-
|
|
|
|
Istri
|
¼
|
3
|
9
|
Rp. 1.100.000,-
|
|
|
|
Saudara lk. seibu
|
1/6
|
2
|
6
|
Rp. 750.000,-
|
Antara masalah yang
pertama dengan masalah yang kedua ada mubayanah (perbedaan), karenanya kita
kalikan pokok masalah pertama (yakni 15) dengan pokok masalah yang kedua (yakni
13). Maka hasil dari perkalian itu (yakni 15 x 13 = 195) merupakan al-jami'ah
(penyatuan) antara dua masalah.
C.
At-Takharuj min at-Tarikah
Yang dimaksud dengan
at-takharuj min at-tarikah ialah pengunduran diri seorang ahli waris dari hak
yang dimilikinya untuk mendapatkan bagian (secara syar'i). Dalam hal ini dia
hanya meminta imbalan berupa sejumlah uang atau barang tertentu dari salah
seorang ahli waris lainnya ataupun dari harta peninggalan yang ada. Hal ini
dalam syariat Islam dibenarkan dan diperbolehkan.
Syariat Islam juga
memperbolehkan apabila salah seorang ahli waris menyatakan diri tidak akan
mengambil hak warisnya, dan bagian itu diberikan kepada ahli waris yang lain,
atau siapa saja yang ditunjuknya. Kasus seperti ini di kalangan ulama faraid
dikenal dengan istilah "pengunduran diri" atau "menggugurkan
diri dari hak warisnya".
Diriwayatkan bahwa
Abdurrahman bin Auf r.a. adalah seorang sahabat yang mempunyai empat orang
istri. Ketika ia wafat, salah seorang istrinya, Numadhir binti al-Asbagh,
menyatakan bahwa dirinya hanya akan mengambil hak waris sekadar seperempat dari
seperdelapan yang menjadi haknya. Jumlah yang diambilnya --sebagaimana
disebutkan dalam riwayat-- ialah seratus ribu dirham.
Tata Cara
Pelaksanaannya
Apabila salah seorang ahli
waris ada yang menyatakan mengundurkan diri, atau menyatakan hanya akan
mengambil sebagian saja dari hak warisnya, maka ada dua cara yang dapat menjadi
pilihannya. Pertama, ia menyatakannya kepada seluruh ahli waris yang ada, dan
cara kedua, ia hanya memberitahukannya kepada salah seorang dari ahli waris
yang ditunjuknya dan bersepakat bersama.
Cara pertama:
kenalilah pokok masalahnya,
kemudian keluarkanlah bagian ahli waris yang mengundurkan diri, sehingga
seolah-olah ia telah menerima bagiannya, dan sisanya dibagikan kepada ahli
waris yang ada. Maka jumlah sisa bagian yang ada itulah pokok masalahnya.
Sebagai contoh, seseorang wafat
dan meninggalkan ayah, anak perempuan, dan istri. Kemudian sebagai misal,
pewaris meninggalkan sebuah rumah, dan uang sebanyak Rp 42 juta. Kemudian istri
menyatakan bahwa dirinya hanya akan mengambil rumah, dan menggugurkan haknya
untuk menerima bagian dari harta yang berjumlah Rp 42 juta itu. Dalam keadaan
demikian, maka warisan harta tersebut hanya dibagikan kepada anak perempuan dan
ayah. Lalu jumlah bagian kedua ahli waris itulah yang menjadi pokok masalahnya.
Rincian pembagiannya seperti berikut:
Pokok masalahnya dari dua
puluh empat (24), kemudian kita hilangkan (ambil) hak istri, (1/8 x 24 = 3
bagian). Lalu sisanya (yakni 24 - 3 = 21) merupakan pokok masalah bagi hak ayah
dan anak perempuan. Kemudian dari pokok masalah itu dibagikan untuk hak ayah
dan anak perempuan. Maka, hasilnya seperti berikut:
Ø anak pr ½ x 24 = 12 bagian
Ø ayah ashabah = 9 bagian
Nilai per bagian adalah 42.000.000 = 2.000.000
21
Bagian anak perempuan adalah 12 x 2.000.000 = 24.000.000
Bagian ayah 9 x 2.000.000 = 18.000.000 +
42.000.000
Cara kedua: apabila salah
seorang ahli waris menyerahkan atau menggugurkan hakuya lalu memberikannya
kepada salah seorang ahli waris lainnya, maka pembagiannya hanya dengan cara
melimpahkan bagian hak ahli waris yang mengundurkan diri itu kepada bagian
orang yang diberi.
Misalnya, seseorang wafat
dan meninggalkan seorang isteri, seorang anak perempuan, dan dua anak
laki-laki. Kemudian anak perempuan itu menggugurkan haknya dan memberikannya kepada
salah seorang dari saudara laki-lakinya, dengan imbalan sesuatu yang telah
disepakati oleh keduanya. Dengan demikian, warisan itu hanya dibagikan kepada
istri dan kedua anak laki-laki, sedangkan bagian anak perempuan dilimpahkan
kepada salah seorang saudara laki-laki yang diberinya hak bagian. Perhatikan
tabel berikut:
Asal masalah: 40
Ahli waris
|
Bagian
|
|
||
Isteri
|
1/8
x 40
|
5
bagian
|
5
bagian
|
|
Anak laki laki
|
ashabah
|
14
|
14
bagian
|
|
Anak laki laki
|
14
|
21
bagian
|
|
|
Anak perempuan
|
7
|
-
|
|
[1] Beni Ahmad Saebani, Fiqh
Mawaris, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), hlm. 319-320
[2] Fatchur Rahman, Ilmu
Waris, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), hlm. 460-461.
[3] Beni Ahmad Saebani, Fiqh
Mawaris, hlm. 320-321
[4] Muchamad Ali
Ash-Shabuni, Ilmu Hukum Islam Menurut Ajaran Islam, (Surabaya: Mutiara
Ilmu, T.th), hlm. 138-139
Bingung 😕... Tapi harus belajar ilmu seperti ini... 😔🤲 Terimakasih... Sangat membantu contoh singkat ini ... 👍🙏✨
BalasHapus