Sabtu, 01 Juni 2013

Filosofi Manusia sebagai Objek Ilmu Pengetahuan



FILOSOFI MANUSIA SEBAGAI OBJEK
ILMU PENGETAHUAN

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen pengampu: Drs. Mahfud Junaidi, M.Ag
  
Disusun oleh:
Ummu Hanifah                            (113111022)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

I.          PENDAHULUAN
Manusia dengan dimensi-dimensi kecemerlangan akal budi dan kemerdekaan kehendaknya, membuat manusia mampu memberi kualitas pada tindakannya, mampu memberi nilai pada rajutan kebudayaannya dan menjadikannya pelaku peradaban. Manusia dikenal sebagai makhluq berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan.
Hal ini yang membuat mereka pantas diletakkan dalam telaah dasar filosofis, serta menjadi subjek dan objek dalam segala hal. Salah satunya dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai filosofi manusia sebagai objek ilmu pengetahuan, alasan mengapa manusia dijadikan sebagai objek ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu pengetahuan yang objeknya adalah manusia, serta pengetahuan mengenai Tuhan melalui manusia itu sendiri.
II.          RUMUSAN MASALAH
A.  Apa yang dimaksud manusia sebagai objek ilmu pengetahuan?
B.  Mengapa manusia dijadikan sebagai objek ilmu pengetahuan?
C.  Ilmu pengetahuan apa saja yang objeknya adalah manusia?
D.  Bagaimana mengenal atau mengetahui Tuhan melalui manusia?
III.          PEMBAHASAN
A.  Pengartian Manusia sebagai Objek Ilmu Pengetahuan
Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan tak akan pernah berakhir. Karena orang menyelidikinya dari berbagai sudut pandangan. Dalam bahasa latin manusia adalah ”mens” yang artinya suatu yang berpikir. Dalam bahasa yunani, manusia berasal dari kata ”anthropos” yang pada mulanya berarti seseorang yang melihat keatas, tetapi kemudian berati wajah seorang manusia. Ada istilah lain lagi terhadap manusia yaitu ”homo” yang artinya sesuatu yang hadir diatas bumi.
Menurut Al-Syaibani, manusia adalah suatu dzat yang tersusun atau terdiri dari tiga unsur, yakni unsur tubuh (jasad), unsur roh, dan akal. Tubuh atau jasad adalah unsur kasar yang berupakan (terdiri) daging, tulang, darah, hati, urat yang kesemuanya itu merupakan kumpulan berjuta sel yang bertumbuh dan berkembang karena ada roh. Adapun roh adalah unsur halus yang tidak bisa dilihat oleh panca indera, manusia tidak sanggup untuk mengetahuinya apalagi membahasnya mendetail. Sedangkan akal adalah daya pikir untuk melakukan sesuatu.
Ilmu pengetahuan berasal dari dua kata ”ilmu” dan ”pengetahuan”. Ilmu berasal dari bahasa arab ”alama” yang berarti memahami. Dan dalam bahasa latin ”scientia” yang berarti pengetahuan yang mendalam. Sedangkan pengetahuan dalam Encyclopedia of Philosophy berarti justified true belief (kepercayaan yang benar). Jadi ilmu pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara. Ilmu pengetahuan juga dapat disebut pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara teoritis.
Objek sendiri Menurut KBBI adalah hal atau perkara yang menjadi pokok pembicaraan. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies), filsafat manusia mempunyai kedudukan yang kurang lebih ”sejajar” juga, terutama kalau dilihat dari objek materialnya. Objek material filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia (psikologi dan antropologi) adalah gejala-gejala manusia. Baik filsafat manusia maupun ilmu-ilmu tentang manusia, pada dasarnya bertujuan untuk menyelidiki, menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia. Ini berarti bahwa gejala atau ekspresi manusia merupakan objek kajian untuk filsafat manusia maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan.
Manusia sebagai objek ilmu pengetahuan dapat disebut juga dengan ilmu pengetahuan manusia. Ilmu pengetahuan manusia adalah studi dan interpretasi dari pengalaman, kegiatan, konstruksi, dan artefak yang berhubungan dengan manusia.  Studi tentang ilmu-ilmu manusia mencoba untuk memperluas dan mencerahkan pengetahuan manusia tentangnya atau keberadaannya, hubungan timbal balik dengan spesies lainnya dan sistem, dan pengembangan artefak untuk mengabadikan ekspresi manusia dan pikiran. Dengan demikian, pengertian manusia sebagai objek ilmu pengetahuan adalah manusia dengan segala dimensi-dimensi yang ada didalamnya, penyelidikan, penginterpretasian, serta memahami gejala-gejalanya, dijadikan sebagai objek kajian dari ilmu pengetahuan secara empiris dan objektif.
B.  Alasan Mengapa Manusia Dijadikan sebagai Objek Ilmu Pengetahuan
Keberadaan manusia telah berlangsung kira-kira sejuta tahun. Ia telah mengenal tulisan kurang lebih selama 6000 tahun. Ilmu pengetahuan sebagai faktor utama yang menentukan keyakinan orang terdidik, telah ada kurang lebih 300 tahun. Dan sebagai sumber teknik ekonomi kira-kira telah berlangsung selama 150 tahun.
Sejak dahulu kala orang berusaha menyelami dan menjelaskan inti manusia itu. Filsafatlah ilmu yang menyelidiki dan mentematisir kesadaran mengenai itu. Filsafat berusaha menguraikannya sebagai objek langsung dan eksplisit (objek formal). Objek formal bagi filsafat manusia ialah struktur-struktur hakiki manusia yang sedalam-dalamnya, yang berlaku selalu dimana-mana untuk sembarang orang. Hakikat manusia sebagai objek filsafat manusia meliputi dua aspek:
a.       Manusia dipahami seekstensif atau seluar mungkin. Artinya, pemahaman manusia harus meliputi dan melingkupi semua sifat, semua kegiatan, dan semua aspeknya dalam segala bidang.
b.      Manusia dipahami seistensif atau sepadat mungkin. Artinya, manusia harus dipandang sekedar manusia, dan segala unsurnya ditinjau sekedar manusiawi.
Berangkat dari objek filsafat yang cakupannya lebih luas dari ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan juga berusaha menjadikan manusia sebagai objeknya. Objek Ilmu Pengetahuan, menurut Moh. Hatta (1987), haruslah terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Artinya, objek Ilmu Pengetahuan dilihat dari sisi manapun haruslah sama. Karena ilmu dan filsafat adalah hasil dari sumber yang sama yaitu ra’yu (akal, budi, ratio, reason, nous) manusia. Dan ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan, pengalaman (empirik) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Berbeda dengan filsafat, kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif sedangkan filsafat ialah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiric, riset, maupun eksperimen).
Setiap disiplin ilmu pengetahuan mencoba merumuskan pengetahuan konkret dan tepat mengenai manusia sebagai objeknya. Disamping itu kita mendapat kesan bahwa masalah-masalah besar yang dihadapi manusia dipandang dari segi fungsional dan operasional serta membutuhkan keahlian khusus dalam setiap sektor. Bersama dengan ledakan ilmu pengetahuan dan teknologi muncullah pertanyaan mengenai makna manusiawi dari hasil budaya manusia tersebut. Banyak yang memimpikan bahwa ilmu pegetahuan dan teknologi memberikan kunci terakhir agar melahirkan perbaikan hidup. Dari segi lain, setiap hari bertambah pula masalah-masalah manusia dalam hidupnya yang tidak dapat dipecahkan dan dipahami hanya dari perubahan eksternal.
Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu? Apakah makna hidup manusia? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul sepanjang sejarah pemikiran manusia dan merupakan pertanyaan yang selalu diketemukan dalam setiap kebudayaan dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda. Masalah muncul dengan sendirinya dari diri manusia. Manusia sebagai eksistensi menjadi problematik dan ia menuntut jawaban serta harus mengambil sikap.
Sehingga dibutuhkan pula ilmu-ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia secara khusus. Dalam perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan, khususnya yang objeknya adalah manusia atau ilmu-ilmu kemanusiaan, kita menjumpai nama-nama seperti Auguste Comte, Karl Marx, Friedrich Engels, Pierre-Joseph Proudhon, Sigmund freud, dan terutama teoretikus ilmu-ilmu kemanusiaan, Wilhelm Dilthey. Kesadaran akan kedudukan khas ilmu-ilmu kemanusiaan dibandingkan ilmu-ilmu empiris lainnya dengan paling jelas dirumuskan oleh Aguste Comte, yang dianggap sebagai ”bapak sosiologi”.
Kendati dewasa ini kekhasan ilmu-ilmu kemanusiaan sudah makin disadari, berdasarkan langkah-langkah pengamatan, penelitian serta percobaan empiris, ilmu-ilmu kemanusiaan berusaha mengembangkan hipotesa, hukum dan teori ilmiah menurut irama yang mirip dengan irama ilmu alam. Kiranya yang paling menyolok sebagai ciri khas ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu lain adalah objek penyelidikannya, yaitu manusia sebagai keseluruhan. Socrates mengatakan bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia. Manusia mengatur dirinya, ia membuat peraturan untuk itu; manusia mengatur alam dan manusia membuat peraturan untuk itu. Manusia mengurus dirinya dan alam berdasarkan manusia itu sendiri. Sehingga, manusia adalah sentral (pusat) segalanya.
Jadi, ilmu pengetahuan menjadikan manusia sebagai objeknya tidak semata-mata bertujuan untuk mengetahui dan memahami diri sendiri dan manusia lain secara utuh dan menyeluruh, tetapi juga diharapkan ilmu-ilmu pengetahuan manusia dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia dan  memberikan perbaikan hidup dan pengaruh bagi dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya.
C.  Ilmu pengetahuan yang Objeknya adalah Manusia
Sampai dua abad yang lalu, studi tentang manusia disebut de anima. Studi itu bersifat empiris dan metafisik, tetapi lebih-lebih metafisika. Ch. Wolff (1679-1754) adalah yang pertama membedakan dua bentuk studi itu, yang disebut psikologi empiris dan psikologi rasional.
Sekarang istilah ”psikologi” diganti dengan istilah ”antropologi”. Istilah ini lebih tepat karena mencakup isi penyelidikan, yaitu seluruh manusia dan bukan hanya jiwa manusia saja. Antropologi merupakan salah satu cabang filsafat. Sebagai induk dari ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai banyak cabang yang salah satunya adalah antropologi. Kant-lah yang pertama dianggap memakai istilah ”antropologi” dalam bukunya Anthropologie in Pragmatischer Hinsicht (1798). Disitu ia mendefinisikan ilmu tersebut sebagai ”suatu ajaran tentang pengertian manusia yang disusun secara sistematik”. Dalam pengertian lain, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Pada tahun 1596 seorang humanis, O. Casmann, pernah menerbitkan sebuah buku berjudul ”psikologi antropologi” dimana ia mau mengutarakan ajaran tentang kodrat manusia yang rangkap yaitu jiwa dan badan. Sekrang istilah ”antropologi” menunjukkan tiga disiplin ilmu yang berbeda:
1.    Antropologi Ragawi, yaitu studi mengenai manusia dilihat dari aspek asal usul fisiknya. Ilmu-ilmu yang termasuk didalamnya meliputi biologi, fisiologi, kedokteran, dll.
2.    Antropologi Budaya, yaitu studi manusia dari aspek asal usul historisnya. Ilmu-ilmu yang termasuk didalamnya meliputi sejarah, sosiologi, ekonomi, politik, dll.
3.    Antropologi Filsafat, yaitu studi manusia dari asas-asas fundamentalnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tumbuh begitu cepat dan terspesialisasi dari satu pihak telah menambah pengetahuan mengenai manusia secara tak terbatas. Biologi, fisiologi, kedokteran, psikologi, sejarah, sosiologi, dll, semuanya berusaha untuk berbicara mengenai kompleksitas perilaku manusia. Setiap disiplin ilmu pengetahuan mencoba merumuskan pengetahuan konkret dan tepat mengenai manusia.
Ilmu-ilmu pengetahuan manusia mempunyai objek kajian masing-masing, namun tetap terpusat pada satu titik yaitu manusia. Psikologi sebagai suatu ilmu, misalnya lebih menekankan pada aspek psikis dan fisiologis manusia sebagai suatu organisme, dan tidak bersentuhan dengan pengalaman-pengalaman subjektif, spiritual, dan eksistensial. Sedangkan Antropologi dan Sosiologi lebih memfokuskan diri pada gejala budaya dan pranata sosial manusia dan tidak (atau enggan) bersentuhan dengan pengalaman dan gejala individual. Bahkan didalam satu cabang ilmu itu sendiri bisa terjadi spesialisasi dalam menelaah sub-sub aspek gejala manusia. Ilmu psikologi misalnya, terdapat cabang-cabang psikologi, seperti psikologi klinis, psikologi perkembangan, psikologi sosial, psikologi komunitas, dan sebagainya. Misalnya psikologi eksperimental menelaah reaksi mata, daya ingat, kemampuan belajar; dalam ilmu hayat senyuman diterangkan sebagai gerak otot; psikologi klinis mempelajari proses-proses dan bidang-bidang kesadaran manusia.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral). Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri. Sedangkan Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
Geografi, adalah ilmu yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Geografi adalah ilmu tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
Cabang ilmu kemanusiaan yang lain adalah Ilmu Sejarah. Dalam pengertian luas, kata ”sejarah” mengandung makna segala peristiwa yang sifatnya sudah terjadi. Sedangkan dalam arti sempit kata sejarah dipakai untuk menunjukkan karakteristik perbuatan manusia. Jadi objek dari ilmu sejarah adalah perbuatan, pekerjaan atau hasil usaha manusia yang sudah di pilah dan mempunyai nilai sejarah. Ilmu sejarah merupakan salah satu ilmu pengetahuan tentang manusia yang umurnya sudah melebihi 2000 tahun, setidak-tidaknya semenjak masa Thucydides (sekitar 460-406 SM).
Salah satu ciri ilmu sejarah dibandingkan dengan semua ilmu pengetahuan empiris lainnya ialah bahwa sejarah menyangkut masa lampau manusia, yang ingin diketahui dan dimengerti oleh manusia itu sendiri. Bahan atau sumbernya ialah data-data tinggalan masa lampau, khususnya kesaksian manusia dari masa sejarah tertentu. Sejarah sangat penting bagi perjalanan manusia karena manusia dipandang sebagai makhluk historis. Karena mempunyai sejarahlah ia berbeda dengan makhluk-makhluk yang lain. Manusia dapat memahami manusia lain dengan melihat perjalanan sejarahnya.
Ilmu kedokteran juga objeknya adalah manusia dan masyarakat dengan sasaran pokok adalah tubuh manusia (misalnya penyakit) dengan usaha untuk menyembuhkan supaya manusia menjadi sehat. Juga ilmu kedokteran bertujuan untuk memanfaatkan ilmu dan teknologi kedokteran demi menjaga kesehatan manusia.
Ekonomi, merupakan salah satu ilmu kemanusiaan  yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Walaupun objeknya adalah manusia dan masyarakatnya, namun ilmu ekonomi memfokuskan pada sasaran kemakmuran. Dengan kata lain, ilmu ekonomi bertujuan memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya demi untuk kemakmuran dan kesejahteraan manusia dan masyarakat.
Mengingat fungsi dari ilmu pengetahuan itu ada dua, yakni (1) memungkinkan kita mengetahui berbagai hal dan (2) memungkinkan kita melakukan berbagai hal, tentulah setiap ilmu pengethuan itu punya dampak masing-masing. Dampak ilmu pengetahuan amat beragam begitu juga dengan ilmu pengetahuan manusia. Ia mempunyai dampak sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Ada dampak intelektual langsung, yaitu ditanggalkannya banyak kepercayaan tradisional dan dikenakannya cara-cara yang ditawarkan oleh keberhasilan metode ilmiah serta dampak bagi lingkungan.
D.  Mengenal atau Mengetahui Tuhan melalui Manusia
Konsep Tuhan (dalam teologi) sebagai yang sempurna, baik Maha Kuasa atau Maha Tahu, menegaskan bahwa segala yang diciptakan-Nya secara mutlak bergantung pada Tuhan dalam hal keberadaanya. Tuhan adalah sumber segala pengetahuan dan hakikat-hakikat. Hakikat yang mutlak adalah Tuhan. Pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan dicapai dengan kesempurnaan esensi manusia.
Yang mengadakan manusia adalah yang ghaib yaitu Tuhan. Manusia itu sendiri tidak mungkin bisa mengadakan dirinya sendiri. pada zaman atom ini ada sebagian golongan manusia yang cukup ilmu pengetahuannya dapat membuat atau meniru manusia buatan. Namun itupun belum sempuena karena ilmu manusia sangat sedikit jika dibandingkan dengan ilmu Tuhan.
Setiap orang mengakui dirinya Muslim dan Mu’min, hendaklah menyadari dan mengakui bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan yaitu Allah, dengan sendirinya Tuhan itu mesti ada, dan kita wajib mempercayai akan ada-Nya.
J.B. Bousette seorang ahli fikir Prancis mengemukakan bahwa untuk mempercayai Tuhan, tidak ada jalan lain dengan memperhatikan diri kita sendiri, supaya kita dapat memperoleh suatu kepastian, bahwa kita terbit dari asal yang tinggi. Kita lihat diri kita yang ahli, pandai, cakap untuk memahamkan segala macam perkara, demikian juga untuk memahamkan segala apa yang ada pada alam ini.
Kemudian diantara alam yang wujud ini, ada akal yang kurang (manusia), yang ragu dan sangsi serta tidak mengetahui sebagian dari pada alam ini, tetapi ia ada maka sudah pasti diantara yang wujud ini ada pula satu wujud yang mempunyai akal yang Maha Sempurna (Tuhan).
Rocke, seorang ahli fikir Inggris yang juga turut memperkatakan soal-soal ketuhanan dengan mengemukakan: Adapun untuk menetapkan adanya Tuhan Pencipta, saya tidak perlu melihat apa-apa selain daripada memperhatikan diri kita sendiri. Manusia melihat pula pada dirinya ada sesuatu kekuatan terhadap Ilmu. Maka sudah tentu yang azali itu, yang asal segala sesuatu yang ada ini mempunyai pengetahuan. Maka pastilah alam ini juga mempunyai asal yang mempunyai akal, fikiran yang tidak terbatas. Itulah Dia Tuhan.
Selain manusia yang berusaha mengetahui dan mempercayai Tuhannya, Tuhan juga memperkenalkan dirinya. Disamping lewat Cosmologia (alam raya) dan lewat Astronomi (ilmu perbintangan), Tuhan juga memperkenalkan dirinya lewat Antropologi (pengetahuan tentang manusia). Dengan merenungkan asal kejadian manusia dari ”tiada” menjadi ”ada” dan juga dari ”hidup” menjadi “mati” dan sebaliknya mengharuskan bagi akal fikiran kita untuk mengambil suatu kesimpulan yang pasti bahwa ada yang mengadakan dan yang mengawasi, yakni Tuhan.
Bila kita renungkan susunan tubuh manusia yang begitu rumit, bagaikan mesin tapi mesin yang istimewa, tiada didunia ini mesian yang kerjanya seperti manusia ini, semuanya serba komplek dan menakjubkan. Dengan demikian, bukankah Tuhan itu dapat dilihat dan dicari lewat tubuh manusia (Antropologi). Selain itu, kita juga dapat membuktikan adanya Tuhan lewat Psikologi (ilmu jiwa). Manusia mempunyai rohani yang memiliki perasaan, kepandaian, ketahanan mental (sabar). Siapa yang menciptakan itu semua kalau bukan Tuhan Yang Maha Kuasa.
IV.          KESIMPULAN
manusia sebagai objek ilmu pengetahuan adalah manusia dengan segala dimensi-dimensi yang ada didalamnya, penyelidikan, penginterpretasian, serta memahami gejala-gejalanya, dijadikan sebagai objek kajian dari ilmu pengetahuan secara empiris dan objektif. ilmu pengetahuan menjadikan manusia sebagai objeknya tidak semata-mata bertujuan untuk mengetahui dan memahami diri sendiri dan manusia lain secara utuh dan menyeluruh, tetapi juga diharapkan ilmu-ilmu pengetahuan manusia dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia dan  memberikan perbaikan hidup dan pengaruh bagi dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tumbuh begitu cepat dan terspesialisasi dari satu pihak telah menambah pengetahuan mengenai manusia secara tak terbatas. Biologi, fisiologi, kedokteran, psikologi, sejarah, sosiologi, dll. Ilmu-ilmu pengetahuan manusia mempunyai objek kajian masing-masing, namun tetap terpusat pada satu titik yaitu manusia. Ilmu-ilmu pengetahuan manusia juga mempunyai dampak masing-masing sesuai dengan objek kajiannya.
Tuhan adalah sumber segala pengetahuan dan hakikat-hakikat. Hakikat yang mutlak adalah Tuhan. Pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan dicapai dengan kesempurnaan esensi manusia. J.B. Bousette seorang ahli fikir Prancis mengemukakan bahwa untuk mempercayai Tuhan, tidak ada jalan lain dengan memperhatikan diri kita sendiri. Begitu juga dengan Rocke, seorang ahli fikir Inggris dengan mengemukakan: Adapun untuk menetapkan adanya Tuhan Pencipta, saya tidak perlu melihat apa-apa selain daripada memperhatikan diri kita sendiri. Manusia melihat pula pada dirinya ada sesuatu kekuatan terhadap Ilmu. Maka sudah tentu yang azali itu, yang asal segala sesuatu yang ada ini mempunyai pengetahuan. Itulah Dia Tuhan.
V.          PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal, Filsafat Manusia, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000Russel, Bertrand, Dampak Ilmu Pengetahuan atas Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992
Ahnan, Maftuh, Filsafat Manusia, CV. Bintang Pelajar
Bakker,  Anton, Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Dagun, Save M, Filsafat Eksistensialisme, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
Nasution,  Muhammad Yasir, Manusia Menurut Al-Ghozali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999
Salam,  Burhanuddin, Filsafat manusia, Jakarta: Bina Aksara, 1988
Sutrisno, Mudji, Manusia dalam Pijar-pijar Kekayaan Dimensinya, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Verhaak, C, R. Haryono Iman, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997
Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010
Tamburaka,  Rustam E., Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty, 2003
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar