FILOSOFI MANUSIA SEBAGAI OBJEK
ILMU PENGETAHUAN
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen pengampu: Drs. Mahfud Junaidi, M.Ag
Disusun
oleh:
Ummu Hanifah (113111022)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Manusia
dengan dimensi-dimensi kecemerlangan akal budi dan kemerdekaan kehendaknya,
membuat manusia mampu memberi kualitas pada tindakannya, mampu memberi nilai
pada rajutan kebudayaannya dan menjadikannya pelaku peradaban. Manusia dikenal sebagai makhluq berfikir. Dan hal
inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir
atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan.
Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan
berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan.
Hal
ini yang membuat mereka pantas diletakkan dalam telaah dasar filosofis, serta
menjadi subjek dan objek dalam segala hal. Salah satunya dalam bidang filsafat
dan ilmu pengetahuan. Maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai filosofi
manusia sebagai objek ilmu pengetahuan, alasan mengapa manusia dijadikan
sebagai objek ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu pengetahuan yang objeknya adalah
manusia, serta pengetahuan mengenai Tuhan melalui manusia itu sendiri.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
yang dimaksud manusia sebagai objek ilmu pengetahuan?
B. Mengapa
manusia dijadikan sebagai objek ilmu pengetahuan?
C. Ilmu
pengetahuan apa saja yang objeknya adalah manusia?
D. Bagaimana
mengenal atau mengetahui Tuhan melalui manusia?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengartian Manusia sebagai Objek Ilmu Pengetahuan
Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu
kala sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan tak akan pernah
berakhir. Karena orang menyelidikinya dari berbagai sudut pandangan. Dalam bahasa latin manusia adalah ”mens” yang artinya suatu yang berpikir.
Dalam bahasa yunani, manusia berasal dari kata ”anthropos” yang pada mulanya
berarti seseorang yang melihat keatas, tetapi kemudian berati wajah seorang
manusia. Ada istilah lain lagi terhadap manusia yaitu ”homo” yang artinya
sesuatu yang hadir diatas bumi.
Menurut Al-Syaibani, manusia adalah suatu dzat yang
tersusun atau terdiri dari tiga unsur, yakni unsur tubuh (jasad), unsur roh, dan
akal. Tubuh atau jasad adalah unsur kasar yang berupakan (terdiri) daging,
tulang, darah, hati, urat yang kesemuanya itu merupakan kumpulan berjuta sel
yang bertumbuh dan berkembang karena ada roh. Adapun roh adalah unsur halus
yang tidak bisa dilihat oleh panca indera, manusia tidak sanggup untuk
mengetahuinya apalagi membahasnya mendetail. Sedangkan akal adalah daya pikir
untuk melakukan sesuatu.
Ilmu pengetahuan berasal dari dua kata ”ilmu” dan
”pengetahuan”. Ilmu berasal dari bahasa arab ”alama” yang berarti memahami. Dan
dalam bahasa latin ”scientia” yang berarti pengetahuan yang mendalam. Sedangkan
pengetahuan dalam Encyclopedia of Philosophy berarti justified true belief (kepercayaan
yang benar). Jadi ilmu pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang
merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu
perkara. Ilmu pengetahuan juga dapat disebut pengetahuan yang diatur secara
sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara
teoritis.
Objek sendiri Menurut KBBI adalah hal atau perkara yang
menjadi pokok pembicaraan. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human
studies), filsafat manusia mempunyai kedudukan yang kurang lebih ”sejajar” juga,
terutama kalau dilihat dari objek materialnya. Objek material filsafat manusia
dan ilmu-ilmu tentang manusia (psikologi dan antropologi) adalah gejala-gejala
manusia. Baik filsafat manusia maupun ilmu-ilmu tentang manusia, pada dasarnya
bertujuan untuk menyelidiki, menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau
ekspresi-ekspresi manusia. Ini berarti bahwa gejala atau ekspresi manusia merupakan
objek kajian untuk filsafat manusia maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan.
Manusia sebagai objek ilmu pengetahuan dapat disebut juga
dengan ilmu pengetahuan manusia. Ilmu pengetahuan
manusia adalah studi dan interpretasi dari pengalaman, kegiatan, konstruksi,
dan artefak yang berhubungan dengan manusia.
Studi tentang ilmu-ilmu manusia mencoba untuk memperluas dan mencerahkan
pengetahuan manusia tentangnya atau keberadaannya, hubungan timbal balik dengan
spesies lainnya dan sistem, dan pengembangan artefak untuk mengabadikan
ekspresi manusia dan pikiran. Dengan
demikian, pengertian manusia sebagai objek ilmu pengetahuan adalah manusia
dengan segala dimensi-dimensi yang ada didalamnya, penyelidikan,
penginterpretasian, serta memahami gejala-gejalanya, dijadikan sebagai objek
kajian dari ilmu pengetahuan secara empiris dan objektif.
B. Alasan Mengapa Manusia Dijadikan sebagai Objek Ilmu
Pengetahuan
Keberadaan manusia telah berlangsung kira-kira sejuta
tahun. Ia telah mengenal tulisan kurang lebih selama 6000 tahun. Ilmu pengetahuan sebagai faktor
utama yang menentukan keyakinan orang terdidik, telah ada kurang lebih 300
tahun. Dan sebagai sumber teknik ekonomi kira-kira telah berlangsung selama 150
tahun.
Sejak dahulu kala orang berusaha menyelami dan
menjelaskan inti manusia itu. Filsafatlah ilmu yang menyelidiki dan
mentematisir kesadaran mengenai itu. Filsafat berusaha menguraikannya sebagai
objek langsung dan eksplisit (objek formal). Objek formal bagi filsafat manusia
ialah struktur-struktur hakiki manusia yang sedalam-dalamnya, yang berlaku
selalu dimana-mana untuk sembarang orang. Hakikat manusia sebagai objek
filsafat manusia meliputi dua aspek:
a.
Manusia dipahami seekstensif atau seluar mungkin.
Artinya, pemahaman manusia harus meliputi dan melingkupi semua sifat, semua
kegiatan, dan semua aspeknya dalam segala bidang.
b.
Manusia dipahami seistensif atau sepadat mungkin.
Artinya, manusia harus dipandang sekedar manusia, dan segala unsurnya ditinjau
sekedar manusiawi.
Berangkat dari objek filsafat yang cakupannya lebih luas
dari ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan juga berusaha menjadikan manusia
sebagai objeknya. Objek Ilmu Pengetahuan, menurut Moh. Hatta
(1987), haruslah terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya,
tampak dari luar maupun bentuknya
dari dalam. Artinya, objek Ilmu Pengetahuan dilihat dari sisi manapun haruslah
sama. Karena ilmu dan filsafat adalah hasil dari sumber yang sama yaitu ra’yu
(akal, budi, ratio, reason, nous) manusia. Dan ilmu pengetahuan mencari
kebenaran dengan jalan penyelidikan, pengalaman (empirik) dan percobaan
(eksperimen) sebagai batu ujian. Berbeda dengan filsafat, kebenaran ilmu
pengetahuan ialah kebenaran positif sedangkan filsafat ialah kebenaran
spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiric, riset, maupun
eksperimen).
Setiap disiplin ilmu pengetahuan mencoba merumuskan
pengetahuan konkret dan tepat mengenai manusia sebagai objeknya. Disamping itu
kita mendapat kesan bahwa masalah-masalah besar yang dihadapi manusia dipandang
dari segi fungsional dan operasional serta membutuhkan keahlian khusus dalam
setiap sektor. Bersama dengan ledakan ilmu pengetahuan dan teknologi muncullah
pertanyaan mengenai makna manusiawi dari hasil budaya manusia tersebut. Banyak
yang memimpikan bahwa ilmu pegetahuan dan teknologi memberikan kunci terakhir
agar melahirkan perbaikan hidup. Dari segi lain, setiap hari bertambah pula
masalah-masalah manusia dalam hidupnya yang tidak dapat dipecahkan dan dipahami
hanya dari perubahan eksternal.
Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu? Apakah makna
hidup manusia? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul sepanjang sejarah
pemikiran manusia dan merupakan pertanyaan yang selalu diketemukan dalam setiap
kebudayaan dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda. Masalah muncul dengan sendirinya dari diri manusia. Manusia sebagai eksistensi
menjadi problematik dan ia menuntut jawaban serta harus mengambil sikap.
Sehingga dibutuhkan pula ilmu-ilmu pengetahuan yang
membahas tentang manusia secara khusus. Dalam perkembangan ilmu-ilmu
pengetahuan, khususnya yang objeknya adalah manusia atau ilmu-ilmu kemanusiaan,
kita menjumpai nama-nama seperti Auguste Comte, Karl Marx, Friedrich Engels,
Pierre-Joseph Proudhon, Sigmund freud, dan terutama teoretikus ilmu-ilmu
kemanusiaan, Wilhelm Dilthey. Kesadaran akan kedudukan khas ilmu-ilmu
kemanusiaan dibandingkan ilmu-ilmu empiris lainnya dengan paling jelas
dirumuskan oleh Aguste Comte, yang dianggap sebagai ”bapak sosiologi”.
Kendati dewasa ini kekhasan ilmu-ilmu kemanusiaan sudah
makin disadari, berdasarkan langkah-langkah pengamatan, penelitian serta
percobaan empiris, ilmu-ilmu kemanusiaan berusaha mengembangkan hipotesa, hukum
dan teori ilmiah menurut irama yang mirip dengan irama ilmu alam. Kiranya yang
paling menyolok sebagai ciri khas ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu lain
adalah objek penyelidikannya, yaitu manusia sebagai keseluruhan. Socrates mengatakan bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang
manusia. Manusia mengatur dirinya, ia membuat peraturan untuk itu; manusia
mengatur alam dan manusia membuat peraturan untuk itu. Manusia mengurus dirinya
dan alam berdasarkan manusia itu sendiri. Sehingga, manusia adalah sentral
(pusat) segalanya.
Jadi, ilmu pengetahuan menjadikan manusia sebagai
objeknya tidak semata-mata bertujuan untuk mengetahui dan memahami diri sendiri
dan manusia lain secara utuh dan menyeluruh, tetapi juga diharapkan ilmu-ilmu
pengetahuan manusia dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi
manusia dan memberikan perbaikan hidup
dan pengaruh bagi dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya.
C. Ilmu pengetahuan yang Objeknya adalah Manusia
Sampai dua abad yang lalu, studi tentang manusia disebut de
anima. Studi itu bersifat empiris dan metafisik, tetapi lebih-lebih
metafisika. Ch. Wolff (1679-1754) adalah yang pertama membedakan dua bentuk
studi itu, yang disebut psikologi empiris dan psikologi
rasional.
Sekarang istilah ”psikologi” diganti dengan istilah
”antropologi”. Istilah ini lebih tepat karena mencakup isi penyelidikan, yaitu
seluruh manusia dan bukan hanya jiwa manusia saja. Antropologi merupakan salah
satu cabang filsafat. Sebagai induk dari ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai
banyak cabang yang salah satunya adalah antropologi. Kant-lah yang pertama
dianggap memakai istilah ”antropologi” dalam bukunya Anthropologie in
Pragmatischer Hinsicht (1798). Disitu ia mendefinisikan ilmu tersebut
sebagai ”suatu ajaran tentang pengertian manusia yang disusun secara
sistematik”. Dalam pengertian lain,
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik
serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang
dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Pada tahun 1596 seorang humanis, O. Casmann, pernah
menerbitkan sebuah buku berjudul ”psikologi antropologi” dimana ia mau
mengutarakan ajaran tentang kodrat manusia yang rangkap yaitu jiwa dan badan.
Sekrang istilah ”antropologi” menunjukkan tiga disiplin ilmu yang berbeda:
1.
Antropologi Ragawi, yaitu studi mengenai manusia dilihat
dari aspek asal usul fisiknya. Ilmu-ilmu yang termasuk didalamnya meliputi
biologi, fisiologi, kedokteran, dll.
2.
Antropologi Budaya, yaitu studi manusia dari aspek asal
usul historisnya. Ilmu-ilmu yang termasuk didalamnya meliputi sejarah,
sosiologi, ekonomi, politik, dll.
3.
Antropologi Filsafat, yaitu studi manusia dari asas-asas
fundamentalnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tumbuh begitu
cepat dan terspesialisasi dari satu pihak telah menambah pengetahuan mengenai
manusia secara tak terbatas. Biologi, fisiologi, kedokteran, psikologi,
sejarah, sosiologi, dll, semuanya berusaha untuk berbicara mengenai
kompleksitas perilaku manusia. Setiap disiplin ilmu pengetahuan mencoba
merumuskan pengetahuan konkret dan tepat mengenai manusia.
Ilmu-ilmu pengetahuan manusia mempunyai objek kajian
masing-masing, namun tetap terpusat pada satu titik yaitu manusia. Psikologi
sebagai suatu ilmu, misalnya lebih menekankan pada aspek psikis dan fisiologis
manusia sebagai suatu organisme, dan tidak bersentuhan dengan
pengalaman-pengalaman subjektif, spiritual, dan eksistensial. Sedangkan
Antropologi dan Sosiologi lebih memfokuskan diri pada gejala budaya dan pranata
sosial manusia dan tidak (atau enggan) bersentuhan dengan pengalaman dan gejala
individual. Bahkan didalam satu cabang ilmu itu sendiri bisa terjadi
spesialisasi dalam menelaah sub-sub aspek gejala manusia. Ilmu psikologi
misalnya, terdapat cabang-cabang psikologi, seperti psikologi klinis, psikologi
perkembangan, psikologi sosial, psikologi komunitas, dan sebagainya. Misalnya psikologi eksperimental menelaah reaksi mata, daya ingat, kemampuan
belajar; dalam ilmu hayat senyuman diterangkan sebagai gerak otot; psikologi
klinis mempelajari proses-proses dan bidang-bidang kesadaran manusia.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan
pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala
ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral). Objek material
sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara
manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri. Sedangkan Objek formal sosiologi
lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan
demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta
proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
Geografi, adalah ilmu yang mempelajari lokasi dan variasi
keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Geografi
adalah ilmu tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan
atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
Cabang ilmu kemanusiaan yang lain adalah Ilmu Sejarah. Dalam
pengertian luas, kata ”sejarah” mengandung makna segala peristiwa yang sifatnya
sudah terjadi. Sedangkan dalam arti sempit kata sejarah dipakai untuk
menunjukkan karakteristik perbuatan manusia. Jadi objek dari ilmu sejarah
adalah perbuatan, pekerjaan atau hasil usaha manusia yang sudah di pilah dan
mempunyai nilai sejarah. Ilmu sejarah merupakan salah satu ilmu pengetahuan tentang manusia yang umurnya
sudah melebihi 2000 tahun, setidak-tidaknya semenjak masa Thucydides (sekitar
460-406 SM).
Salah satu ciri ilmu sejarah dibandingkan dengan semua
ilmu pengetahuan empiris lainnya ialah bahwa sejarah menyangkut masa lampau
manusia, yang ingin diketahui dan dimengerti oleh manusia itu sendiri. Bahan
atau sumbernya ialah data-data tinggalan masa lampau, khususnya kesaksian
manusia dari masa sejarah tertentu. Sejarah sangat penting bagi perjalanan manusia karena manusia dipandang sebagai
makhluk historis. Karena mempunyai sejarahlah ia berbeda dengan makhluk-makhluk
yang lain. Manusia dapat memahami manusia lain dengan melihat perjalanan
sejarahnya.
Ilmu kedokteran juga objeknya adalah manusia dan
masyarakat dengan sasaran pokok adalah tubuh manusia (misalnya penyakit) dengan
usaha untuk menyembuhkan supaya manusia menjadi sehat. Juga
ilmu kedokteran bertujuan untuk memanfaatkan ilmu dan teknologi kedokteran demi
menjaga kesehatan manusia.
Ekonomi,
merupakan salah satu ilmu kemanusiaan
yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran,
dan konsumsi barang dan jasa. Walaupun objeknya adalah manusia dan
masyarakatnya, namun ilmu ekonomi memfokuskan pada sasaran kemakmuran. Dengan
kata lain, ilmu ekonomi bertujuan memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi untuk
mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya demi untuk kemakmuran dan
kesejahteraan manusia dan masyarakat.
Mengingat fungsi dari ilmu pengetahuan itu ada dua, yakni
(1) memungkinkan kita mengetahui berbagai hal dan (2) memungkinkan kita melakukan
berbagai hal, tentulah setiap ilmu pengethuan itu punya dampak masing-masing. Dampak ilmu pengetahuan amat beragam begitu juga dengan ilmu pengetahuan
manusia. Ia mempunyai dampak sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Ada
dampak intelektual langsung, yaitu ditanggalkannya banyak kepercayaan
tradisional dan dikenakannya cara-cara yang ditawarkan oleh keberhasilan metode
ilmiah serta dampak bagi lingkungan.
D. Mengenal atau
Mengetahui Tuhan melalui Manusia
Konsep Tuhan (dalam teologi) sebagai yang sempurna, baik
Maha Kuasa atau Maha Tahu, menegaskan bahwa segala yang diciptakan-Nya secara
mutlak bergantung pada Tuhan dalam hal keberadaanya. Tuhan adalah sumber segala pengetahuan dan hakikat-hakikat. Hakikat yang mutlak
adalah Tuhan. Pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan dicapai dengan
kesempurnaan esensi manusia.
Yang mengadakan manusia adalah yang ghaib yaitu Tuhan.
Manusia itu sendiri tidak mungkin bisa mengadakan dirinya sendiri. pada zaman
atom ini ada sebagian golongan manusia yang cukup ilmu pengetahuannya dapat
membuat atau meniru manusia buatan. Namun itupun belum sempuena karena ilmu
manusia sangat sedikit jika dibandingkan dengan ilmu Tuhan.
Setiap orang mengakui dirinya Muslim dan Mu’min,
hendaklah menyadari dan mengakui bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan yaitu
Allah, dengan sendirinya Tuhan itu mesti ada, dan kita wajib mempercayai akan
ada-Nya.
J.B. Bousette seorang ahli fikir Prancis mengemukakan
bahwa untuk mempercayai Tuhan, tidak ada jalan lain dengan memperhatikan diri
kita sendiri, supaya kita dapat memperoleh suatu kepastian, bahwa kita terbit
dari asal yang tinggi. Kita lihat diri kita yang ahli, pandai, cakap untuk
memahamkan segala macam perkara, demikian juga untuk memahamkan segala apa yang
ada pada alam ini.
Kemudian diantara alam yang wujud ini, ada akal yang
kurang (manusia), yang ragu dan sangsi serta tidak mengetahui sebagian dari
pada alam ini, tetapi ia ada maka sudah pasti diantara yang wujud ini ada pula
satu wujud yang mempunyai akal yang Maha Sempurna (Tuhan).
Rocke, seorang ahli fikir Inggris yang juga turut
memperkatakan soal-soal ketuhanan dengan mengemukakan: Adapun untuk menetapkan
adanya Tuhan Pencipta, saya tidak perlu melihat apa-apa selain daripada
memperhatikan diri kita sendiri. Manusia
melihat pula pada dirinya ada sesuatu kekuatan terhadap Ilmu. Maka sudah tentu yang azali itu, yang asal segala sesuatu
yang ada ini mempunyai pengetahuan. Maka pastilah alam ini juga mempunyai asal
yang mempunyai akal, fikiran yang tidak terbatas. Itulah Dia Tuhan.
Selain manusia yang berusaha mengetahui dan mempercayai
Tuhannya, Tuhan juga memperkenalkan dirinya. Disamping lewat Cosmologia (alam
raya) dan lewat Astronomi (ilmu perbintangan), Tuhan juga memperkenalkan
dirinya lewat Antropologi (pengetahuan tentang manusia). Dengan merenungkan
asal kejadian manusia dari ”tiada” menjadi ”ada” dan juga dari ”hidup” menjadi
“mati” dan sebaliknya mengharuskan bagi akal fikiran kita untuk mengambil suatu
kesimpulan yang pasti bahwa ada yang mengadakan dan yang mengawasi, yakni
Tuhan.
Bila kita renungkan susunan tubuh manusia yang begitu
rumit, bagaikan mesin tapi mesin yang istimewa, tiada didunia ini mesian yang
kerjanya seperti manusia ini, semuanya serba komplek dan menakjubkan. Dengan
demikian, bukankah Tuhan itu dapat dilihat dan dicari lewat tubuh manusia
(Antropologi). Selain itu, kita juga dapat membuktikan adanya Tuhan lewat Psikologi
(ilmu jiwa). Manusia mempunyai rohani yang memiliki perasaan, kepandaian,
ketahanan mental (sabar). Siapa yang menciptakan itu semua kalau bukan Tuhan
Yang Maha Kuasa.
IV.
KESIMPULAN
manusia sebagai objek ilmu pengetahuan adalah manusia
dengan segala dimensi-dimensi yang ada didalamnya, penyelidikan,
penginterpretasian, serta memahami gejala-gejalanya, dijadikan sebagai objek
kajian dari ilmu pengetahuan secara empiris dan objektif. ilmu pengetahuan
menjadikan manusia sebagai objeknya tidak semata-mata bertujuan untuk
mengetahui dan memahami diri sendiri dan manusia lain secara utuh dan
menyeluruh, tetapi juga diharapkan ilmu-ilmu pengetahuan manusia dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia dan memberikan perbaikan hidup dan pengaruh bagi
dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tumbuh begitu
cepat dan terspesialisasi dari satu pihak telah menambah pengetahuan mengenai
manusia secara tak terbatas. Biologi, fisiologi, kedokteran, psikologi,
sejarah, sosiologi, dll. Ilmu-ilmu pengetahuan manusia mempunyai objek kajian
masing-masing, namun tetap terpusat pada satu titik yaitu manusia. Ilmu-ilmu
pengetahuan manusia juga mempunyai dampak masing-masing sesuai dengan objek
kajiannya.
Tuhan adalah sumber segala pengetahuan dan
hakikat-hakikat. Hakikat yang mutlak adalah Tuhan. Pengetahuan yang sempurna
tentang Tuhan dicapai dengan kesempurnaan esensi manusia. J.B. Bousette seorang
ahli fikir Prancis mengemukakan bahwa untuk mempercayai Tuhan, tidak ada jalan
lain dengan memperhatikan diri kita sendiri. Begitu juga dengan Rocke, seorang
ahli fikir Inggris dengan mengemukakan: Adapun untuk menetapkan adanya Tuhan
Pencipta, saya tidak perlu melihat apa-apa selain daripada memperhatikan diri
kita sendiri. Manusia melihat
pula pada dirinya ada sesuatu kekuatan terhadap Ilmu. Maka sudah tentu yang azali itu, yang asal segala sesuatu
yang ada ini mempunyai pengetahuan. Itulah Dia Tuhan.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia
biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Zainal, Filsafat Manusia, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2000Russel, Bertrand, Dampak Ilmu Pengetahuan atas
Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992
Ahnan, Maftuh, Filsafat Manusia, CV.
Bintang Pelajar
Bakker, Anton, Antropologi
Metafisik, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Dagun, Save M, Filsafat Eksistensialisme, Jakarta: Rineka Cipta,
1990
Nasution, Muhammad Yasir, Manusia Menurut
Al-Ghozali, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999
Salam, Burhanuddin, Filsafat
manusia, Jakarta: Bina Aksara, 1988
Sutrisno, Mudji, Manusia dalam
Pijar-pijar Kekayaan Dimensinya, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Verhaak, C, R. Haryono Iman, Filsafat Ilmu
Pengetahuan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997
Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2010
Tamburaka,
Rustam E., Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah
Filsafat dan Iptek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:
Liberty, 2003
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar